Sunday, March 01, 2009

Bahasa politik...

Dari harian kompas hari ini (1 Maret 2009),
Kini aku mengetahui bagaimana sesungguhnya "bahasa politik" yang digunakan di Indonesia. Dan bagiku, itu bukanlah bahasa yang biasa. Jika definisi dan wujud bahasa politik memang seperti yang diperagakan oleh Effendi serta anggota-anggota DPR lainnya, maka politik di Indonesia sungguh merupakan panggung yang penuh dengan pembelajaran buruk. Panggung politik Indonesia tak ubahnya seperti panggung caci maki dan tidak ada hal yang patut ditiru di dalamnya. Terlebih jika Effendi dan kawan-kawan seprofesi-nya merasa bahwa bahasa yang mereka gunakan adalah bahasa yang biasa, maka tidaklah perlu lagi kita menengok kepada para wakil rakyat tersebut. Seperti dikatakan oleh Eep Saefullah Fatah berikut:
Jika sekali kita setuju dengan Effendi dan kawan-kawan seprofesinya, maka kita akan terus merutinkan kebiasaan dan peradaban tak kenal etika seperti yang terus secara konsisten ditunjukkan oleh para anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) saat ini... dan mungkin juga untuk seterusnya.

Maka itu, mengapa kita masih perlu memilih wakil rakyat? Aku sudah merasa tidak perlu untuk memilih wakil rakyat. Mereka semua menyedihkan dan tak layak hadir sebagai panutan pun disebut sebagai wakil lembaga tinggi dan tertinggi negara. Mereka sungguh patut dikasihani...


Tuesday, February 24, 2009

This is another reason...


Some quotation from recent news on Pertamina vs House of Representative...
The polemic started when commission-member Effendi Simbolon from the Indonesian Democratic Party of Struggle (PDI-P) said that if Karen intended to protect the interests of President Susilo Bambang Yudhoyono and Vice President Jusuf Kalla in Pertamina, then she was no different than a satpam (private security guard).

Effendi said that Karen’s limited experience at Pertamina was unlikely to do the company any good.

Things turned uglier when Pertamina Corporate Secretary Toharso wrote to lawmakers on Feb. 13 saying that Pertamina was very disappointed with the way the lawmakers had questioned the capacity of its current president director. He considered their questions extra to the initial agenda, thus breaking the House’s internal rules.
And after reading this statement from one of the House member...
A seemingly triumphant Effendi then closed his statement with a message for Karen, unaware perhaps of the irony of his words: “Bu Karen, please be mature.”
It gives me another reason not to vote this year. I am bored and tired to know that House of Representative being paid a lot only to be arrogant and childish representative of people. Their attitude and track records leave me nothing but respect that being left somewhere in the garbage. So Mr. Effendi and their fellow commission members, why don't you yourself start to be mature?

Friday, February 13, 2009

touching story of the bushfire survivor...

For me, the story is simply touching. It's not a great story, but survivor always give us something to remember that there's always support from each other. Not to mention between human and wild animal.

Sam the koala that survive from the Victorian bushfire, you can find the story almost everywhere in the internet. Two of the picture below from this and this. So, wishing you to get well very soon, Sam!


Wednesday, February 11, 2009

Belum dilarang tapi...



Dari Harian Kompas,
Seniman tari Jawa Barat mempertanyakan komitmen Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan dalam melestarikan kesenian Sunda. Hal ini terkait imbauan Gubernur agar seniman tari Jabar memperhalus tampilan tari jaipongan.
Yang menarik di sini adalah apakah definisi "memperhalus" itu? Menurut pemerintah, Gubernur hanya mengimbau para penari mengenakan pakaian lebih tertutup. Selain itu, di harian lainnya definisi "memperhalus" tersebut adalah seniman Tari Jaipong agar mentas dengan meninggalkan kemben dan memperhalus lengak goyang, gitek, dan geolnya atau sejumlah tarian yang mengeksploitasi gerakan pinggul dan memperlihatkan bagian ketiak agar dikurangi.

Seharusnya masyarakat Indonesia tidak perlu heran dan menentang pemikiran tersebut. Ide dan tuntutan seperti itu jelas sudah terjustifikasi dengan Undang-Undang No.44 Tahun 2008 tentang Anti-Pornografi. Berarti masyarakat Indonesia seharusnya mendukung kebijakan pemerintah seperti yang dilakukan oleh Gubernur Jawa Barat, bukan? Siapa yang ingin relawan untuk sweeping tari Jaipong yang tidak "diperhalus"?

Seharusnya mulai detik ini masyarakat Indonesia harus menuntut kostum tari jaipongan yang tidak memperlihatkan ketiak dan bokong yang menonjol serta kemben harus dilarang. Gunakan pakaian terusan yang menutup seluruh bagian tubuh, jika perlu termasuk wajah karena mungkin saja ada pengunjung yang merasa bibir atau mata si penari sangat seksi dan merangsang. Masyarakat Indonesia bisa menuntut agar koreografi tarian Jaipongan agar dibuat sederhana saja semacam orang gerak jalan di sekeliling panggung.

Jika demikian, apakah masih bisa disebut tari Jaipong? Masih kok! Kan itu sudah sesuai dengan semangat anti-pornografi dan menunjukkan bahwa Bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius karena memiliki tarian yang religius juga, yaitu tari Jaipong yang tidak menunjukkan ketiak halus, bokong yang menonjol dan goyang seksi.

Wednesday, February 04, 2009

Menelpon tapi tidak tahu siapa yang ditelpon

Pagi ini aku menerima telpon dari nomor berikut ini: +6281383401140. Berikut ini adalah percakapan singkat yang terjadi

Aku (A): Halo
Si Penelpon (SP): Salam [salam agamis]. Selamat pagi.
A : Selamat pagi, saya bicara dengan siapa ya?
SP : Maaf kalau boleh mengganggu sebentar. Apakah betul nomor telpon ini adalah 0813856... (sekian-sekian) [dieja dan memang nomor telpon genggamku]
A : Betul
SP : Sebelumnya, boleh tahu nama bapak siapa?
A : Lho, Anda menelpon nomor saya tapi tidak tahu nama saya. Aneh! Anda dari mana ya?
SP : Yaaaa... Saya telpon nomor ini dan ternyata betul maka sementara ini saya panggil kamu dengan panggilan Andi ya?
A : Tidak, tidak! Saya ingin tahu Anda dari mana? Kok bisa Anda punya nomor hp saya tapi tidak tahu nama saya. Saya tidak mau bilang siapa nama saya!
SP : Kalau begitu saya panggil kamu dengan nama Andi ya.

Aku merasa tidak perlu melanjutkan dan langsung saya tutup. Si penelpon tidak berusaha menelpon lagi. Berarti ada yang aneh dengan panggilan dan penelpon tersebut.

Jujur saja, aku cukup emosi dengan telpon demikian. Aku tidak peduli bahwa percakapan tersebut diawali oleh salam pembuka yang religius dan bersahabat. Namun, karena tujuan menelpon tidak diungkapkan sejak awal. Ditambah lagi keanehan dimana si penelpon tahu nomor telponku tapi tidak tahu namaku, malah bertanya dengan nada menuntut (karena memaksa memanggil dengan nama yang dia sukai sendiri).

Selain itu, aku sebenarnya curiga. Biasanya, jika aku menerima telpon promosi produk dari bank misalnya, maka mereka akan dengan jelas menyebutkan diri dan memperkenalkan nama mereka. Setidaknya, aku masih berkenan mendengar apa yang ingin mereka sampaikan. Meskipun, pada akhirnya tentu aku tidak tertarik dengan penawaran mereka. Tapi, mereka masih bertutur dan bernada sesuai dengan etika berkomunikasi. Sedangkan orang yang menelpon dengan nomor tersebut, jelas-jelas tidak memiliki etika dan tata cara yang layak berkomunikasi.

Mohon maaf jika ada yang tidak berkenan, tapi bagiku nomor hp tersebut cukup mencurigakan jadi hati-hatilah jika Anda menerima telpon dari nomor tersebut atau juga nomor lainnya yang tidak Anda kenal sebelumnya.

Thursday, January 29, 2009

I love KOMPAS ePaper


Just experiencing reading Kompas Newspaper in ePaper edition. I guess this is one of the best breakthrough by Kompas. Hopefully it will continue to be free (a.k.a Gratis!) - by pre-registered user. Good job, Kompas!

Don't wanna be stupefy


I feel really dumb when I read SBY's advertising at Kompas printing version page 13 (see picture). And after I tried to read and understand each part of the promotion materials, I decided that I don't wanna be stupefy by SBY's claimed.

If he claimed that he contributed to several things that being decrease (price of staples, gasoline, debt, unemployment, etc) and things that being increase (national income, health and education expenditure, etc), we should be critical in understanding that most of those achievement actually not because of his policy. Instead, most of them because external factors. For instance, three times gasoline price decline was not because of his idea but due to declining world price. It's obvious, dude! You should reduce gasoline price because world price is lower now!

Therefore, I don't wanna be stupefy now and ever by SBY.

Saturday, January 24, 2009

Was a good news...


I got an sms today...

Telkomsel bekerjasama dengan Apple menghadirkan iPhone 3G di Indonesia dalam waktu dekat. pesan sekarang di www.telkomsel.com atau hub. 111/116 From: Telkomsel
(Telkomsel today announced it has signed an aggrement with Apple to bring iPhone 3G to in the coming months)

...and I check their website. It's true.

Well, it was a good news for me if I am not in current position... I am not going to share what is that position here now.

Anyway, congratulation for Apple and Telkomsel... and another Indonesian celluler provider soon.

Thursday, January 22, 2009

It's not about methodology. It's obvious, officer!


From The Jakarta Post,
"The police force is seen by the business community as the most bribe-riddled institution, while corruption at judicial institutions is the most costly, according to a survey revealed Wednesday."
The police department had made record twice in first place according to the survey as they also become the most bribe-riddled institution during 2007 survey. The most interesting part after this finding being announced is the respond from police department. As mention by the National Police spokesman Insp. Gen. Abubakar Nataprawira, they questioned the methodology used in the survey. How can they used the same argument twice? They used the same argument after 2007 survey result being announced.

I believe that methodology is not the critical issue here. Instead, the police department should be careful as well as paying attention on what being suggested by the survey's finding. When the first survey in 2007 found that police department is seen as the most corrupt institution, the methodology issue argument perhaps still relevant as it might be due to sample selection and possible bias. However, if we assumed that similar methodology being used and expectantly the sample will different (since they will be randomly selected) then it is hard not to accept that the respondents perspective is valid. In this case, even with different - randomly selected - respondents still the results show similar findings, it is obvious that the survey results is valid. That means the police department indeed is seen as the most corrupt institution.

You may assume that the respondent will be the same as the previous survey. We call this kind of survey data - supposed to be - as longitudinal data. Even if it is so, if the police department could be introspective against themselves, then same respondents with similar answers could lead into conclusion that the police department haven't done anything to improve their image. It means, according to respondents opinion, police department still seen as the most corrupt institution.

All I want to say is, survey results may not telling you the whole story or perpective. But, if we carefully analyze and understand the nature of the survey then we will understand that there are a lot of information could be derived from them. Those information - no matter bias it is - still significantly representing public opinion, given the sample being selected. For police department, you can learn a lot for sure from the survey if you wish to improve your performance, particularly in the area of public services.

The next issues is whether police department could learned from survey that - almost always - mentioned them as the most corrupt institution? It is useless for them only denying the results and blaming on the survey techniques. Even without survey at all, it is already become a public secret that police officer is the most bribe-riddled officer in the face of people. Denial only makes them even more worse rather than instrospects and recover from the dust.

*picture: courtesy of The Jakarta Post

Wednesday, January 21, 2009

Quote of the day: the true value of a nation...

Lesson learned from Obama's inaugural speech:

"Our challenges may be new. The instruments with which we meet them may be new. But those values upon which our success depends — honesty and hard work, courage and fair play, tolerance and curiosity, loyalty and patriotism — these things are old. These things are true. They have been the quiet force of progress throughout our history. What is demanded then is a return to these truths. What is required of us now is a new era of responsibility — a recognition, on the part of every American, that we have duties to ourselves, our nation, and the world, duties that we do not grudgingly accept but rather seize gladly, firm in the knowledge that there is nothing so satisfying to the spirit, so defining of our character, than giving our all to a difficult task."


Tuesday, January 20, 2009

Hari ini...

Hari ini aku mencuri nafas kecil sang surya. Ketika ia belum lengkap terjaga, aku mencuri nafasnya agar tidak terlambat menjemput harapan. Harapan untuk mengais cita-cita di negeri seberang samudera. Juga harapan untuk mengecup cintaku yang telah menunggu di tepi pantai di pulau nun di kaki bumi.

Hari ini aku mencuri nafas sang surya dengan diiringi doa, agar segala apa yang baik berkenan datang dan memelukku erat hari ini dan seterusnya...

Friday, January 16, 2009

24/7

Waktu merupakan salah satu kekuatan Tuhan yang bagiku paling sulit dipahami. Meskipun bilangan dan aturannya disusun oleh manusia sedemikian rupa, namun proses berjalannya waktu tak pernah mampu dilewati oleh alam pikir manusia. Segala hal terjadi dalam sekejap hingga ukuran se-per sekian satuan waktu yang ada. Singkat kata, perjalanan hidup manusia begitu dinamisnya hingga selalu begitu mempesona sekaligus mendatangkan berbagai nelangsa.

Didasari filosofis demikian, aku dan istrinda mencoba menggabungkan dinamika hidup kami bersama. Diawali oleh semacam de ja vu yang terjadi dalam siklus hidup kami, dimana kami kembali harus dipisahkan oleh jarak dan waktu yang cukup panjang, maka kami susun ruang untuk kami berbagi dan berkisah tentang dinamisnya perjalanan hidup kami. Silahkan sekali waktu kunjungi 24/7, blog website kami berdua. Segala hal yang Anda 'titip'-kan dalam blog tersebut sama pentingnya bagi perjalanan hidup kami dimana pun dan kapan pun kita pernah atau masih saling mengenal sebagai sahabat, teman, kolega, dan sebagainya.

Terima kasih.

Sunday, December 28, 2008

Banjir (lagi) di Permata Depok Regency??

Jika Anda percaya bahwa banjir bisa terjadi tanpa perlu kehadiran hujan, maka tengoklah apa yang terjadi di Permata Depok Regency kali ini untuk membuktikan kepercayaan Anda tersebut. Foto-foto fenomena kali ini bisa ditengok berikut.




Yang menggelikan tapi tetap ironis dari kejadian ini adalah banjir di lokasi ini terus terjadi secara rutin dari tahun ke tahun. Laksana hari raya besar yang patut ditunggu. Selain itu, banjir kali ini terjadi tanpa hujan sama sekali alias di tengah hari panas. Tanpa tindakan yang konkrit, developer tidak pernah berhasil (jika memang berupaya lho) untuk menekan insiden ini. Padahal, insiden ini pernah dituntut oleh warga untuk diselesaikan dan dicegah tapi apa daya kedunguan dan ketidakpedulian masih melekat di dalam pemikiran para pelaksana pembangunan seperti manusia mayoritas di negeri ini. Jika musim hujan saja belum tiba sudah begini kejadiannya, bagaimana jika musim hujan sudah datang yah?

Padahal keledai saja tahu untuk tidak jatuh ke lubang yang sama dua kali, apakah sebutan yang pas untuk "mereka" yang terus menerus jatuh ke lubang yang sama?

Permata Depok Regency (PDR) merupakan perumahan yang - konon - dibangun dengan menganut sistem cluster oleh developer dengan label PT Citrakarsa Hansaprima. Daftar dosa developer ini bisa ditengok di sini, sini, sini dan sini. Mungkin tampak belum terlalu panjang daftarnya, namun jika melihat trend selama ini maka daftar tersebut besar kemungkinan masih akan terus bertambah seiring masih konsistennya mereka dengan pola kerja dan manajemen yang telah dilakukan selama ini. Apalagi jika ditambah komplain-komplain lainnya (yang dianggap remeh oleh kebanyakan kita) yang belum terdokumentasi di sini. Sangat memprihatinkan dan memalukan...

Monday, December 22, 2008

No title

Jika bumi menanggung langit nan luas, pernahkah ia meminta awan mendatangkan hujan detik ini juga? Ada doa istimewa yang membuat langit tidak ragu mengajak awan mengirim sejuk hujan ke muka bumi. Doa tersebut memuat bait-bait cinta yang tulus saling menjaga. Tanpa langit, bumi akan terbuka tak terjaga. Dan tanpa bumi, langit akan bernyanyi sendiri sunyi tanpa arti.

Cintalah yang menjaga mereka berdua saling mengisi dan saling menjaga. Tidak hanya karena keduanya sama-sama diciptakan oleh Hyang Kuasa, namun karena berdua mereka memiliki perbedaan yang mulia bekerja satu terhadap yang lainnya.

Seperti halnya juga samudera yang maha dalam, pernakah ia meminta sungai dari puncak hingga kaki gunung mengirimkan airnya untuk dimuarakan ke laut? Juga ada doa yang abadi yang membuat hutan-hutan dan segala sumber mata air di sepanjang tubuh sang gunung untuk mengalirkan murni air yang mereka tampung ke bibir laut bagi sang samudera. Doa abadi tersebut memuat janji-janji cinta yang tak pernah teringkari. Tanpa gegunung nan tegar, samudera akan ditelan daratan tanpa perlawanan. Dan tanpa samudera, gunung-gunung akan luruh ketika sungai mengalir kering.

Cintalah yang mengolah kasih mereka berdua untuk saling melengkapi dan saling melindungi. Tidak hanya karena keduanya sama-sama diciptakan oleh Hyang Mulia, namun karena berdua mereka memiliki perbedaan yang kokoh mengikat satu terhadap yang lainnya.

Cinta adalah satu-satunya hal yang Tuhan ciptakan bukan karena “untuk”, namun karena “agar”. Sedangkan segala yang lainnya pasti masih memuat hutang budi dan balas jasa yang membuatnya tetap mengandung kondisi. Sedangkan cinta tak akan pernah demikian.

Kuskus Tbn, G&A

Monday, December 15, 2008

Ibu Indonesia Tahun 2008...

Dari Catatan Pinggir Goenawan Mohamad berjudul "Pelacur".

Selain gaya penulisan GM yang selalu 'luar biasa', kali ini aku lebih tersentuh lagi setelah membaca dan mencoba meresapi bagaimana perasaan dan pemikiran yang ada dibalik kisah yang disampaikan dalam Catatan tersebut.

Kisah tersebut seperti mesahihkan pendapatku tentang keberagamaan di Indonesia. Kaum yang nista dan dihinakan oleh kaum agamawan semakin terpinggir, padahal mereka mungkin adalah satu-satunya kaum yang masih jujur menjalani dan menjadi saksi hidup. Ketika semakin banyak orang-orang yang mengaku suci dan atau membela kepentingan umat [bukan 'umat manusia'], aku semakin jauh lebih salut dengan orang-orang yang tampak bekerja hina dan nista tapi mereka tidaklah pernah munafik dengan hidup yang mereka jalani. Oleh karena itu aku sangat setuju dengan GM bahwa Nur Hidayah adalah Ibu Indonesia Tahun 2008.

Untuk mengenal siapa Nur Hidayah, silahkan Anda membaca Catatan tersebut dan silahkan tinggalkan komentar dan pendapat Anda juga sudah menonton film dokumenternya.

Wednesday, December 10, 2008

judulnya OK's banget!

Judul rubrik Indonesiana di Majalah Tempo yang aku maksud berbunyi sebagai berikut:
"Baliho Anti-Orang Kidal"
Bagiku judul tersebut OK's banget dan sangat mewakili "kesan" yang sesungguhnya. Latar belakang rubrik tersebut, pernah aku posting di sini, dan sini. Aku cukup lega hati karena ternyata aku tidak sendirian yang resah dan sebal dengan baliho di Depok tersebut.

Tuesday, December 09, 2008

tentang Maryamah Karpov



Setelah beberapa lama menunggu, akhirnya buku terakhir dari Tetralogi Laskar Pelangi yang berjudul “Maryamah Karpov: Mimpi-Mimpi Lintang” karya Andrea Hirata akhirnya terbit. Berikut ini adalah ulasan sederhana atas Maryamah Karpov. Patut dicatat bahwa tiga buku terdahulu dari Tetralogi Laskar Pelangi memberikan kesan tersendiri yang cukup kuat bagi para pembacanya, termasuk aku. Oleh karena itu, kesan pertamaku terhadap Maryamah Karpov pasti akan sangat bias oleh keberhasilan tiga buku sebelumnya.

Meskipun sempat terkejut dengan ketebalan bukunya, aku memilih untuk tidak pikir panjang dan mulai membaca Mozaik pertama yang berjudul Dibungkus Tilam, di Atas Nampan Pualam dengan harapan bahwa kualitas buku tersebut akan membuktikan dirinya sendiri terlepas dari tebalnya isi buku seperti halnya episode pertama Laskar Pelangi yang juga cukup tebal. Melewati mozaik-mozaik berikutnya aku cukup terpuaskan dan mulai kagum dengan masih konsistennya gaya penulisan Andrea Hirata dalam buku tersebut: mengandalkan latar belakang budaya dan bahasa Melayu Belitong dan sekitarnya serta humor yang sangat berkesan baik dari penggunaan kata dan kalimat atau penokohannya. Meskipun latah kosakata teknis akademis dengan bahasa-bahasa latin masih bertebaran di sana sini. Maryamah Karpov memuat lebih banyak lagi detil tokoh-tokoh yang menarik dan lucu. Sampai di tahap ini, Maryamah Karpov belum mengecewakanku.

Beberapa bagian yang menarik menurutku antara lain kisah tentang Arai yang akhirnya diterima oleh Zakiah serta berhasil mempersuntingnya menjadi istri. Adegan yang menggambarkan bagaimana Arai akan bertemu pertama kali dengan Zakiah setelah sekian tahun tidak bertemu sangat menghibur. Adegan yang paling mengharukan bagiku adalah saat prosesi pernikahan Arai dan Zakiah yang diakhiri dengan Arai yang mengaji dengan sepenuh hatinya (Ingat ketika Arai pertama kali menjadi anggota keluarga Ikal!). Selain kisah Arai, kisah lain yang sangat mengharukan adalah kisah Ayah-nya Ikal yang hampir naik pangkat tapi batal karena surat yang salah kirim. Juga kisah kedatangan dokter gigi Budi Ardiaz Tanuwijaya yang lama tidak mendapatkan pasien serta upaya Ketua Karmun yang menghebohkan untuk bisa membawa pasien pertama untuk sang dokter. Belum lagi kisah tentang asal muasal pemberian nama panggilan warga yang sangat kocak.

Hingga separuh tebal buku yang kubaca, aku mulai merasakan kekurangan yang terakumulasi perlahan namun pasti, dan terbukti hingga akhir buku kemudian. Sejujurnya, aku berharap terlalu banyak dengan karakter Maryamah Karpov karena terkait dengan judul, dan terutama A Ling yang sangat terkait dengan kisah pada tiga buku sebelumnya. Karakter Maryamah Karpov tidak mendapat porsi yang “cukup”, sehingga tak banyak bisa kuutarakan di sini. Tapi, yang paling kurang berkesan adalah kisah tentang A Ling yang baru mulai dibahas menjelang akhir. Hampir separuh buku berkisah terlalu berat di bagian upaya Ikal membuat perahu selama 7 bulan dengan tangannya sendiri. Walaupun bagian tersebut berhasil dikurangi fokusnya dengan kisah pelayaran yang penuh marabahaya dan cuilan riset sejarah tentang perompak dalam Mozaik ke 61 Pirates of the Caribbean yang menarik. Sebenarnya, detil-detil kisah yang ditawarkan sangat menarik tapi aku merasa banyak sekali yang tidak terkait langsung dengan A Ling. Ini agak menyebalkan untukku.

Kesimpulan: harus tetap kuakui bahwa Maryamah Karpov masih bisa dikatakan berhasil menawarkan kisah yang menarik. Detil-detil kisah dan penggunaan bahasanya sangat baik dan menghibur. Satu hal yang tetap sama ketika membaca buku ini dari halaman pertama hingga akhir, unsur kelucuan tak pernah berhenti dan sangat menggelitik. Kelucuan favoritku adalah ketika Mahar menunjukkan televisi portable bekas merk Sanyo yang dijadikan mustika keramat dalam lomba benda-benda mistik dengan Tuk Bayan Tula. Terlepas dari keistimewaan tersebut, aku merasa Maryamah Karpov tidak berhasil menjaga momentum puncak yang sudah dihantarkan oleh ketiga buku sebelumnya. Kisah Ikal dan A Ling terasa mudah sekali selesai dan menjadi penutup kisah panjang empat buku tersebut. Agak melankoli tapi kering detil. Padahal, kisah ini merupakan kisah yang ditunggu-tunggu dan ending-nya sangat patut disayangkan jika hanya demikian.

Singkat kata, aku sempat berharap bahwa Maryamah Karpov akan menutup Tetralogi Laskar Pelangi dengan ‘wah!’ seperti membaca Tetralogi Pramoedya Ananta Toer atau kisah Harry Potter. Namun, sayangnya harapanku belum terpenuhi. Walaupun demikian, untuk Anda yang sudah membaca tiga buku sebelumnya, Maryamah Karpov tetap wajib Anda baca untuk mengetahui bagaimana nasib kisah cinta Ikal dan A Ling atau menikmati kisah-kisah jenaka tokoh-tokoh yang diperkenalkan oleh Andrea Hirata.

Ulasan Maryamah Karpov yang lebih baik dan lengkap bisa dibaca di sini.

Undang-Undang No.44 Tahun 2008 tentang Anti-Pornografi

Di salah satu berita utama The Jakarta Post, Presiden SBY pun akhirnya menandatangani undang-undang "moral" tersebut. Yang menarik adalah alasan penandatanganannya sebagai berikut:
"The President signed it because it was already a national consensus,"
Betul sekali, undang-undang tersebut memang merupakan hasil "konsensus nasional" (karena pihak yang menolak atau menentang tidak pernah dianggap ada). Pernyataan "konsensus" tersebut sesungguhnya dapat berarti dua hal:

Pertama, Presiden hanya tahu bahwa undang-undang tersebut diterima oleh semua lapisan masyarakat. Jika yang pertama ini benar, berarti Presiden SBY tidak pernah mengikuti perkembangan yang terjadi di masyarakat yang ia pimpin. Sungguh kasihan sekali Presiden yang tidak tahu apa-apa seperti beliau.

Kedua, Presiden tidak pernah membaca undang-undang tersebut karena memang tugas presiden hanyalah membubuhi tandatangan saja. Jika yang kedua ini yang benar, aku cukup maklum. Sebagai presiden yang dipilih langsung oleh rakyat Indonesia, SBY sebenarnya tidak mampu melawan DPR/MPR yang penuh dengan bandit-bandit politik, selain juga kelemahan mental yang dimiliki beliau karena ragu-ragu dan tidak tegas sebagai pemimpin. Apalagi menjelang pemilu 2009, setiap "bandit" politik (pastilah termasuk SBY) sedang mengambil ancang-ancang untuk mengambil simpati calon pemilih.

Jika yang pertama dan kedua benar sekaligus, maka semakin kuat alasanku untuk tidak ingin memilih SBY dan partainya di pemilu nanti. Juga partai-partai dan calon-calon presiden lainnya. Semua sama saja... apalagi yang bawa-bawa nama dan simbol tuhan...

Jadi, aku bisa melanjutkan dukungan untuk Civil Disobedience.

Sunday, December 07, 2008

seakan resonansi...

Artikel menarik dari The Jakarta Post berjudul "Idul Adha: Personal Piety Instead of the Common Good" sangat menggugah. Sedikit kutipannya sebagai berikut:

In Depok, some old ads, perhaps remaining from Ramadan, can still be found, calling for Muslims to recite more Koranic verses, to read basmallah (reading-initiation by mentioning God) before doing all activities and to use the right hand -- instead of the left -- in every supposed virtuous deed. Interestingly, a few of these ads include pictures of Depok's mayor -- one has him smiling and surrounded by people wearing songkok -- an Indonesian hat which usually symbolizes piety -- and women wearing scarves (jilbab).

In view of this, most of Indonesia's Muslims still emphasize that individual piety is to be shown in public. This, however, offers a paradox -- if not an absurdity -- with regard to the real life. Just go to Depok. You don't have to be a civil engineer or an urban planner to feel the poor quality of Depok's roads and streets. Most of them are becoming bumpier and more and more holes are filling with muddy water. Riding in a car is like dancing, because of the instability of our body. Enjoy it.

Why do these ads not talk about those damaged public facilities -- but instead call on Depok's citizens to read more Scripture, to recite magic formulas and to spread prejudice against left-handed people?

Meminjam istilah yang pernah diutarakan oleh seorang kawan, kutipan tersebut (dan keseluruhan artikel) di atas, seakan memuat resonansi kecil dari apa yang pernah kuposting sebelumnya.

Selamat Hari Raya Idul Adha, semoga segala pengorbanan yang tulus dan tanpa pamrih (meski demi surga sekalipun) datang dari segala penjuru demi kedamaian dan kesejahteraan sekalian umat manusia.

Friday, December 05, 2008

jual laptop bekas!

Ada dua laptop second yang mau dijual. Keduanya dipakai pribadi dan sangat terawat!

1. Toshiba Tecra A3-S611
Intel Centrino Dothan (kalo gak salah!); tipis dan relatif ringan untuk laptop dengan layar 15inch; Windows XP Professional; Harddisk 40GB (sudah dipartisi); CD-RW/DVD-ROM; Infrared; Wi-Fi; belum ada Bluetooth.

Dibeli tahun 2005 pertengahan. Kondisi mulus. Dus (box) dan semua kelengkapan: manual book, etc. masih lengkap dan dalam kondisi sangat baik. Memori aslinya 256MB tapi sudah diupgrade jadi 512MB sewaktu membeli sebagai bonus. Kelemahan saat ini adalah baterai sudah drop, tidak optimal lagi - paling satu jam. Alasan dijual karena sudah punya pengganti. Harga penawaran Rp. 4 juta, kalau berminat bisa tawar.
Foto-foto terlampir:





2. Lenovo 3000-V200
Core 2 Duo T7200 Processor 2.0GHz; 1GB RAM; Harddisk 120GB; ringan dan kecil dengan layar 12 inch; Windows Vista Home; tidak ada Infrared; Bluetooth; Wi-Fi.

Dibeli tahun 2007 akhir, jadi baru saja genap satu tahun. Kondisi sangat mulus. Dus (box) dan semua kelengkapan: manual book, etc. masih lengkap dan dalam kondisi sangat baik. Belum ada kelemahan, baterai masih bagus kinerjanya dan tidak bermasalah. Alasan dijual karena perlu yang lebih kecil, jadi ganti baru. Harga penawaran Rp. 6 juta, kalau berminat bisa tawar.

Foto-foto terbarunya nanti diupdate deh.

Jika berminat, bisa menghubungiku - lihat detil kontak di CV, atau tinggalkan email/kontak Anda di kolom komentar. Terima kasih.

[update]: Foto untuk yang Lenovo




[UPDATE Dec.15 2008]: SOLD! Kedua laptop sudah terjual setelah dijemput langsung oleh pembeli dengan penawaran tertinggi. Terima kasih atas partisipasi Anda sekalian yang sudah mengontak via berbagai media: email, telpon, sms, dsb. Sampai jumpa di penawaran lainnya.

Tuesday, December 02, 2008

sejak kapan jati diri bangsa hilang?


Sejak kapan jati diri sebagai Bangsa Indonesia kita hilang? Atau pertanyaan yang lebih tepat adalah, sejak kapan Bangsa Indonesia diajarkan makan dan minum memakai tangan kiri?

Jati diri Bangsa Indonesia itu benar-benar hilang ketika di Depok semakin banyak jalan yang rusak tapi tidak pernah diperbaiki; ketika di Depok kemacetan semakin merajalela karena angkutan umum tidak ditertibkan; ketika di Depok pengelolaan sampahnya kacau dan mengorbankan kesehatan warga sekitarnya; ketika di Depok mulai sering terjadi banjir; dan...

Ketika Walikota Depok terlalu sibuk dengan jadwal photo session dan menjadi model berbagai spanduk, baliho, atau berbagai media promosi lainnya.

Sudahlah, Pak! Kami makan dengan tangan atau kaki, biarlah itu urusan dosa dan kebiasaan kami. Jati diri kami belum pernah tergadai ketika tangan kiri kami gunakan untuk mengambil sepotong tempe. Ibu kami, sejak kami kecil, sudah mengajarkan kami mana tangan yang "manis" dan mencuci tangan sebelum makan atau setelah buang hajat. Oleh karenaitu, mohon dengan segala hormat dan kerendahan hati, Bapak uruslah tugas dan kewajiban Bapak sebagai kepala daerah.

Monday, December 01, 2008

Tolak UPS di Permata Depok Regency!

Posting ini merupakan lanjutan posting "Permata Depok Regency Akan Jadi Gudang Sampah?!" beberapa waktu lalu. Beberapa peristiwa telah terjadi yang terangkum sebagai berikut:

Sosialisasi
Seperti sempat disinggung pada posting sebelumnya tentang rencana kegiatan Sosialisasi Unit Pengolahan Sampah (UPS) oleh Kelurahan Ratu Jaya, maka secara mendadak rencana Sosialisasi UPS yang sedianya dijadwalkan tanggal 16 November, dimajukan menjadi tanggal 15 November 2008. Entah apa maksud perubahan tanggal yang tiba-tiba tersebut.

Jadwal sosialisasi yang disebutkan dalam undangan pukul 9 pagi, ternyata molor hingga hampir 10.30 karena keterlambatan para punggawa pemkot Depok. Insiden ini seakan menandakan bahwa pihak Pemkot (yang diwakili oleh staf dari Kantor Dinas Lingkungan Hidup/KDLH) tidak serius dalam melakukan sosialisasi UPS di lingkungan Permata Depok Regency (PDR). Sosialisasi berlangsung panas dan penuh dengan sorakan dan kecaman dari warga PDR yang intinya MENOLAK pembangunan UPS. Kecaman yang jelas ditujukan ke pihak developer PT CITRAKARSA HANSAPRIMA dan pihak Pemkot Depok.

Pihak developer bersalah karena tidak menginformasikan tentang rencana lokasi UPS tersebut kepada warga PDR, bahkan terkesan menutup-nutupi informasi tersebut. Hal tersebut tercermin dari tidak transparan dan tegasnya jawaban dari pihak developer. Kesalahan ini semakin terus menambah daftar dosa yang telah dilakukan dan masih mungkin terus dilakukan oleh developer. [Lihat juga daftar dosa mereka di sini, sini, dan sini].

Sedangkan pihak Pemkot Depok bersalah karena tidak melakukan sosialisasi sebelum melakukan kegiatan pembangunan UPS. Selain itu, kesalahan Pemkot Depok yang paling fatal adalah sama sekali tidak memperhatikan dampak lingkungan yang pasti timbul jika membangun UPS di tengah pemukiman seperti PDR. Bagaimana mungkin mereka membangun UPS yang langsung bersebelahan dengan rumah warga? Ini bukti paling konkret bagaimana pemkot Depok tidak peduli dengan nasib warganya.

Setelah kecaman dan tudingan tiada henti dari warga dan ketetapan sikap warga yang menolak UPS, sosialisasi diakhiri tanpa titik temu. Hal ini sebenarnya sudah dapat diduga mengingat pihak pemkot Depok sama sekali tidak mengantisipasi sikap warga karena mereka memang tidak peduli. Gambaran kegiatan sosialisasi UPS di PDR bisa dilihat di album foto kegiatan sosialisasi tersebut.

Survey dan Pertemuan Lanjutan
Sebenarnya, warga PDR percaya bahwa UPS merupakan konsep yang baik bagi manajemen pengelolaan sampah. Artinya, masih terbesit kesediaan dari warga PDR jika ada UPS di lingkungan mereka. Hal tersebut terbukti dari tercetusnya ide untuk mempelajari bagaimana sistem UPS tersebut berjalan. Sebenarnya sangat disayangkan apabila warga PDR sendiri yang mengambil inisiatif mempelajari UPS, karena seharusnya pihak Pemkot Depoklah yang mengambil tugas ini. Namun apa daya, seperti layaknya pemerintahan di Indonesia, Pemkot Depok selalu lalai menjalankan perannya sebagai aparat negara.

Dengan didasari pemikiran tersebut, warga PDR telah melakukan survey dan studi banding ke beberapa UPS yang telah berdiri di Depok. Ada 2 UPS dan 1 TPS (Tempat Penampungan Sampah) yang disurvey oleh tim dari warga PDR. Hasil survey tersebut menemukan dan semakin mempertegas bahwa rencana dan lokasi pembangunan UPS saat ini tidak sesuai dan memiliki dampak lingkungan yang serius bagi warga PDR dan sekitarnya. Terlebih jika benar UPS tersebut akan menampung sampah untuk 1 kelurahan Ratu Jaya. Dengan luas UPS yang hanya 500 meter per segi, apakah hal tersebut memadai? Tentu tidak! Untuk itu, warga PDR kemudian menyusun sikap dan usulan terkait dengan rencana pembangunan UPS tersebut [Bisa dilihat di sini].

Pertemuan lanjutan kemudian dilangsungkan pada tanggal 29 November 2008. Rencananya akan dihadiri oleh pihak Developer, Pemkot Depok, perwakilan DPRD Depok, dan perwakilan warga. Namun, senasib dengan pertemuan sosialisasi UPS sebelumnya, pertemuan kali ini tidak bisa memberikan kepastian bagi warga PDR. Selain karena proses pembangunan fisik UPS masih terus berlangsung, pihak-pihak terkait tidak ada satu pun yang bisa memberikan keputusan dan jaminan bahwa UPS tersebut tidak memiliki dampak negatif bagi warga PDR.

Sikap Tegas Warga PDR: TOLAK UPS!
Melihat perkembangan demikian, warga PDR masih berpendapat bahwa pembangunan UPS di lingkungan PDR belum bisa diterima karena masih mengabaikan prinsip-prinsip kelaikan lingkungan dan ketidakjelasan peruntukan operasionalnya. Pembangunan UPS baru dapat diterima dan didukung jika peruntukkannya sesuai dengan kapasitas kerjanya yaitu untuk 2 RW saja, bukan untuk 1 Kelurahan Ratu Jaya; SERTA UPS tersebut dibangun dengan memperhatikan dampak lingkungan yang paling minim bagi warga sekitarnya. Hal tersebut, UPS harus dibangun cukup jauh dari pemukiman warga yang ada disekitarnya agar dampak buruknya bisa diminimalisir.


Update: Lihat juga resonansi topik serupa di Balance Life