Betul! Telah terjadi banjir di Permata Depok Regency (PDR). PDR merupakan kompleks perumahan dengan sistem cluster yang dibangun oleh PT Citrakarsa Hansaprima. Anda bisa melihat contoh banjir di perumahan ini, seperti tampak pada foto berikut.
Oh, menurut Anda ini belum bisa dikategorikan banjir?
Jika air di depan rumah Anda menggenang setinggi tumit kaki orang dewasa, apakah itu belum bisa dikatakan banjir?
Baiklah, berarti kita perlu menunggu hingga air mencapai ketinggian dada orang dewasa untuk bisa disebut banjir?
Atau, kita perlu menunggu air hingga mencapai ujung atap rumah?
Jika Anda termasuk orang yang risk averse alias ingin menghindari risiko, maka seharusnya kita sudah menganggap air setinggi tumit kaki orang dewasa sebagai banjir. Dan banjir, sekecil apa pun dapat dengan cepat meningkat menjadi air yang dapat menghanyutkan bukan hanya harta benda kita tetapi juga nyawa kita. Kecuali Anda termasuk risk taker alias mau mengambil risiko dan bersedia rumahnya banjir hingga ketinggian tertentu, maka pembahasan ini tidak penting sama sekali untuk Anda.
Dengan kata lain, banjir seharusnya bisa kita cegah dan tanggulangi sebelum menjadi lebih hebat pun sulit untuk kita cegah. Namun, di PDR tindakan tersebut tidak ada sama sekali dari pihak PT Citrakarsa Hansaprima. Sebelum membayangkan, berikut ini adalah latar belakang peristiwa banjir yang Anda lihat di atas sebelumnya dan peristiwa berikutnya yang masih berkisar seputar banjir.
Banjir seperti tampak pada foto di atas terjadi mulai di depan Blok D12 No.26 hingga kira-kira Blok D12 No.30. Sebenarnya, penyebabnya sepele namun fatal yaitu tidak lancarnya saluran air atau got di depan Blok tersebut yang mengiringi tingginya curah hujan pada hari itu. Padahal, Blok D12 dan D25 paling dekat dengan saluran air terbesar berupa saluran irigasi yang ada disisi barat komplek PDR.
Karena saluran akhir yang menuju ke irigasi tersebut relatif sempit dan tidak memadai ditambah sampah plastik yang begitu banyak - tidak pernah diawasi, diangkat, dan dibersihkan secara berkala oleh PT Citrakarsa Hansaprima - maka tak ayal hujan deras seperti yang terjadi hari jumat (7 Maret 2008) kemarin pasti akan membuat air meluap dari got dan saluran air kemudian menggenangi jalan komplek.
Selain itu, terdapat juga saluran air yang membelah Blok D25 yang sebenarnya sangat vital. Namun, saluran tersebut penuh dengan sampah dan menyumbat gorong-gorong ke jalur saluran air berikutnya (lihat foto dibawah). Selain gorong-gorong, 3 buah pipa yang menghubungkan saluran air tersebut dengan saluran air yang langsung mengarah ke saluran irigasi juga tersumbat sampah yang tak pernah diangkat dan dibersihkan. Dari ketiga pipa tersebut, hanya 2 pipa yang bisa bekerja optimal setelah disodok-sodok untuk melepaskan hambatan sampah yang menyumbat. Sedangkan satu pipa (sayangnya ini pipa yang terbesar) tidak bekerja sama sekali. Aku menduga hal itu terjadi karena pipa tersebut telah pecah hingga tertimbun tanah.
Aku sangat tahu bahwa PT Citrakarsa Hansaprima sama sekali tidak pernah mengontrol saluran air tersebut, bahkan membiarkannya penuh dengan sampah. Baiklah, sebenarnya memang ada beberapa petugas (berpakaian safari) yang wara-wiri naik motor melihat-lihat ke dalam got dan saluran air di sekeliling komplek PDR. Tapi, apakah dengan melihat-lihat ke dalam got dan saluran air akan menjamin si saluran tidak akan tersumbat atau air tetap lancar mengalir? Sang petugas hanya wara-wiri saja, tidak lebih tidak kurang.
Jika warga tidak melakukan kerja bakti secara intensif selama 2 minggu kemarin (lihat postingku tentang Kerja Bakti di PDR Bagian 1 dan Bagian 2), maka kondisi saluran air tersebut akan jauh lebih parah dari sekedar apa yang terlihat di foto kali ini. Juga sangat disayangkan, saluran air yang sangat vital dengan volume air sangat besar seperti itu, hanya disalurkan dengan pipa berukuran kecil sejumlah 3 buah.
Tidak perlu terlalu jauh membayangkan ketiga pipa tersebut tersumbat sampah-sampah plastik. Tapi melihat air yang mengalir deras dengan volume besar akibat hujan kemarin aku yakin ketiganya tidak akan sanggup menampungnya. Nah, sekarang silahkan bayangkan jika hujan tersebut terjadi 2 hari berturut-turut dan tidak ada antisipasi sama sekali - apalagi oleh para petugas yang wara-wiri tadi. Tidakkah akan terjadi banjir yang lebih hebat? Ah, ada yang berbisik kepadaku, “Untung belum banjir kan, Pak?” Aku pasti akan menjerit, “Ah, Pak Untung soalnya masih betah bersama kita. Bagaimana jika Pak Untung bosan dan pindah dari PDR?” (senyumkecut-dot-argh!)
Aku tidak mengetahui dengan pasti, apakah hal ini terjadi juga di Blok-Blok lainnya dalam komplek PDR. Jika belum terjadi, aku sangat bersyukur. Namun, aku tetap berharap warga tetap waspada. Tidakkah “mencegah” jauh lebih baik daripada “mengobati”?
Oh ya, pengalaman di atas sangat mungkin terjadi di komplek-komplek perumahan lainnya. Bukan hanya karena kelalaian para pengembang perumahan (jelas mereka lalai, karena mereka hanya peduli dengan keuntungan bukan kualitas dan pelayanan), melainkan juga karena para warga umumnya kurang memperhatikan bagaimana situasi sistem saluran air dan apa yang mengisi saluran air tersebut.
Biasanya kita hanya peduli dengan saluran air di depan rumah kita saja, tapi tidak sempat memperhatikan keseluruhan sistem aliran air yang melalui rumah kita. Dari mana air tersebut berasal dan di mana air tersebut akan bermuara? Kita juga biasanya tidak memperhatikan bahwa sampah - terutama sampah plastik - pasti akan menyumbat saluran air. Mungkin saluran air di depan rumah kita sendiri, atau di bagian lain saluran air. Tapi yang pasti adalah jika satu titik saja saluran air tersumbat, maka tinggal soal waktu saja banjir akan terjadi dan meluas ke area yang lebih luas.
Nah, sudahkah Anda mulai memahami peliknya persoalan tentang saluran air dan banjir? Sederhana saja, sampah dan terhambatnya aliran air merupakan kunci penting penyebab banjir. Jika ingin mencegah banjir, Anda harus menjamin aliran air lancar tanpa hambatan, dan Anda harus menjamin bahwa tidak ada sampah plastik yang menghalangi aliran air. Persoalanya sekarang adalah siapa yang peduli??
4 comments:
Wah..wah.. CKHP bener2 dah...
Itu dah dikatakan banjir la um.. biar kate tinggi airnya setumit juga... jadi pengen jual gubuk ane aje... hehehe...
Hayo D18/01 berani tawar brp??
kekekekek....
mau di jual berapa pak?
Kalau di Depok Banjir setinggi lutut, gak bisa ngebayangin Jakarta. Itumah genangan air karena saluran air dipenuhi sampah. Hayooo rajin-rajin kerjabakti donk
info ini mengingatkan kita kalo buang sampah harus pada tempatnya agar tidak terjadi banjir kembali di perumahan permata depok
Post a Comment