Friday, August 31, 2007

Jasa Marga dengan motto "caveat emptor"

Caveat emptor is Latin for "Let the buyer beware"

Rasanya aku semakin sepakat bahwa apa pun badan usaha yang dikelola oleh pemerintah melalui berbagai departemen pasti tidak efisien dan cenderung memberi pelayanan buruk bagi para konsumen.

Kenaikan tarif tol kali ini pun seakan menunjukkan betapa PT Jasa Marga sebagai pengelola tol yang diarahkan (atau dikelola - apa lah bedanya) oleh Departemen Pekerjaan Umum tidak memiliki kinerja yang baik, bahkan sangat merugikan bagi para konsumen. Tentang kenaikan tarif tol kali ini, ada beberapa hal yang mengecewakan dari sikap pengelola tol yaitu:

  1. Sosialisasi tentang pelaksanaan kenaikan tarif tol tersebut yang tidak dilakukan sama sekali. Meskipun mereka mengakui bahwa mereka "terlambat", namun itu tidak merupakan jawaban atas usaha sosialisasi yang seharusnya mereka lakukan. Dengan kata lain, pengakuan terlambat itu cuma 'alasan' saja. Tidak patut diterima sama sekali
  2. Penentuan besaran kenaikan tarif tol tersebut tidaklah transparan, baik dari segi teknis perhitungan hingga argumen ekonomi di belakang nilai tarif tol baru yang diterapkan. Seperti kebanyakan perusahaan yang berurusan dengan kepentingan publik, alasan "merugi" selalu digunakan yang pada gilirannya menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memang "merugikan" konsumen.
  3. Terlepas dari besaran kenaikan tarif tol tersebut, kinerja pengelola tol sendiri tidak pernah mengalami perbaikan. Kasus-kasus klasik yang terjadi seperti pengaturan lalulintas tol yang macet, derek gratis yang hanya judulnya saja gratis tapi tetap saja memungut bayaran, hingga kenaikan tarif tol yang konsisten dilakukan tanpa kompensasi perbaikan merupakan contoh riil yang tidak bisa dipungkiri tapi selalu diabaikan oleh pengelola jalan tol.
Yang menurutku agak aneh adalah pernyataan dari Direktur Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum, Hermanto Dardak tentang fungsi jalan tol:
Fungsi jalan tol hakikatnya adalah untuk lalu lintas jarak jauh. Apabila masyarakat keberatan dengan mahalnya tarif tol untuk lalu lintas jarak dekat, mereka tidak usah menggunakan fasilitas jalan tol
Pertanyaan yang penting di sini adalah berapa km-kah jarak tempuh yang dianggap "jarak jauh"? Jika dari Taman Mini hingga Bintaro dianggap "jarak jauh", bagaimana dengan dari Taman Mini hingga Cilandak misalnya? Pernyataan si Dirjen tersebut menunjukkan bahwa dia tidak memiliki argumen sahih lainnya sehingga pada gilirannya membuat argumen "fungsi sesungguhnya" dari sebuah jalan tol lalu menyalahkan konsumen yang hanya ingin menggunakan sedikit fasilitas tersebut. Artinya, pengelola jalan tol menggunakan prinsip caveat emptor. Jadi, wahai para konsumen hati-hatilah jika ingin menggunakan fasilitas publik karena para pengelolanya hanya memikirkan kepentingan mereka sendiri tanpa peduli terhadap para konsumennya.


Powered by ScribeFire.

Thursday, August 30, 2007

Malaysia menyesal... Untuk?!

Malaysia menyatakan deeply regret alias menyesal atas insiden pemukulan wasit karate Indonesia oleh 4 orang polisi Malaysia. Apakah Indonesia puas? Banyak orang yang tidak puas, saya tidak terlalu peduli.

Tapi satu hal yang saya peduli, apa arti yang sesungguhnya deeply regret atau menyesal tersebut? Bisa ada beberapa kemungkinan arti tersebut:
  1. Malaysia 'menyesal' atas terjadinya insiden tersebut;
  2. Malysia 'menyesal' telah melakukan pemukulan terhadap wasit karate dari Indonesia
  3. Malaysia 'menyesal' karena si Indon (baca: wasit karate dari Indonesia) ternyata mengalami luka serius akibat dipukul 4 orang polisi Malaysia;
  4. Malaysia 'menyesal' karena si Indon (baca: wasit karate dari Indonesia) ternyata masih hidup setelah dipukuli 4 orang polisi Malaysia;
Silahkan pilih yang mana?
Mungkin orang-orang di Malaysia sana sesungguhnya akan pilih No.4. Karena orang Indonesia dan Malaysia sesungguhnya serumpun (sepaham?), maka Indonesia mungkin belum menerima 'penyesalan' tersebut....

Tuesday, August 28, 2007

ECON 16200: Sharing Two Story

I started ECON 16200 Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan (Environment and Natural Resource Economics) course today by informing students with reading list and suggested books related with this course. The other thing that I've been share with them today is two – supposed to be – interesting story on resources and environmental issue.

First, I distributed a two pages summary of Kenneth Boulding essay titled "The Economics of the Coming Spaceship Earth". I was quote them from Chapter 1 Box 1.1 "Natural Resource and Environmental Economics" book of Roger Perman et.al (see page 9). You may see the summary here. I believe Boulding discussion on sustainable economy in the year 1966 is becoming more relevant to see further for current and following years. Boulding initiated analysis about economic versus resource-constraint situation by contrasting two type of economy: "Cowboy economy" and "Spaceman economy". For me, the most interesting discussion from Boulding is that he already predict about today's global warming as follow:
The shadow of the future spaceship indeed is already falling over our spendthrift merriment. Oddly enough, it seems to be in pollution rather than exhaustion, that the problem Is first becoming salient. Los Angeles has run out of air, Lake Erie has become a cesspool, the oceans are getting full of lead and DDT, and the atmosphere may become man's major problem in another generation, at the rate at which we are filling it up with junk.
Does it sound like an influx-prophecy?

Secondly, I continued sharing the students with The Mystery of Easter Island. The island somehow told a story about the most extreme environmental destruction in the world and many researches indicate that it was man-made implications. Jared Diamond (2005)[*] said, "The overall picture of Easter is the most extreme example of forest destruction in the Pacific, and among the most extreme in the world: the whole forest gone, and all of its tree species extinct". The Easter Island case is one way to share concern for the future of humanity, especially using economic approach to answer several questions such as:
  • Will the environment be a constraint to human welfare?
  • What are the trade-offs: between people and nature; between the current and future generations?; and between poor and rich societies?, and finally
  • How can they be resolved?
I don't know whether the student excited or not with that two story. Hopefully, they will realize that our earth needs our attention with all knowledge that we have or gain. Since we are economist (wannabe), then obviously we should learn and use economics tools to answer the existing natural resource and environmental problems




[*] Diamond, Jared (2005). Collapse: How societies choose to fall or survive, London: Penguin Books, Ltd. p.107

Malaysia = Tukang Pukul?


Setelah sekian banyak membaca berita bahwa "majikan" Malaysia memiliki hobi memukuli para pembantu rumah tangga asal Indonesia, maka tambahan berita tentang wasit olahraga karate asal Indonesia yang dipukuli oleh polisi Malaysia hari ini membuat aku ingin mengambil kesimpulan bahwa di Malaysia penuh dengan tukang pukul. Atau, malahan aku sebenarnya ingin sekali berkesimpulan bahwa orang Malaysia semua "sakit". Entah sakit jiwa, sakit mental, atau sakit apalah. Hal tersebut karena yah itu tadi, mereka ternyata sangat ringan tangan dan mudah sekali memukul.

Meskipun demikian, orang Indonesia janganlah meniru orang Malaysia demikian. Bahkan, jika kelak bertemu orang Malaysia cobalah berterimakasih karena telah menunjukkan apa arti sesungguhnya dari "Malaysia is Truly Asia".

PS: Sangat disayangkan bahwa Presiden SBY cuma bisa prihatin (baca di sini). Tadinya aku mengharapkan dia akan bereaksi yang sama kerasnya seperti soal "kawin sebelum jadi taruna" terhadap Malaysia.


Powered by ScribeFire.

Friday, August 17, 2007

Dirgahayu!


Today is the Indonesian Independence Day.
Dirgahayu Republik Indonesia ke-62.
Merdeka!

Quo Vadis Virginity

After posting about Indramayu District Head "silly" policy on Virginity Test, I have curiosity about what does it mean to become virgin? In this case, I use the same meaning of virgin both for male and female[*]. When I am trying to look for definition, I found this web that defining various definition of virginity and you are welcome to provide your own definition. Meanwhile, it also mention about several consideration for offering new definition of virginity. You are recommended to think about several situations and ask yourself about how such situations will be adequate to give a meaning for virginity. Those situations are:
  1. Is someone who is raped or molested no longer a virgin?
  2. Is actual intercourse the only act that counts when determining ones virginity?
  3. If he/she willingly engage in other intimate sexual acts but do not have intercourse, is it fair to still consider himself/herself a virgin?
  4. Is the current definition of virginity, and all the social stigma attached to it, biased toward girls? Is this right?

So, what do you think of those situations? My very simple and whole conclusion is virginity simply health or biological condition. Judgment or consideration about virginity should be only based on that factor. If you put your social stigma, religious and norms label on this definition then used it for yourself and not to put them on others. That is why I am still feeling sick and tired when I read or hear people (especially religious leader and government officer) talking about morality and at the end put women as a convict.



[*] Using Indonesian language, virgin for female called “perawan” while for male one called “perjaka”. I believe the difference is also construct – not only by language factor – but socio-culture factor where female being in sub-ordinate position compare to male

Thursday, August 16, 2007

test keperawanan? Cape' deh...

Menarik dan ruarrr biasa!!

Mengutip kata-kata dari Ibu/Mbak Megakarti di NEWSdotCOM: Kantor Berita Republik Mimpi, "Inilah akibatnya kalau Bupatinya laki-laki!", maka akan ada test keperawanan bagi para siswi SMU di Indramayu.

Jika kugunakan pendekatan Kesehatan Reproduksi, pertanyaan umum yang seharusnya diajukan adalah apakah test tersebut signifikan akan mengurangi insiden seks pra-nikah atau video mesum?

Terlepas dari kontradiksi perlukah juga kita melakukan test keperjakaan (untuk para siswa) - salah satu kontradiksi yang pasti akan dikemukakan oleh kaum perempuan, menurutku sangatlah tidak relevan dan tidak signifikan test "seksualitas" seperti ini dilakukan, apalagi jika tujuan utamanya adalah mencegah seks pra-nikah atau pelanggaran moral seperti video mesum dan foto-foto seronok/porno.
Seperti diutarakan oleh si Bupati,
Jika hasil pemeriksaan medis diketahui terdapat siswi SMP/Mts dan SMA/SMK/MA tidak perawan lagi atau kegadisannya sudah hilang, maka orangtuanya akan dipanggil sekolah.
"Orangtuanya akan diingatkan untuk lebih waspada dalam mendidik putrinya sehingga jangan hanya bisa menyalahkan sekolah atau gurunya saja," kata Bupati Irianto MS Syarifudin.
Yang lucu di sini adalah apakah si Bupati mengetahui apa saja penyebab keperawanan atau kegadisan bisa hilang? Bukankah hilangnya keperawanan atau kegadisan bisa juga disebabkan oleh faktor di luar hubungan seksual? Bagaimana kita mengetahui penyebab pasti hilangnya sebuah keperawanan atau kegadisan?

Atau, bagaimana nasib para perempuan yang teridentifikasi "masih perawan/gadis"? Perlukah kita sanjung-sanjung perempuan tersebut, dan - ini biasanya solusi dari kaum tradisionalis - segera saja dinikahkan agar jangan sampai hilang keperawanannya dengan cara di luar institusi perkawinan.

Kesimpulanku, jika fokus kebijakan hanyalah untuk mencari "kebenaran" (takut disalahkan atau mencari kesalahan orang lain) seperti yang diutarakan si Bupati maka terjadilah penciptaan kebijakan-kebijakan "nyeleneh" seperti ini. Sama halnya seperti kebijakan razia perempuan "malam" (baca: perempuan yang kebetulan keluar di waktu malam hari) yang terjadi di Tangerang dan kebijakan-kebijakan berbau "penegakan moral" lainnya. Dan, jika diperhatikan secara seksama, ujung dari semua masalah dan solusi yang ditawarkan para pemimpin gerakan "penegakan moral" ini adalah memberangus dan menindas kelompok perempuan. Cape' deh...

Benar-benar negeri dan orang-orang yang aneh...

Update: Ternyata bukan hanya Bupati Indramayu saja yang "nyeleneh", bahkan kebijakannya tersebut juga didukung oleh pejabat-pejabat nyeleneh lainnya. Pejabat di Dinas Kesehatan (Dinkes) dan Dinas Pendidikan (Dindiknas) menyatakan mendukung penuh kebijakan tersebut. Duh cape' deh lagi... cape' banget!

Monday, August 13, 2007

On Water Shortage, Once Again!


I really want to say, "I've told you so!". But it seems useless as well like last time I wrote this post try to remind all of you about this latent problem.

This article highlighted two problem that will not be able to solve in immediate time by Indonesian government: coordination and anticipation. (Please note, I have a great doubt that the two problem will - not only unable to solve - but also 'never' be able to see and realized. They are too blind and too greedy to know that there is a serious problem in this country).

The above example of government authority statement on "water shortage that is still in normal condition" (as seen on cartoon above) is one inevitable evidence and indication of the failure of Indonesia's today government. What is the name of the president and the vice president?

Friday, August 03, 2007

Mahasiswa FEUI dan amnesia

Hari ini benar-benar menggelikan sekaligus menyebalkan. Selain itu, keduanya bisa aku jadikan satu kesatuan perasaan yaitu miris. Perasaan tersebut dipicu oleh dua orang mahasiswa/i yang datang menyerahkan tugas mereka yang sudah lewat dari tenggat waktu yang ditetapkan. Semua momen tersebut diawali ketika aku memberikan tugas dengan instruksi yang berbunyi sebagai berikut:
Tugas Review Artikel: Perekonomian indonesia

Bacalah dengan seksama artikel yang berjudul “Struktur Spasial-Sektoral dan Ekonomi Indonesia di atas lalu tulislah review Anda atas artikel tersebut.

Review yang Anda tulis sedianya mencakup: identifikasi persoalan atau pertanyaan mendasar yang Anda identifikasi dari artikel tersebut. Kemudian, kaitkan dengan teori dan atau konsep ekonomi pembangunan dan kajian kebijakan-kebijakan ekonomi yang ada di Indonesia yang telah Anda pelajari di mata kuliah Perekonomian Indonesia. Akhiri dengan kesimpulan dan atau saran konkret Anda atas identifikasi persoalan/pertanyaan di bagian awal.

Analisis kritis sangat dihargai dalam review ini, yang sedianya dilengkapi dengan literature dan kepustakaan ilmiah yang mendukung. Penggunaan data empiris baik dalam bentuk grafik dan atau tabel akan dapat menambah kekuatan analisis dari review yang Anda susun. Jangan lupa menyebutkan pustaka, sumber data, dan rujukan-rujukan lain yang dikutip atau sajikan dalam review Anda.

Ketentuan Penulisan:

- Maksimal 3 halaman, sudah termasuk tabel, grafik dan daftar pustaka.

- Mengikuti kaidah penulisan ilmiah yang baku, plagiat sangat dilarang dan berat hukumannya

- Tidak perlu sampul depan, daftar isi, dan kata pengantar.

- Tipe huruf dan tata letak (batas margin, tipe kertas, dsb) disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing namun harus wajar.

Batas Waktu:

Dikumpulkan pada saat Ujian Akhir Semester (UAS). Susulan tidak akan diterima dengan alasan apapun, kecuali didukung bukti atas situasi yang sangat memaksa. Misal: sakit dengan rawat inap.

Perlu diketahui, UAS-nya berlangsung sehari sebelumnya (2 Agustus 2007). Aku menerima berkas tugas makalah tersebut kira-kira pukul 5 atau 6 sore setelah sesi UAS berakhir.

Semua mulai terjadi ketika keesokan pagi harinya, aku menerima kedatangan satu orang mahasiswi yang ingin menyerahkan tugas tersebut. Padahal, dalam instruksi sudah jelas dikatakan pada bagian "Batas Waktu" (lihat yang berwarna merah di atas) bahwa aku tidak menerima susulan dengan alasan apapun, kecuali karena sesuatu yang sangat memaksa. Bukankah ini berarti mahasiswi tersebut tidak "membaca" instruksi dengan benar?! Dan nampaknya pendapat bahwa mahasiswa/i tidak pernah membaca instruksi dengan benar adalah BENAR. Itu karena ketika aku periksa secara cepat saja setiap tugas yang dikumpulkan masih banyak yang ternyata melanggar instruksi tentang maksimal 3 (tiga) halaman. Bahkan ada yang menulis, "NB: Pak/Bu saya mohon maaf karena isi terdiri dari 4 halaman. Belum termasuk Lampiran". Aku hanya bisa tersenyum membaca "permohonan maaf" tersebut...

Kembali lagi ke cerita mahasiswi tadi, yang menjadi masalah buatku adalah ketika aku tanya,
"Kok terlambat?"
Si mahasiswi menjawab dengan ringan sekali,
"Saya lupa, Pak. Setelah ujian, saya langsung pulang jadi saya lupa mengumpulkan tugas"
Lupa?? Aku lanjutkan dulu dengan cerita mahasiswa kedua yang datang di sore hari, juga untuk menyerahkan tugas. Lagi-lagi saya tanya tentang kenapa terlambat. Si mahasiswa ini menjawab dengan ringan dan sambil tersenyum,
"Lupa, Pak. Saya benar-benar tidak ingat mengumpulkan tugas ini. Abis, banyak tugas-tugas yang lain"
Lupa?? (Lagi??). Oh ya, kedua orang mahasiswa/i tersebut juga aku tanya,
"Apakah anda tidak membaca intruksi di tugas tersebut?"
Jawab mereka,
"Baca, Pak"
Dan aku juga bertanya tentang apa saja yang mereka baca di dalam instruksi tugas tersebut. Namun, mereka tidak menyebutkan syarat tentang batas waktu (seperti yang diwarnai merah di atas). Jadi, kesimpulan bahwa mahasiswa/i tidak pernah membaca instruksi dengan benar adalah BENAR menjadi kesimpulan semakin sahih untuk disimpulkan.

Ketika berbicara dengan kedua mahasiswa tersebut, aku bertanya lagi - sambil menyimpulkan momen yang terjadi hari ini, "Mahasiswa FEUI sekarang sering amnesia, ya?" Mereka hanya tersenyum simpul (atau mau mengejekku karena menanyakan pertanyaan bodoh tersebut, ya?).

Jika pun para mahasiswa tersebut menggunakan alasan "karena banyak tugas maka (berhak) lupa dengan tugas lain", menurutku itu bukanlah suatu hal yang lumrah. Ditambah lagi jika memang sudah terlambat, janganlah menggunakan alasan "lupa" seakan-akan itu adalah alasan yang wajar dan bisa dimaklumi karena kehidupan mahasiswa sangat sibuk dengan begitu banyaknya tugas.

Tolonglah, wahai para mahasiswa! Tugas utama anda adalah belajar, dan bagian utama dari belajar adalah menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepada anda semua sesuai dengan ketentuannya. Jika memang ada alasan yang sangat memaksa, maka bolehlah kita carikan solusi lain atas ketidaksesuaian-ketentuan. Selain itu, terimalah kenyataan jika anda telah melanggar ketentuan dan siap - konsekuen - menerima sangsinya. Jangan bilang, "Lupa, pak!"

Kok anda tidak lupa bawa telpon seluler dan kunci mobil Honda Jazz anda ya?

Aku sangat curiga, jangan-jangan mahasiswa/i tersebut sebenarnya tidak mengerjakan tugas tersebut sampai akhirnya sadar kalau mereka sudah lewat tenggat waktu. Ketika mereka terlambat, maka mereka berspekulasi menyerahkan saja meskipun menggunakan alasan "amnesia" (baca: Lupa, pak!). Dengan menggunakan logika hukum peradilan, jika terdakwa ada dalam kondisi yang tidak sehat, mengalami gangguan mental, dan atau amnesia maka segala tuduhan terhadap terdakwa dianggap gugur demi hukum. Bolehlah mereka tetap mengumpulkan tugas mereka dan mendapatkan penilaian yang sama dengan rekan-rekan mahasiswa/i lainnya. Ah, jika amnesia kenapa boleh kuliah di FEUI ya?

Yang aku sesalkan adalah mengapa aku masih mau menerima tugas mereka ya?