Tuesday, May 17, 2011

duabelas purnama – duabelas wajah


Duabelas purnama lalu, seorang individu hadir diantara kami. Setelah sembilan purnama sebelumnya ia menjalani proses alam nan bergantung pada sosok seorang ibu. Ketika ia lahir di dunia ini, berbagai rasa muncul seketika. Jelas bahagia dan haru, namun takut dan khawatir begitu pun amarah sering tak terduga hadir. Dari semua hal itu, di setiap akhir purnama pasti ada satu hal yang pasti berkumandang di setiap sudut relung hati: rasa syukur dan sebait doa untuk purnama-purnama yang akan datang.

Duabelas purnama lalu, seorang individu hadir di antara kami dan menampakkan kepribadiannya. Satu hal yang kami saksikan setiap pagi, siang, sore dan malam adalah seraut wajah yang menunjukkan kemuliaan Hyang Agung. Di setiap purnama, kamu juga saksikan betapa wajah individu ini menampilkan sesuatu yang selalu baru. Berbagai cerita, ekspresi, rasa, dan harapan berselingan tampak dari setiap detil raut wajah tersebut. Semuanya kian menambah riuh kehidupan ini. Luar biasa!

Ada sebuah kutipan yang menarik untuk disimak:
The human face is the organic seat of beauty. It is the register of value in development, a record of Experience, whose legitimate office is to perfect the life, a legible language to those who will study it of the majestic mistress, the soul.
Eliza Farnham (American Author and Social Reformist)
Kami bersyukur ia yang lahir duabelas purnama lalu berhasil menunjukkan duabelas wajahnya hingga kini. Ia telah menjalani perkembangan dan pengalamannya di tahun pertama dengan baik. Doa tulus terpanjat demi harap agar ia mampu terus melalui tahun-tahun selanjutnya dan menyempurnakan hidupnya. Kami juga bersyukur telah diajarkan tentang sebuah jiwa tentang kehidupan dalam bahasa yang sangat sakral - bahasa cinta dan kasih. Kami tak akan pernah berhenti belajar tentang wajah-wajahnya. Duabelas wajah tersebut telah mengawali pembelajaran yang tak terkira berharganya sehingga kami tak akan pernah berhenti berterima kasih atas anugerah ini.

Selamat berulang tahun yang pertama, anakku Arvind!

Canberra, 17 Mei 2011



Copyright © Dewa Wisana. All rights reserved

Tuesday, May 03, 2011

saat anakku mulai menari?

Anakku, Arvind, kini memasuki usianya yang ke-11 bulan (hampir 12 bulan!). Banyak hal yang terjadi selama kurun waktu tersebut yang mencampuradukkan berbagai rasa. Satu hal yang pasti, ia tumbuh dan berkembang dengan sehat serta kian menampilkan berbagai 'kemampuan' yang sedianya sesuai dengan perkiraan dan harapan akan tumbuh kembang yang dialami anak-anak pada umumnya (Terima kasih, Tuhan!).

Saat blog ini ditulis, Arvind dan Ibunya sedang ada di Jakarta, meninggalkanku sendiri di Canberra selama lebih dari 3 minggu. Selama kurun waktu tersebut, hal yang selalu kutunggu-tunggu saat mendengar kabar dari Jakarta adalah "Apa yang Arvind lakukan hari ini?". Begitu banyak yang Arvind telah tunjukkan, tapi ada satu hal yang menarik perhatianku. Menurut sang kakek, Arvind sekarang sering menggerak-gerakkan badan dan tangannya seolah-olah sedang menari jika mendengarkan alunan musik. Arvind menari? Benarkah?

Pertanyaanku tersebut secara kebetulan dijawab dalam pengantar sebuah artikel sebagai berikut:
"Anak-anak balita telah menunjukkan hal itu sejak dulu: mereka bergerak mengikuti satu irama musik, derap ketukan atau repetisi tepuk, tanpa mereka rancang. Mereka tak mengikuti desain apa pun, hingga "bentuk" jadi sebuah pengertian yang bermasalah. Tak ada arah yang pasti. Tak ada maksud mencapai hasil. Proses ini bukanlah proses serebral. Dalam tari anak-anak yang spontan, tubuh menemukan dirinya. Praktis mandiri."
(Caping: "Tari" oleh Goenawan Mohamad)

Berarti, Arvind yang menari, apapun "bentuk" tariannya telah menunjukkan dirinya yang kian utuh dan memulai kemandirian. Saat anakku mulai menari, ia mulai menunjukkan bahwa kami kedua orang tuanya harus bersiap mengasuh dan membimbingnya, bukan lagi sebagai seorang bayi melainkan sebagai seorang individu yang mandiri. Sebagai orang tua, kami harus bersiap belajar tentang seorang individu bernama Arvind dengan segenap karakter dan polahnya.

Begitu selesai membaca artikel Goenawan Mohamad tersebut dan mengingat semua tentang Arvind selama hampir 12 bulan ini, membuatku bersyukur...


Copyright © Dewa Wisana. All rights reserved
Enhanced by Zemanta