Putih...
selimut putih menutupi gelap
suram pepohon kering
dingin membeku
Tiada senyum dibalik wajah itu
bagaimana mempertahankan ceria
dalam kerasnya cuaca...
Lalu membayangkan asa
kenapa aku ada
di sini hari ini...??
Embun hanyalah setetes pagi yang mencoba menyusun kata. Namun kata selalu mencari makna. Gerombolan pikiran yang berduyun mencari ruang. Tanpa aturan, tanpa batasan. Ada yang memicu, ada yang menginspirasi. Cetak peristiwa masa lalu, baru tadi atau cita-cita ke depan belum pasti. Dan... embun pun menetes jatuh lenyap terserap bumi tatkala fajar kian hangat. Bila kenan kan, nantilah hingga esok hari sebelum jadi pagi. Semoga masih kan ada susunan kata baru...
Monday, January 10, 2005
Thursday, January 06, 2005
Ketika...
Ketika aku berjanji pada angin musim dingin untuk tabah melewati kerasnya hari, aku tidak menyangka bahwa aku akan ada di situasi seperti sekarang ini. Sepi seakan tak putus mengurung, mendekap erat, memetakan setiap jengkal tubuhku dan perlahan mengikis jiwaku. Setiap akhir pekan, aku bagai menuai nelangsa... Mengukur setiap sudut ruangan, meski sudah pasti tak akan berubah setelah sekian purnama aku menempatinya. Sudah berkali entah berapa, jalan melepas selimut debu putihnya berganti kerikil-kerikil keras nan basah oleh lelehan air beku itu. Tak ada lagi tapak-tapak bercampur baur menciptakan garis di lapang luas seolah menunjukkan betapa janji dan hidup tak pernah linier. Betapa pun kukatakan aku tabah, tetap saja setiap senja aku menunggu gelap datang agar segera menelan jeritan sepiku.
Ketika rasa itu belum sedikit pun berkurang, aku pun merasa sia dalam usaha. Apa yang kubuat tak pernah bisa berdaya menjadi gemilang. Aku terus menciptakan kesalahan, dan tak satu pun upayaku jadi bernilai. Aku tak tahu harus bercerita bagaimana, ketika yang kudengar selalu betapa aku tak mampu... memberi apa pun, menyemangati, menunjukkan bukti, segera cepat, dan masih banyak lagi kealpaan yang terus menerus jadi bagian diriku tanpa ada satu pun yang boleh kuanggap buah upayaku. Ketika itu, aku merasa tak pernah berusaha.
Ketika kegagalan demi kegagalan ku telan, siapakah yang mau mendengar? Tak tahu pula pada siapa aku mohon didengar. Namun, kulihat itu bukanlah kegagalanku melainkan kecewanya karena kealpaanku. Aku menyesal, dan aku berusaha berubahnya. Aku tak putus semangat, maka kucoba lagi dan kucoba lagi. Meski pasti aku bagai keledai dungu yang sesekali masih terperosok ke lubang yang sama, tapi aku berusaha mengingat bilakah aku menemui lubang tersebut. Namun, mungkin upaya mengingat lubang itu tidaklah penting baginya karena sekali jadi keledai maka hanya kasihan yang layak untuk kesalahanku.
Ketika segala yang kuperbuat terlupakan... Iya, terlupakan maka yang boleh diingat hanyalah kesalahan dan kegagalan. Tak ketinggalan keburukan dan kelemahan. Aku tak pernah ingin menggali kesombongan akan keberhasilan, namun secuil apresiasi bolehlah kujadikan acuan agar yang baik dan benar bisa berulang dari usahaku. Namun, bilakah itu ada di matanya?
Ketika kata-kata cinta masih ingin kuucapkan lantang melewati benua dan samudera luas, aku kian merasa tenggelam dalam nista. Cinta tak pernah mengenal kasih dalam narasiku, melainkan air mata karena tangis bukan karena bahagia. Meski terdengar aku tak mengucapkannya lagi, jauh di dalam lubuk hati masih keras kugemakan kata-kata cinta dan sayang baginya meski tak pernah disambut tulus mengurai dalam jelmaan sebait kata-kata atau sekedar senyum dan tangis bahagia.
Ketika itu semua, aku hanya boleh mengucap syukur dan doa harap... agar segalanya jadi kian lebih baik, tak perlu lah keadaanku yang demikian.
Ketika rasa itu belum sedikit pun berkurang, aku pun merasa sia dalam usaha. Apa yang kubuat tak pernah bisa berdaya menjadi gemilang. Aku terus menciptakan kesalahan, dan tak satu pun upayaku jadi bernilai. Aku tak tahu harus bercerita bagaimana, ketika yang kudengar selalu betapa aku tak mampu... memberi apa pun, menyemangati, menunjukkan bukti, segera cepat, dan masih banyak lagi kealpaan yang terus menerus jadi bagian diriku tanpa ada satu pun yang boleh kuanggap buah upayaku. Ketika itu, aku merasa tak pernah berusaha.
Ketika kegagalan demi kegagalan ku telan, siapakah yang mau mendengar? Tak tahu pula pada siapa aku mohon didengar. Namun, kulihat itu bukanlah kegagalanku melainkan kecewanya karena kealpaanku. Aku menyesal, dan aku berusaha berubahnya. Aku tak putus semangat, maka kucoba lagi dan kucoba lagi. Meski pasti aku bagai keledai dungu yang sesekali masih terperosok ke lubang yang sama, tapi aku berusaha mengingat bilakah aku menemui lubang tersebut. Namun, mungkin upaya mengingat lubang itu tidaklah penting baginya karena sekali jadi keledai maka hanya kasihan yang layak untuk kesalahanku.
Ketika segala yang kuperbuat terlupakan... Iya, terlupakan maka yang boleh diingat hanyalah kesalahan dan kegagalan. Tak ketinggalan keburukan dan kelemahan. Aku tak pernah ingin menggali kesombongan akan keberhasilan, namun secuil apresiasi bolehlah kujadikan acuan agar yang baik dan benar bisa berulang dari usahaku. Namun, bilakah itu ada di matanya?
Ketika kata-kata cinta masih ingin kuucapkan lantang melewati benua dan samudera luas, aku kian merasa tenggelam dalam nista. Cinta tak pernah mengenal kasih dalam narasiku, melainkan air mata karena tangis bukan karena bahagia. Meski terdengar aku tak mengucapkannya lagi, jauh di dalam lubuk hati masih keras kugemakan kata-kata cinta dan sayang baginya meski tak pernah disambut tulus mengurai dalam jelmaan sebait kata-kata atau sekedar senyum dan tangis bahagia.
Ketika itu semua, aku hanya boleh mengucap syukur dan doa harap... agar segalanya jadi kian lebih baik, tak perlu lah keadaanku yang demikian.
Tuesday, December 28, 2004
tadi pagi
Tadi pagi sebuah puisi datang mengilhami
namun kau tak bersamaku
membawa serta kebenaranmu pergi
Puisi itu telah lama kutunggu
dalam air mata nan sendu
Sekian lama ingin kupersembahkan
bagi alam dan kehidupan
dan seketika ia berkelebat datang
di antara celah pijar cahaya fajar
Namun kau tak bersamaku
membawa serta harapan pergi
Kupikir bila surya telah tegar
aku akan bisa berbagi kasih untuk kau rasa
Kasih setulus bunga dari taman segar
yang kelopaknya begitu halus penuh jiwa
dan semerdu nyanyian burung yang menggema
di angkasa
Namun betapa pun itu...
dengan segenap hati aku mencoba
nada puisi itu tak mampu padu melagu
Sekarang, kau datang dengan kebenaran
dengan harapan yang tadi ikut pergi
Puisi itu yang berganti tak di sini
hanya kau dan kebenaran dan harapanmu semata
namun kau tak bersamaku
membawa serta kebenaranmu pergi
Puisi itu telah lama kutunggu
dalam air mata nan sendu
Sekian lama ingin kupersembahkan
bagi alam dan kehidupan
dan seketika ia berkelebat datang
di antara celah pijar cahaya fajar
Namun kau tak bersamaku
membawa serta harapan pergi
Kupikir bila surya telah tegar
aku akan bisa berbagi kasih untuk kau rasa
Kasih setulus bunga dari taman segar
yang kelopaknya begitu halus penuh jiwa
dan semerdu nyanyian burung yang menggema
di angkasa
Namun betapa pun itu...
dengan segenap hati aku mencoba
nada puisi itu tak mampu padu melagu
Sekarang, kau datang dengan kebenaran
dengan harapan yang tadi ikut pergi
Puisi itu yang berganti tak di sini
hanya kau dan kebenaran dan harapanmu semata
Sunday, December 26, 2004
nanti
Aku adalah saat ini
hanya saat ini yang bisa kuamini
Baik buruknya
Indah cacatnya
Kehidupan yang boleh kurasa
bisa kukendalikan dalam upaya
adalah saat ini
Aku di masa nanti
sedang kuupayakan terjadi
segala yang terbaik jadi cita
seperti mimpi-mimpi asmara
Tak ingin bicara kecewa
manusia biasa hanya bisa merana
Aku saat ini adalah awal di masa nanti
Sederhananya...
Mari berjuang saat ini
demi lebih baiknya nanti
Namun, saat kau ragukan segala cara
cerita saat ini hanya jadi pemusnah jiwa
Kembali aku tersesat
dalam hutan hasrat nan lebat
Kompas dan petaku kau hempaskan
dalam kesia-sian
Kau takut itu terjadi
Aku lebih takut tak mampu menghindari
karena kaulah segara asaku...
saat ini dan juga nanti
Bilakah kau mengerti
kaulah bintang penunjuk langkahku?
hanya saat ini yang bisa kuamini
Baik buruknya
Indah cacatnya
Kehidupan yang boleh kurasa
bisa kukendalikan dalam upaya
adalah saat ini
Aku di masa nanti
sedang kuupayakan terjadi
segala yang terbaik jadi cita
seperti mimpi-mimpi asmara
Tak ingin bicara kecewa
manusia biasa hanya bisa merana
Aku saat ini adalah awal di masa nanti
Sederhananya...
Mari berjuang saat ini
demi lebih baiknya nanti
Namun, saat kau ragukan segala cara
cerita saat ini hanya jadi pemusnah jiwa
Kembali aku tersesat
dalam hutan hasrat nan lebat
Kompas dan petaku kau hempaskan
dalam kesia-sian
Kau takut itu terjadi
Aku lebih takut tak mampu menghindari
karena kaulah segara asaku...
saat ini dan juga nanti
Bilakah kau mengerti
kaulah bintang penunjuk langkahku?
Friday, December 24, 2004
Langit malam...
Langit malam, kumohon
peluklah aku...
Aku merasa hanya kaulah satu-satunya
yang sungguh menyayangiku
tanpa pamrih dan penuh kasih
Bulan, bintang dan matahari
hanya mengasihaniku dengan terangnya
namun, di matanya aku bukanlah apa-apa
aku hanya sekedar lalu lewat
dalam kegemilangan derita
Kemenangan adalah cita-citanya
aku hanya sekedar bidak langkah
menuju kejayaannya
Dan kini aku kian mengetahuinya...
Langit malam, kumohon
peluklah aku erat...
Aku sudah membakar buku-buku harapanku
sudah kurangkaikan buku baru bersama
menuju masa depan dengannya
namun, ternyata lembar demi lembar
halaman buku itu terserabut
dari jilid cinta
karena diisi oleh tinta hina
rasa yang dijatuhkan atas vonis
kealpaan dan kasihan semata
Inikah artinya aku tak layak
sedikit pun untuk Cinta?
Lalu siapa lagi yang boleh kupercaya?
Semua sudah kucoba
segala perih dan kecewa tak kuindahkan
kuganti dengan ukiran semangat dan harap
karena sungguh kupercaya Cinta
segala tuduhan dan caci maki kurangkul
kuingat dan kuamini sebagai pelajaran
karena sungguh kupercaya Cinta
segala apa yang boleh aku jadikan upaya
segalanya yang tak pernah diakuinya
kuanggap ujian dan tetap kuperjuangkan
agar boleh sedikit saja diterima
karena sungguh kupercaya Cinta
Langit malam, kumohon...
Kumohon dengan sangat
peluklah aku dengan erat
Peluklah aku dengan gelap pekatmu
Tidurkan aku dalam pembaringan maha hitammu
Rengkuhlah jiwa kerdilku dalam keluasan kelammu
Berkali sudah aku kehilangan arah...
dan malam ini, hanya kau
yang masih setia mendengarkanku
Langit malam, kumohon
peluklah aku dengan hangatmu
Aku sudah tak menangis lagi...
peluklah aku...
Aku merasa hanya kaulah satu-satunya
yang sungguh menyayangiku
tanpa pamrih dan penuh kasih
Bulan, bintang dan matahari
hanya mengasihaniku dengan terangnya
namun, di matanya aku bukanlah apa-apa
aku hanya sekedar lalu lewat
dalam kegemilangan derita
Kemenangan adalah cita-citanya
aku hanya sekedar bidak langkah
menuju kejayaannya
Dan kini aku kian mengetahuinya...
Langit malam, kumohon
peluklah aku erat...
Aku sudah membakar buku-buku harapanku
sudah kurangkaikan buku baru bersama
menuju masa depan dengannya
namun, ternyata lembar demi lembar
halaman buku itu terserabut
dari jilid cinta
karena diisi oleh tinta hina
rasa yang dijatuhkan atas vonis
kealpaan dan kasihan semata
Inikah artinya aku tak layak
sedikit pun untuk Cinta?
Lalu siapa lagi yang boleh kupercaya?
Semua sudah kucoba
segala perih dan kecewa tak kuindahkan
kuganti dengan ukiran semangat dan harap
karena sungguh kupercaya Cinta
segala tuduhan dan caci maki kurangkul
kuingat dan kuamini sebagai pelajaran
karena sungguh kupercaya Cinta
segala apa yang boleh aku jadikan upaya
segalanya yang tak pernah diakuinya
kuanggap ujian dan tetap kuperjuangkan
agar boleh sedikit saja diterima
karena sungguh kupercaya Cinta
Langit malam, kumohon...
Kumohon dengan sangat
peluklah aku dengan erat
Peluklah aku dengan gelap pekatmu
Tidurkan aku dalam pembaringan maha hitammu
Rengkuhlah jiwa kerdilku dalam keluasan kelammu
Berkali sudah aku kehilangan arah...
dan malam ini, hanya kau
yang masih setia mendengarkanku
Langit malam, kumohon
peluklah aku dengan hangatmu
Aku sudah tak menangis lagi...
Tuesday, December 21, 2004
[Nirjudul]
Awan biru bagai lagu sendu
liriknya mengeja kata demi kata
merintih ragu sakit diterjang sembilu
Angin malam bagai iringan harpa duka
alunannya terdengar asing membuai pilu
rasa sia menanti mati masih lama
Kata-kata lirih kata-kata hanya mengeja
sakitnya di luar makna
karena tak ada yang mau mendengarnya
tak bisa cepat berharap menghapusnya
Matahari tetap membara
dan panasnya kian membakar asa
mimpi buruk datang di tidur dan terjaga
adakah dia merasakannya?
Sayang, aku tak ingin meninggalkannya
bilakah boleh memilih tikamlah hati ini
dengan belati kasih kala memang masih tersisa
jangan tinggalkan asa di kemudian hari
Kumohon...
biarkan jiwa pergi menanggung derita
hingga saatnya dijemput mati
liriknya mengeja kata demi kata
merintih ragu sakit diterjang sembilu
Angin malam bagai iringan harpa duka
alunannya terdengar asing membuai pilu
rasa sia menanti mati masih lama
Kata-kata lirih kata-kata hanya mengeja
sakitnya di luar makna
karena tak ada yang mau mendengarnya
tak bisa cepat berharap menghapusnya
Matahari tetap membara
dan panasnya kian membakar asa
mimpi buruk datang di tidur dan terjaga
adakah dia merasakannya?
Sayang, aku tak ingin meninggalkannya
bilakah boleh memilih tikamlah hati ini
dengan belati kasih kala memang masih tersisa
jangan tinggalkan asa di kemudian hari
Kumohon...
biarkan jiwa pergi menanggung derita
hingga saatnya dijemput mati
Wednesday, December 15, 2004
mabuklah
Mabuklah jiwa dan pikiran duka
Siapa yang peduli sedih sang senja
Menyambut hujan dibalut dingin
Membekukan semangat yang susah payah
Dinyatakan demikian berharga
Bilakah kan hancur jelang pagi nanti?
Tak membutuhkan semangat lagi…
Sudah lelah menanggung tekad
Hanya jadi gemuruh bising tak nyata
Mabuklah jiwa dan pikiran hina
Lagu-lagu paling hingar tak bisa kudengar lagi
Pelarian yang paling cepat bisa kulakukan
Sudah kutempuh tapi tak pernah cukup
Lelah berperang melawan nestapa
Menjadi baik buat apa jika dianggap sia
Tak membutuhkan kebaikan lagi…
Sudah tak kuat mencari kebaikan
Hanya jadi kesalahan yang tertunda
Mabuklah jiwa dan pikiran sepi
Siapa yang peduli, di sudut dingin ini aku sendiri
Mereka biasa terlena dengan kemabukkan ini
Kini harus mulai membiasakan diri
Menenggak cepat dan semoga segera terlupa hidup
Agar tetap bisa menjaga rasa sendu di hati?
Tak membutuhkan mengingat lagi…
Sudah tak mampu mengingat
Hanya jadi masa lalu terlewat
Mabuklah jiwa dan pikiran nelangsa
Perjuangan di depan mata hanya fatamorgana
Seperti angin kencang meluluhkan dedaun asa
Tersapu jatuh bersatu dengan lumpur dan debu
Dilibas langkah-langkah besar tanpa ragu
Dunia tanpaku akan tetap melaju
Tak membutuhkan melangkah lagi…
Sudah tak sanggup melangkah
Hanya jadi cetak telapak terbuang tergenang
Kata mereka aku harus kuat
Sudah berusaha keras dan aku cukup kuat
Tapi sungguh…
Kata-kata sungguh itu membuat kekuatan apa pun
Jadi tak punya nilai sama sekali
Sebotol tak perlu habis membuatku
Kembali ke kelemahan abadi manusia biasa
Keinginan untuk tak menyerah ini masih ada
Tapi, tak tahu musti bagaimana lagi
Maka kumohon mabuklah jiwa dan pikiran segala
Hanya demi membantu menemukan lelah sejati
Tembok itu kian kokoh disetiap belaian sayangku…
Bilakah air mata jadi cinta yang menangguk bahagia?
Atau hanya kasihan semata sebelum dianggap merana…
Agar cukup meratap hari ini
Mabukkan semabuk-mabuknya…
Biarlah jadi tak berdaya
Tak perlu lagi segala daya itu…
Siapa yang peduli sedih sang senja
Menyambut hujan dibalut dingin
Membekukan semangat yang susah payah
Dinyatakan demikian berharga
Bilakah kan hancur jelang pagi nanti?
Tak membutuhkan semangat lagi…
Sudah lelah menanggung tekad
Hanya jadi gemuruh bising tak nyata
Mabuklah jiwa dan pikiran hina
Lagu-lagu paling hingar tak bisa kudengar lagi
Pelarian yang paling cepat bisa kulakukan
Sudah kutempuh tapi tak pernah cukup
Lelah berperang melawan nestapa
Menjadi baik buat apa jika dianggap sia
Tak membutuhkan kebaikan lagi…
Sudah tak kuat mencari kebaikan
Hanya jadi kesalahan yang tertunda
Mabuklah jiwa dan pikiran sepi
Siapa yang peduli, di sudut dingin ini aku sendiri
Mereka biasa terlena dengan kemabukkan ini
Kini harus mulai membiasakan diri
Menenggak cepat dan semoga segera terlupa hidup
Agar tetap bisa menjaga rasa sendu di hati?
Tak membutuhkan mengingat lagi…
Sudah tak mampu mengingat
Hanya jadi masa lalu terlewat
Mabuklah jiwa dan pikiran nelangsa
Perjuangan di depan mata hanya fatamorgana
Seperti angin kencang meluluhkan dedaun asa
Tersapu jatuh bersatu dengan lumpur dan debu
Dilibas langkah-langkah besar tanpa ragu
Dunia tanpaku akan tetap melaju
Tak membutuhkan melangkah lagi…
Sudah tak sanggup melangkah
Hanya jadi cetak telapak terbuang tergenang
Kata mereka aku harus kuat
Sudah berusaha keras dan aku cukup kuat
Tapi sungguh…
Kata-kata sungguh itu membuat kekuatan apa pun
Jadi tak punya nilai sama sekali
Sebotol tak perlu habis membuatku
Kembali ke kelemahan abadi manusia biasa
Keinginan untuk tak menyerah ini masih ada
Tapi, tak tahu musti bagaimana lagi
Maka kumohon mabuklah jiwa dan pikiran segala
Hanya demi membantu menemukan lelah sejati
Tembok itu kian kokoh disetiap belaian sayangku…
Bilakah air mata jadi cinta yang menangguk bahagia?
Atau hanya kasihan semata sebelum dianggap merana…
Agar cukup meratap hari ini
Mabukkan semabuk-mabuknya…
Biarlah jadi tak berdaya
Tak perlu lagi segala daya itu…
Sunday, November 14, 2004
Merasa...
ini puisi masih merasa nelangsa
di ujung senja
padahal sang senja sudah lepas dari jeda
lalu petang setelahnya kian gelap
kelam malam datang bagai kalap
nyanyian para pemabuk
masih bising mengiring
mereka bisa melupakan gulananya
semua tertumpah di jalan yang dingin
sedang ini puisi masih merasa
gelap di balik jendela lebih menyiksa
tak ada tempat bercerita
buku-buku catatan sudah tak ada
kertasnya hangus terbakar janji
dedaunan sudah resap dalam peluk bumi
tak menyisakan sehelai pun di ranting
tak ada tempatnya menorehkan
meski satu saja kata
… sepi …
ini puisi mencoba seteguk merasa
bilakah hangat minuman mereka
para itu pemabuk bahagia
cepat lalui petang setelah senja?
namun belum sempat mengecapnya
semua gelas berjatuhan pecah berhamburan
ikut berkumpul dengan gulana
yang telah dulu tumpah di jalan
yang kian dingin…
dan para pemabuk makin parau bernyanyi
ini puisi menangis getir dalam hati
senja telah jadi petang gelap
malam datang kian tegar tegap
sedang ini puisi semakin merasa
tersiksa dalam cuaca dan cinta
yang membekukan air mata
ini puisi hanya terpaku
bait kata-kata tak bicara
harap dan air mata mengeras kaku beku
sampai datang angin selatan
menghempaskannya….
terhempas tak lagi ada ini puisi…
tak lagi perlu merasa
esok tatkala mentari pagi datang
hangat kan menguapkan serpihannya
jadi awan menuju lautan tiada lagi sisa ini puisi…
tak lagi bisa dirasa tak perlu dirasa
di ujung senja
padahal sang senja sudah lepas dari jeda
lalu petang setelahnya kian gelap
kelam malam datang bagai kalap
nyanyian para pemabuk
masih bising mengiring
mereka bisa melupakan gulananya
semua tertumpah di jalan yang dingin
sedang ini puisi masih merasa
gelap di balik jendela lebih menyiksa
tak ada tempat bercerita
buku-buku catatan sudah tak ada
kertasnya hangus terbakar janji
dedaunan sudah resap dalam peluk bumi
tak menyisakan sehelai pun di ranting
tak ada tempatnya menorehkan
meski satu saja kata
… sepi …
ini puisi mencoba seteguk merasa
bilakah hangat minuman mereka
para itu pemabuk bahagia
cepat lalui petang setelah senja?
namun belum sempat mengecapnya
semua gelas berjatuhan pecah berhamburan
ikut berkumpul dengan gulana
yang telah dulu tumpah di jalan
yang kian dingin…
dan para pemabuk makin parau bernyanyi
ini puisi menangis getir dalam hati
senja telah jadi petang gelap
malam datang kian tegar tegap
sedang ini puisi semakin merasa
tersiksa dalam cuaca dan cinta
yang membekukan air mata
ini puisi hanya terpaku
bait kata-kata tak bicara
harap dan air mata mengeras kaku beku
sampai datang angin selatan
menghempaskannya….
terhempas tak lagi ada ini puisi…
tak lagi perlu merasa
esok tatkala mentari pagi datang
hangat kan menguapkan serpihannya
jadi awan menuju lautan tiada lagi sisa ini puisi…
tak lagi bisa dirasa tak perlu dirasa
Friday, November 12, 2004
kau dan aku
kau dan aku
dua dunia bertemu
dalam sebuah kurun waktu
dan cerita demi cerita
kisah asmara laksana
balada manusia pada umumnya
tapi berbedakah cerita
kau dan aku?
bilakah kisah asmara
kau dan aku
seperti balada manusia lainnya?
ah, pedulikah kau?
tidak aku...
aku hanya merasa tahu...
kau berkata, "aku kasihmu"
aku berkata, "kasihku adalah kamu"
kau berkata, "kamu kasihku"
aku berkata, "kasihmu adalah aku"
kau berkata, "aku sayang kamu"
aku berkata, "kamu sayangku selalu"
mari senandungkan lagu
dalam hati nan merindu
kau dan aku berpadu
Ås, 12Nov2004
dua dunia bertemu
dalam sebuah kurun waktu
dan cerita demi cerita
kisah asmara laksana
balada manusia pada umumnya
tapi berbedakah cerita
kau dan aku?
bilakah kisah asmara
kau dan aku
seperti balada manusia lainnya?
ah, pedulikah kau?
tidak aku...
aku hanya merasa tahu...
kau berkata, "aku kasihmu"
aku berkata, "kasihku adalah kamu"
kau berkata, "kamu kasihku"
aku berkata, "kasihmu adalah aku"
kau berkata, "aku sayang kamu"
aku berkata, "kamu sayangku selalu"
mari senandungkan lagu
dalam hati nan merindu
kau dan aku berpadu
Ås, 12Nov2004
Monday, November 08, 2004
Doa
Doa seorang pecinta untuk kekasihnya...
demi kesempurnaan masa depannya...
Demi bintang gemintang di angkasa gemilang
Demi bulan temaram penjaga malam
Demi angin penggerak kumpulan awan
Demi matahari cerah penguasa terang
Kumohon, wahai Pencipta semesta
dengarkan doa ini
Demi hatiku yang menaruh cinta abadi
Demi jiwaku yang tunduk pada hukum sejati
Demi segenap harapan yang ada dalam kehidupan
Demi segala upaya pun semua kecil kealpaan
Kumohon, wahai Pencipta semesta
dengarkan doa ini
Demi cinta abadiku, kekasihku
Demi jiwaku, kekasihku
Demi harapan dan cita cinta kami, kekasihku
Demi masa depan, kekasihku
Doa ini demi kekasihku
Atas seluruh kehendak-Mu, kumohon
kabulkan doa ini
Doa kasih agar tegar
kala menantang halangan
dan pulang dengan kemenangan
di hati... di jiwa... dan cinta
Amin...
Swaha...
Inferno 208, 07Nov2004
"... doaku selalu bagi keberhasilanmu"
demi kesempurnaan masa depannya...
Demi bintang gemintang di angkasa gemilang
Demi bulan temaram penjaga malam
Demi angin penggerak kumpulan awan
Demi matahari cerah penguasa terang
Kumohon, wahai Pencipta semesta
dengarkan doa ini
Demi hatiku yang menaruh cinta abadi
Demi jiwaku yang tunduk pada hukum sejati
Demi segenap harapan yang ada dalam kehidupan
Demi segala upaya pun semua kecil kealpaan
Kumohon, wahai Pencipta semesta
dengarkan doa ini
Demi cinta abadiku, kekasihku
Demi jiwaku, kekasihku
Demi harapan dan cita cinta kami, kekasihku
Demi masa depan, kekasihku
Doa ini demi kekasihku
Atas seluruh kehendak-Mu, kumohon
kabulkan doa ini
Doa kasih agar tegar
kala menantang halangan
dan pulang dengan kemenangan
di hati... di jiwa... dan cinta
Amin...
Swaha...
Inferno 208, 07Nov2004
"... doaku selalu bagi keberhasilanmu"
Sunday, October 31, 2004
Waktu
kau mengejar malam karena waktu telah dicuri oleh siang
aku mengejar siang karena waktu telah dicuri oleh malam
mataharimu adalah panas yang lebih penat
bulanku adalah dingin yang lebih pekat
kita sama-sama memutar jarum-jarum
penunjukan waktu-waktu
kala kau memutarnya maju
kala aku memutarnya mundur
betapa jauh waktu kita kini terpaut
namun, di saat peristiwa waktu ini menjemput
aku kian merasa dekat denganmu dalam hati dan asa
waktu boleh kian merenggangkan tautan kita
sedangkan cinta dan ikatan jiwa
sudah kumaklumatkan bersaksi:
demi bulan dan matahari
demi gunung dan samudera
demi seluruh musim-musim di seluruh bumi
demi siang dan malam
akan tetap kujaga di mana pun berada
akan tetap kuletakkan dalam degup jantung raga
walau sejak kini waktu
berjarak separuh dari satu hari bumi
Ås-Norge, 31Oct2004
"... after adjusting Saving Daylight Time"
aku mengejar siang karena waktu telah dicuri oleh malam
mataharimu adalah panas yang lebih penat
bulanku adalah dingin yang lebih pekat
kita sama-sama memutar jarum-jarum
penunjukan waktu-waktu
kala kau memutarnya maju
kala aku memutarnya mundur
betapa jauh waktu kita kini terpaut
namun, di saat peristiwa waktu ini menjemput
aku kian merasa dekat denganmu dalam hati dan asa
waktu boleh kian merenggangkan tautan kita
sedangkan cinta dan ikatan jiwa
sudah kumaklumatkan bersaksi:
demi bulan dan matahari
demi gunung dan samudera
demi seluruh musim-musim di seluruh bumi
demi siang dan malam
akan tetap kujaga di mana pun berada
akan tetap kuletakkan dalam degup jantung raga
walau sejak kini waktu
berjarak separuh dari satu hari bumi
Ås-Norge, 31Oct2004
"... after adjusting Saving Daylight Time"
Bintang Kecil di Langit Ås
Pagi masih begitu awal di langit Ås, cerah…
cakrawala masih memburai biru jadi kelabu semu
membias kilas di angkasa
bersih, tiada berarak putih awan
atau tanda hujan akan menjelang
titik-titik kemilau embun masih membeku
di ranting-ranting pohon yang sudah tak berdaun
bagai cukil-cukil lampu bening mungil
berkerlap kerlip mengerling menggoda kesegaran
namun, ada satu kerlip yang lebih menarik di atas sana
Satu bintang kecil masih berkerlip nun jauh di sana
mengapa kamu sendiri, wahai Bintang Kecil?
mengapa kamu hanya sendiri, di langit Ås yang sepi ini?
tiadakah bintang lain yang bersamamu sejak malam tadi?
aku pun sendiri di sini, menanti sang fajar menjelang hari
hangatnya kuharap bisa mengganti dingin musim gugur ini
agar seiring senandung hangatnya kerinduan
atas kehangatan belahan jiwaku sesungguhnya
yang masih tertinggal di selatan
adakah kau juga merasa sendiri seperti aku di sini?
pun adakah kau juga merasa merindukan belahan jiwamu di sini?
di belahan bumi Ås ini?
sudah berapa lama kau menanti dan merindu di atas Ås?
kubayangkan bagaimana cara mengirimkan pesan
ke ujung bumi yang lain?
sedangkan kau sendiri di atas sana, sendiri seolah masih mencari
cara yang ada untuk menemukan pencarianmu
semalam penuh kau menatap bumi tapi hingga hampir pagi
ini kau tetap tabah sendiri menanti mencari
pabila semburat langit menjadi kian terang
dibalik garis-garis cakrawala yang kian biru
dan bila sudah kau temukan apa yang kau cari
sudikah kau, Bintang Kecil di langit Ås,
membawa salam sayangku untuk-nya
lewat jalur bintang gemintangmu
ke bumi selatan sana, dan mohon katakan…
"Jeg elsker Deg der for mye - Aku sungguh sayang kepadamu..."
kelak, di pagi cerah hari yang lain…
kau dan aku bisa mengukir asa lagi bagi kekasih kita…
tetaplah berharap demi cinta…
Ås-Norge, 27Oct2004
cakrawala masih memburai biru jadi kelabu semu
membias kilas di angkasa
bersih, tiada berarak putih awan
atau tanda hujan akan menjelang
titik-titik kemilau embun masih membeku
di ranting-ranting pohon yang sudah tak berdaun
bagai cukil-cukil lampu bening mungil
berkerlap kerlip mengerling menggoda kesegaran
namun, ada satu kerlip yang lebih menarik di atas sana
Satu bintang kecil masih berkerlip nun jauh di sana
mengapa kamu sendiri, wahai Bintang Kecil?
mengapa kamu hanya sendiri, di langit Ås yang sepi ini?
tiadakah bintang lain yang bersamamu sejak malam tadi?
aku pun sendiri di sini, menanti sang fajar menjelang hari
hangatnya kuharap bisa mengganti dingin musim gugur ini
agar seiring senandung hangatnya kerinduan
atas kehangatan belahan jiwaku sesungguhnya
yang masih tertinggal di selatan
adakah kau juga merasa sendiri seperti aku di sini?
pun adakah kau juga merasa merindukan belahan jiwamu di sini?
di belahan bumi Ås ini?
sudah berapa lama kau menanti dan merindu di atas Ås?
kubayangkan bagaimana cara mengirimkan pesan
ke ujung bumi yang lain?
sedangkan kau sendiri di atas sana, sendiri seolah masih mencari
cara yang ada untuk menemukan pencarianmu
semalam penuh kau menatap bumi tapi hingga hampir pagi
ini kau tetap tabah sendiri menanti mencari
pabila semburat langit menjadi kian terang
dibalik garis-garis cakrawala yang kian biru
dan bila sudah kau temukan apa yang kau cari
sudikah kau, Bintang Kecil di langit Ås,
membawa salam sayangku untuk-nya
lewat jalur bintang gemintangmu
ke bumi selatan sana, dan mohon katakan…
"Jeg elsker Deg der for mye - Aku sungguh sayang kepadamu..."
kelak, di pagi cerah hari yang lain…
kau dan aku bisa mengukir asa lagi bagi kekasih kita…
tetaplah berharap demi cinta…
Ås-Norge, 27Oct2004
Monday, October 18, 2004
Tentang Kecantikan
kecantikan sesungguhnya
adalah lebih dari sekedar wajah yang indah dan
tubuh yang luar biasa...
kecantikan sesungguhnya
adalah kesederhanaan yang tidak pudar
meski waktu menggeser hari-hari menambah usia...
kecantikan sesungguhnya
adalah hal-hal kecil yang terus menyita perhatian
menghargai lebih dari sekedar memilikinya
kecantikan sesungguhnya
adalah keindahan yang dinamis....
seperti musim yang selang seling berganti...
hingga kita selalu mengagumi keindahannya
meskipun kita sedang mengulanginya…
tanpa pernah bosan...
dan hanya bisa berdecak kagum...
tanpa bisa mengeluarkan sepatah kata pun...
dan…
kecantikan sesungguhnya itu ada di diri istriku
yang bernama Diahhadi Setyonaluri..
seorang perempuan sederhana...
bukan karena penampilannya...
melainkan karena rona bibirnya yang indah
tanpa polesan merah lipstik
karena rona kelopak matanya ketika tertidur pulas
mengukir mimpi-mimpi indah
tentang masa depan
melainkan karena lembut pipinya yang menyejukkan jiwa
ketika menyentuhnya...
dan disunggingi senyum segar pagi...
khas penuh bunga-bunga indah musim semi...
dan si pembuat puisi ini bangga dipilih olehnya
untuk boleh menikmati semua kesederhanaan nan indah itu selamanya...
hingga bisa membuat si pembuat puisi ini
tak putus berpuisi....
aku sayang kamu....
aku sayang bagaimana kamu menyayangi aku...
Ås, 10oct2004
"... untukmu. Sedikit ungkapan yang tulus, dari sudut utara bumi"
adalah lebih dari sekedar wajah yang indah dan
tubuh yang luar biasa...
kecantikan sesungguhnya
adalah kesederhanaan yang tidak pudar
meski waktu menggeser hari-hari menambah usia...
kecantikan sesungguhnya
adalah hal-hal kecil yang terus menyita perhatian
menghargai lebih dari sekedar memilikinya
kecantikan sesungguhnya
adalah keindahan yang dinamis....
seperti musim yang selang seling berganti...
hingga kita selalu mengagumi keindahannya
meskipun kita sedang mengulanginya…
tanpa pernah bosan...
dan hanya bisa berdecak kagum...
tanpa bisa mengeluarkan sepatah kata pun...
dan…
kecantikan sesungguhnya itu ada di diri istriku
yang bernama Diahhadi Setyonaluri..
seorang perempuan sederhana...
bukan karena penampilannya...
melainkan karena rona bibirnya yang indah
tanpa polesan merah lipstik
karena rona kelopak matanya ketika tertidur pulas
mengukir mimpi-mimpi indah
tentang masa depan
melainkan karena lembut pipinya yang menyejukkan jiwa
ketika menyentuhnya...
dan disunggingi senyum segar pagi...
khas penuh bunga-bunga indah musim semi...
dan si pembuat puisi ini bangga dipilih olehnya
untuk boleh menikmati semua kesederhanaan nan indah itu selamanya...
hingga bisa membuat si pembuat puisi ini
tak putus berpuisi....
aku sayang kamu....
aku sayang bagaimana kamu menyayangi aku...
Ås, 10oct2004
"... untukmu. Sedikit ungkapan yang tulus, dari sudut utara bumi"
Sunday, September 19, 2004
Pecah Serpihan
Bagai gelas kaca di utara
yang telah lama dingin
membeku diterpa angin hujan salju
dari selatan sepanjang malam yang lalu
aku pecah berkeping-keping
tersebar menjadi tak berarti
dihujam terik mentari hari nan panas
Kata-kata cinta terselubung kabut ragu
yang beriring cepat mengikuti
deras aliran sungai
gigil hati yang membeku
dan menunggu dihempaskan lagi
setelah sekian kali dikasihani
beberapa musim panas lalu
Gelas kaca ini berusaha bertahan
deraan dingin ragu yang kian hebat
jauh lebih kuat
dari segala upaya yang boleh dikatakan
tujuan tersesat di ujung kutub
dan kompas tak mampu menunjukkan
arah mana yang harus diambil
Dan kini
gelas kaca ini pecah berkeping...
bila dingin beku
angin hujan salju
kembali menerpanya
dan terik mentari hari nan panas
kian menghujamnya
maka pecahannya akan menjadi serpihan
lebih tak berarti...
lebih tak berarti lagi...
Lalu untuk apa
dan kenapa
ia di sini...?
Drøbakveien, 18sep2004
yang telah lama dingin
membeku diterpa angin hujan salju
dari selatan sepanjang malam yang lalu
aku pecah berkeping-keping
tersebar menjadi tak berarti
dihujam terik mentari hari nan panas
Kata-kata cinta terselubung kabut ragu
yang beriring cepat mengikuti
deras aliran sungai
gigil hati yang membeku
dan menunggu dihempaskan lagi
setelah sekian kali dikasihani
beberapa musim panas lalu
Gelas kaca ini berusaha bertahan
deraan dingin ragu yang kian hebat
jauh lebih kuat
dari segala upaya yang boleh dikatakan
tujuan tersesat di ujung kutub
dan kompas tak mampu menunjukkan
arah mana yang harus diambil
Dan kini
gelas kaca ini pecah berkeping...
bila dingin beku
angin hujan salju
kembali menerpanya
dan terik mentari hari nan panas
kian menghujamnya
maka pecahannya akan menjadi serpihan
lebih tak berarti...
lebih tak berarti lagi...
Lalu untuk apa
dan kenapa
ia di sini...?
Drøbakveien, 18sep2004
"... hujan angin dingin -rasanya sudah seperti salju,
meski aku sama sekali belum melihatnya- sepanjang hari dan aku mencari puisi harapan
di sepanjang jalan basah sepi, tapi hanya pecahan serpihan kaca berserakan
yang kutemukan didepan pintu inferno-ku"
Friday, September 17, 2004
Aku Terbangun...
Aku terbangun...
aku merasa ingat sesuatu...
tapi aku tak tahu apa yang kuingat itu...
Aku terbangun...
aku merasa harus mengingat sesuatu...
tapi aku tak yakin apa yang harus kuingat itu...
Sesuatu yang begitu penting
tapi apa?
Yang aku rasakan hanya air mata
air mata yang tak ada artinya
dibandingkan sekian air mata
yang selalu tercurah karena Aku
Aku terbangun...
aku masih berusaha mengingat sesuatu...
sesuatu yang membuatku terbangun...
membuatku harus merasakan hanya air mata...
sesuatu yang pasti begitu penting
tapi apa?
Dan aku masih terbangun tanpa tahu
apapun yang kutulis hanya sampah
air mataku hanya kelu, semu
apa ini semua?
kenapa aku di sini?
untuk apa aku di sini??
Bahkan aku tak mampu mengingat hari lagi...
Biarlah aku selesaikan air mata tak berarti ini...
Ås-Norges, 17sep2004
"... it was too early than I imagine"
aku merasa ingat sesuatu...
tapi aku tak tahu apa yang kuingat itu...
Aku terbangun...
aku merasa harus mengingat sesuatu...
tapi aku tak yakin apa yang harus kuingat itu...
Sesuatu yang begitu penting
tapi apa?
Yang aku rasakan hanya air mata
air mata yang tak ada artinya
dibandingkan sekian air mata
yang selalu tercurah karena Aku
Aku terbangun...
aku masih berusaha mengingat sesuatu...
sesuatu yang membuatku terbangun...
membuatku harus merasakan hanya air mata...
sesuatu yang pasti begitu penting
tapi apa?
............. suara gitar itu terlalu perih
terdengar, membuatku merasa tersesat lebih dalam
ke pertanyaan yang tak berjawab...
pikiran ini terlalu dalam tenggelam...
Dan aku masih terbangun tanpa tahu
apapun yang kutulis hanya sampah
air mataku hanya kelu, semu
apa ini semua?
kenapa aku di sini?
untuk apa aku di sini??
Bahkan aku tak mampu mengingat hari lagi...
Biarlah aku selesaikan air mata tak berarti ini...
Ås-Norges, 17sep2004
"... it was too early than I imagine"
Cerita Tentang Senja dan Awan
Ah, ingin rasanya berbagi cerita
tentang senja dan awan...
Hari ini senja cukup ceria
biasanya basah atau murung dalam hujan
dan angin dingin memperkuat kesedihan
Senja memang senang berganti wajah di sini
dan jika ingin mengenal senja maka
berkenalanlah dengan awan...
Kenapa awan?
Awan selalu setia mengamati dan menemani senja
sejak pertama hingga akhirnya gelap menggantikannya
Awan juga yang bisa menunjukkan bagaimana senja
ingin menunjukkan wajahnya hari demi hari
Bagaimana awan bisa?
Awan selalu ada di ufuk sana dan segenap sudut
memayungi wajah sang senja hingga disadari
setiap senja berganti wajah maka sang awan pun
akan mampu mengukir dirinya sebagai cerminan
apa yang diinginkan senja saat itu
Awan akan putih berarak serabut tersebar
indah, mengurai biru langit, perlahan beralih
kekuningan emas, berangsur kian memutih berlawanan
dengan gelap langit yang tak lagi dihiasi mentari
Saat itu, senja begitu bahagia...
Senja begitu cerah...
Awan akan menjadi keruh, seputih kapas berdebu
atau menghitam di sudut-sudut tertentu
menggelapkan langit yang belum waktunya pudar
kadang menjadi basah dan hujan serta tak jarang
perhatikanlah...
bila awan berlarian ke sana ke mari
bergerak beriringian saling berganti
ditiup angin yang kuat dan dingin menusuk
saat itu, senja sedang kecewa...
Senja begitu tak ceria...
Tapi, senja memang begitu...
awan tak pernah berhasil menghiburnya
senja senang berganti wajah karena kehendaknya
bukan karena hiburan siapa pun, bukan pula karena awan
apalagi karena aku...
Aku hanya berharap
senja mau bercerita tentang cerianya
juga tentang kecewanya
Aku bukan seorang manusia yang berhasil
membahagiakan dunia, tapi setidaknya aku ingin
tidak memperburuk kecewa yang selalu kubuat
sadar atau tidak sadar kubuat
Jika senja mau bercerita dan berkata
tentang perjalanannya dan perasaannya
aku tak perlu mengganggu sang awan
yang selalu setia menantimu
menghiburmu dan pastinya
sudah dipercaya untuk menemani senja
selamanya...
Ås-Norges, 17sep2004
tentang senja dan awan...
Hari ini senja cukup ceria
biasanya basah atau murung dalam hujan
dan angin dingin memperkuat kesedihan
Senja memang senang berganti wajah di sini
dan jika ingin mengenal senja maka
berkenalanlah dengan awan...
Kenapa awan?
Awan selalu setia mengamati dan menemani senja
sejak pertama hingga akhirnya gelap menggantikannya
Awan juga yang bisa menunjukkan bagaimana senja
ingin menunjukkan wajahnya hari demi hari
Bagaimana awan bisa?
Awan selalu ada di ufuk sana dan segenap sudut
memayungi wajah sang senja hingga disadari
setiap senja berganti wajah maka sang awan pun
akan mampu mengukir dirinya sebagai cerminan
apa yang diinginkan senja saat itu
Awan akan putih berarak serabut tersebar
indah, mengurai biru langit, perlahan beralih
kekuningan emas, berangsur kian memutih berlawanan
dengan gelap langit yang tak lagi dihiasi mentari
Saat itu, senja begitu bahagia...
Senja begitu cerah...
Awan akan menjadi keruh, seputih kapas berdebu
atau menghitam di sudut-sudut tertentu
menggelapkan langit yang belum waktunya pudar
kadang menjadi basah dan hujan serta tak jarang
perhatikanlah...
bila awan berlarian ke sana ke mari
bergerak beriringian saling berganti
ditiup angin yang kuat dan dingin menusuk
saat itu, senja sedang kecewa...
Senja begitu tak ceria...
Tapi, senja memang begitu...
awan tak pernah berhasil menghiburnya
senja senang berganti wajah karena kehendaknya
bukan karena hiburan siapa pun, bukan pula karena awan
apalagi karena aku...
Aku hanya berharap
senja mau bercerita tentang cerianya
juga tentang kecewanya
Aku bukan seorang manusia yang berhasil
membahagiakan dunia, tapi setidaknya aku ingin
tidak memperburuk kecewa yang selalu kubuat
sadar atau tidak sadar kubuat
Jika senja mau bercerita dan berkata
tentang perjalanannya dan perasaannya
aku tak perlu mengganggu sang awan
yang selalu setia menantimu
menghiburmu dan pastinya
sudah dipercaya untuk menemani senja
selamanya...
Ås-Norges, 17sep2004
Wednesday, September 15, 2004
the Night and the Sun
If in the night
you still see the sun shine brightly
then it is the sign from the Sky
that the weather will be lovely
And I am right here
with the night and the sun
of lovely weather
wishing my heart
will reach my love to you
in the south
Gudbrandsdalen, 10Sep2004
you still see the sun shine brightly
then it is the sign from the Sky
that the weather will be lovely
And I am right here
with the night and the sun
of lovely weather
wishing my heart
will reach my love to you
in the south
Gudbrandsdalen, 10Sep2004
Kau Alamku
Matahari telah mengintip
dan kabut telah surut berangsur mengiringi
aliran sungai pagi nan dingin
Dingin masih memeluk kabut saat
angin membawanya ke hulu
deru sungai yang terus berlarian
mengingatkanku padamu
Pelukan hangatmu mengalahkan
musim dingin yang akan segera tiba
kecupan manismu melebihi
tipis kabut yang telah dilalui
sang angin
Hijau dedaunan dan bunga-bunga
yang mulai berganti warna
meninggalkan musim panas yang cerah
seolah kian memperindah rinduku
Kau ada di seantero alam ini
kau ada di jantung hatiku
kau ada di seluruh diriku
Bersatulah dalam keindahan
pesan-pesan alam
Dan cintaku selalu bersamamu
di manapun kita berada
Dovreskogen Gjestegård, 11Sep2004
dan kabut telah surut berangsur mengiringi
aliran sungai pagi nan dingin
Dingin masih memeluk kabut saat
angin membawanya ke hulu
deru sungai yang terus berlarian
mengingatkanku padamu
Pelukan hangatmu mengalahkan
musim dingin yang akan segera tiba
kecupan manismu melebihi
tipis kabut yang telah dilalui
sang angin
Hijau dedaunan dan bunga-bunga
yang mulai berganti warna
meninggalkan musim panas yang cerah
seolah kian memperindah rinduku
Kau ada di seantero alam ini
kau ada di jantung hatiku
kau ada di seluruh diriku
Bersatulah dalam keindahan
pesan-pesan alam
Dan cintaku selalu bersamamu
di manapun kita berada
Dovreskogen Gjestegård, 11Sep2004
Simple
simple song...
simple feeling...
what else you expect in simplicity??
I miss you like simplicity
this simple guy really miss you
like the earth who longing
for the bright shine of sun
after whole day rain
Smuksjøseter, 11Sep2004
"...in surrounding beautiful autumn, colour changing all over the mountain.
I wish you are here with me"
simple feeling...
what else you expect in simplicity??
I miss you like simplicity
this simple guy really miss you
like the earth who longing
for the bright shine of sun
after whole day rain
Smuksjøseter, 11Sep2004
"...in surrounding beautiful autumn, colour changing all over the mountain.
I wish you are here with me"
Friday, September 10, 2004
Lelah...
Kawan...
Aku lelah...
Aku lelah berduka
Aku lelah berduka atas apa yang menimpa
Mengapa bangsaku tak pernah belajar dengan sabar dan terbuka?
Aku lelah berduka akan apa yang menimpa
Mereka yang terhempas hanya berusaha bertahan hidup
Mengapa mereka yang sok tau tentang hidup
mengambil hidup atas alasan "kemuliaan"??
Aku lelah...
Aku lelah mengutuk
Aku lelah mengutuk para martir
yang mati dengan bangga, membela
kebenarannya...
kebenaran membunuh atas dasar "kemuliaan" (lagi)??
Aku lelah mengutuk para konspirator
yang menjadi otak dibelakang semua kebringasan
apa yang disebut peradaban manusia...
Benarkah manusia beradab?
Manusia tak lebih baik dari seekor binatang
Manusia Indonesia terutama...
Dan mungkin aku adalah salah satunya...
Jadi...
Aku lelah...
Aku lelah menjadi biadab
[Ås-Norges, 9Sept2004]
"... demi seluruh duka cita yang terucap di seantero nusantara.
Sungguh aku telah lelah (baca: bosan) mengucapkannya"
Aku lelah...
Aku lelah berduka
Aku lelah berduka atas apa yang menimpa
Mengapa bangsaku tak pernah belajar dengan sabar dan terbuka?
Aku lelah berduka akan apa yang menimpa
Mereka yang terhempas hanya berusaha bertahan hidup
Mengapa mereka yang sok tau tentang hidup
mengambil hidup atas alasan "kemuliaan"??
Aku lelah...
Aku lelah mengutuk
Aku lelah mengutuk para martir
yang mati dengan bangga, membela
kebenarannya...
kebenaran membunuh atas dasar "kemuliaan" (lagi)??
Aku lelah mengutuk para konspirator
yang menjadi otak dibelakang semua kebringasan
apa yang disebut peradaban manusia...
Benarkah manusia beradab?
Manusia tak lebih baik dari seekor binatang
Manusia Indonesia terutama...
Dan mungkin aku adalah salah satunya...
Jadi...
Aku lelah...
Aku lelah menjadi biadab
Aku berharap, jika aku lelah maka semua bisa berhenti.
Namun, bisakah kita yakin bahwa ini adalah yang terakhir??
[Ås-Norges, 9Sept2004]
"... demi seluruh duka cita yang terucap di seantero nusantara.
Sungguh aku telah lelah (baca: bosan) mengucapkannya"
Tuesday, September 07, 2004
Bawang Goreng
Rasa... Aku bicara soal rasa di lidah...
Tidak... Aku tidak ingin bicara tentang hati...
Aku sedang ingin bicara tentang lidah...
LUAR BIASA!!!
Belum pernah aku menemukan kenikmatan terbesar
seperti saat ini... Ternyata lidah
bisa merasa seperti hati
Merindu dan mencintai sebuah rasa
yang pernah dikecapnya
(Aku sedang tidak ingin berdebat, bahwa rasa tersebut
adalah kejutan-kejutan listrik di otak yang disebut
pikiran. Masa bodoh dengan realitas!)
ASTAGA!!!
Jangan banyak-banyak... Ini kenikmatan
bisa habis seketika
Padahal aku harus jauh mencarinya
di negeri yang maju tapi
Rasa adalah sesuatu yang mahal untuk lidah
atau aku saja yang belum menemukannya??
Masa bodoh dengan negeri ini...
Kutemukan yang bisa membayar sedikit
rasa di lidahku yang mulai hampa
Terima kasih...
Terima kasih atas bawang gorengnya...
Meski tak sebaik di negeri leluhurku
Tapi setidaknya ini sudah bisa mendekati
Apa yang bisa dirasakan oleh lidahku...
Ehm... bawang goreng...
[06 sept 04]
"... thanks Arild for the Bawang Goreng and the rice"
Tidak... Aku tidak ingin bicara tentang hati...
Aku sedang ingin bicara tentang lidah...
LUAR BIASA!!!
Belum pernah aku menemukan kenikmatan terbesar
seperti saat ini... Ternyata lidah
bisa merasa seperti hati
Merindu dan mencintai sebuah rasa
yang pernah dikecapnya
(Aku sedang tidak ingin berdebat, bahwa rasa tersebut
adalah kejutan-kejutan listrik di otak yang disebut
pikiran. Masa bodoh dengan realitas!)
ASTAGA!!!
Jangan banyak-banyak... Ini kenikmatan
bisa habis seketika
Padahal aku harus jauh mencarinya
di negeri yang maju tapi
Rasa adalah sesuatu yang mahal untuk lidah
atau aku saja yang belum menemukannya??
Masa bodoh dengan negeri ini...
Kutemukan yang bisa membayar sedikit
rasa di lidahku yang mulai hampa
Terima kasih...
Terima kasih atas bawang gorengnya...
Meski tak sebaik di negeri leluhurku
Tapi setidaknya ini sudah bisa mendekati
Apa yang bisa dirasakan oleh lidahku...
Ehm... bawang goreng...
[06 sept 04]
"... thanks Arild for the Bawang Goreng and the rice"
Sunday, September 05, 2004
Memanggil dan Menunggu
Aku memanggil sebuah rasa
Bahkan seluruh puisi kini pergi
Angin terlalu dingin mengurungku
Dan kerinduan dihempas oleh hujatan
Kata caci tak henti meski hari telah berganti
Aku harus melakukan apa lagi?
Aku menunggu sebuah lirik
Bahkan seluruh lagu kini tak ragu berlalu
Jari jemari diterjang malam sepi
Dan cinta malah mencampakkan jiwa
Keraguannya kian jadi dalam setiap arti
Bagaimana aku harus menjadi?
Aku masih memanggil...
Aku menunggu...
Tapi buat terhukum ini
Memanggil dan menunggu adalah niscaya
Meski telah kukuliti semua kehinaan
Tetap saja sekali durjana
Kata-kataku telah tak bermakna
Seolah di tengah api neraka
Para iblis pun tiada menyapa
Pentagon-"Inferno", 5 Sep 04
Bahkan seluruh puisi kini pergi
Angin terlalu dingin mengurungku
Dan kerinduan dihempas oleh hujatan
Kata caci tak henti meski hari telah berganti
Aku harus melakukan apa lagi?
Aku menunggu sebuah lirik
Bahkan seluruh lagu kini tak ragu berlalu
Jari jemari diterjang malam sepi
Dan cinta malah mencampakkan jiwa
Keraguannya kian jadi dalam setiap arti
Bagaimana aku harus menjadi?
Aku masih memanggil...
Aku menunggu...
Tapi buat terhukum ini
Memanggil dan menunggu adalah niscaya
Meski telah kukuliti semua kehinaan
Tetap saja sekali durjana
Kata-kataku telah tak bermakna
Seolah di tengah api neraka
Para iblis pun tiada menyapa
Pentagon-"Inferno", 5 Sep 04
Wednesday, September 01, 2004
aku Lari
Aku ingin keluar... Lari yang jauh...
Aku ingin berteriak lantang... Aku benci Aku!!!!!
Namun ternyata masih Aku yang ingin keluar...
Masih Aku yang ingin lari yang jauh...
Masih Aku yang ingin berteriak lantang...
Aku??
Kau yang mengatakan... di mana aku?
Aku yang menutupi aku...
Padahal aku hanya ingin melalui hari
Dengan terus mencari apa yang bisa disyukuri
Tersenyum dan membayangkan apalagi
Yang bisa disyukuri esok hari... tapi...
Di mana Aku?
Aku di sini...
Aku ingin keluar... Lari yang jauh...
Aku ingin berteriak lantang... Aku benci Aku!!!
.... aku benci Aku!!!
[Ås-Norges, 01092k*4]
"... selamat datang september"
Aku ingin berteriak lantang... Aku benci Aku!!!!!
Namun ternyata masih Aku yang ingin keluar...
Masih Aku yang ingin lari yang jauh...
Masih Aku yang ingin berteriak lantang...
Aku??
Kau yang mengatakan... di mana aku?
Aku yang menutupi aku...
Padahal aku hanya ingin melalui hari
Dengan terus mencari apa yang bisa disyukuri
Tersenyum dan membayangkan apalagi
Yang bisa disyukuri esok hari... tapi...
Di mana Aku?
Aku di sini...
Aku ingin keluar... Lari yang jauh...
Aku ingin berteriak lantang... Aku benci Aku!!!
.... aku benci Aku!!!
[Ås-Norges, 01092k*4]
"... selamat datang september"
Kehilangan Puisi
Kehilangan sebuah puisi... kehilangan sebuah puisi tentang sepi. Deretan lagu terus diperdengarkan, namun hanya dengung angin dingin yang keras menghembus terdengar di seantero hijau padang hingga tulang belulang sukmaku... Jari jemari kaki semangatku seperti mati tak bernurani sama sekali, dan aku tak kuat melangkah. Tapi ia nun jauh di sana berteriak tak sabar memanggil. Di mana harus kulangkahkan tekad mencari puisi yang hilang tentang sepi??
Kuningan gandum itu pucat, tak lagi kulihat cerah. Hujan sepanjang hari, datang dan pergi, hanya memberi nafas sesaat... Tapi di mana sang puisi?? Aku mungkin telah melenyapkan seluruh aksara dan makna-nya tanpa aba. Aku terlena dalam larutan alam yang ada di hadapan. Tapi aku tidak lupa pada hatiku, sama sekali tidak. Bila memang gelap menganggapnya demikian, apa boleh dikata. Maka laknatlah aku!
Aku tertidur karena lelah dan belum mampu sehebat sang bulan yang sanggup tersenyum sepanjang malam bagi bumi. Kini, di tengah malam tanpa bulan ini, aku mencari sebuah puisi tentang sepi? Padahal, pagi ini aku sudah gagal menyelesaikan pertarungan dan menjadi pecundang. Kalian pasti bisa menjadi yang utama hanya dalam semalam, sedang aku harus terus mengulangi malam-malam menjadi gagal. Demi itulah, sekarang aku sangat butuh puisi yang hilang tentang sepi...
Hanya sepi yang bisa menjawab kegagalanku. Hanya sepi yang mengerti bahwa aku tak pernah ingin menyerah. Hanya sepi yang boleh kuminta menunggu apa yang masih bisa kupikirkan untuk mencoba lagi. Hanya sepi yang akhirnya pun menerimaku. Dan ketika aku menunggunya, puisi yang kubuat telah menjadi kehilanganku... Aku kehilangan puisi tentang sepi.
[Ås-Norges, 31082k*4]
" ... walking alone in almost the middle of the night across the oat field, looking for my poet"
Kuningan gandum itu pucat, tak lagi kulihat cerah. Hujan sepanjang hari, datang dan pergi, hanya memberi nafas sesaat... Tapi di mana sang puisi?? Aku mungkin telah melenyapkan seluruh aksara dan makna-nya tanpa aba. Aku terlena dalam larutan alam yang ada di hadapan. Tapi aku tidak lupa pada hatiku, sama sekali tidak. Bila memang gelap menganggapnya demikian, apa boleh dikata. Maka laknatlah aku!
Aku tertidur karena lelah dan belum mampu sehebat sang bulan yang sanggup tersenyum sepanjang malam bagi bumi. Kini, di tengah malam tanpa bulan ini, aku mencari sebuah puisi tentang sepi? Padahal, pagi ini aku sudah gagal menyelesaikan pertarungan dan menjadi pecundang. Kalian pasti bisa menjadi yang utama hanya dalam semalam, sedang aku harus terus mengulangi malam-malam menjadi gagal. Demi itulah, sekarang aku sangat butuh puisi yang hilang tentang sepi...
Hanya sepi yang bisa menjawab kegagalanku. Hanya sepi yang mengerti bahwa aku tak pernah ingin menyerah. Hanya sepi yang boleh kuminta menunggu apa yang masih bisa kupikirkan untuk mencoba lagi. Hanya sepi yang akhirnya pun menerimaku. Dan ketika aku menunggunya, puisi yang kubuat telah menjadi kehilanganku... Aku kehilangan puisi tentang sepi.
[Ås-Norges, 31082k*4]
" ... walking alone in almost the middle of the night across the oat field, looking for my poet"
Hanya Dingin
Ah, kata mereka ini hanya dingin biasa. Hujan sejak semalam dan angin yang keras menerpa dalam cuaca basah, itu biasa. Hanya dingin yang dibawakan hujan dan angin keras itu. Tapi mengapa aku menggigil di dalam kamarku yang hangat?
Kata mereka, dingin ini cuma sesaat. Nanti ada yang lebih dingin lagi. Lebih dingin lagi? Iya, lebih dingin. Hingga membekukan hampir semua hal, termasuk manusia. Tapi mengapa air mataku beku di dalam hati yang sedang lara ini?
Ah, semua ini biasa. Dingin, hidup di negeri orang, hidup di suasana yang baru, kegembiraan yang sesaat, dan segalanya itu biasa. Banyak orang yang telah mengalaminya, jadi… Tapi mengapa aku merasakan semua “biasa” itu jadi dingin? Katamu, tak semestinya aku menggigil di dalam kamar yang hangat. Tak semestinya aku mengeluh karena air mataku ini beku. Tak semestinya aku menangguk hati yang lara.
Wahai, kamu yang ternyata paling tahu… Katakanlah terus tentang yang semestinya aku lakukan. Akan kuamini dan kujalankan kemestian itu.
*Aku bertanya pada Tuhan, mengapa aku diciptakan jika aku harus menjadi sempurna dalam satu malam?? Atau, ternyata aku ada karena aku harus menanggung cacad ini sendiri??*
[Ås-Norges, 31082k*4 just in Inferno]
Kata mereka, dingin ini cuma sesaat. Nanti ada yang lebih dingin lagi. Lebih dingin lagi? Iya, lebih dingin. Hingga membekukan hampir semua hal, termasuk manusia. Tapi mengapa air mataku beku di dalam hati yang sedang lara ini?
Ah, semua ini biasa. Dingin, hidup di negeri orang, hidup di suasana yang baru, kegembiraan yang sesaat, dan segalanya itu biasa. Banyak orang yang telah mengalaminya, jadi… Tapi mengapa aku merasakan semua “biasa” itu jadi dingin? Katamu, tak semestinya aku menggigil di dalam kamar yang hangat. Tak semestinya aku mengeluh karena air mataku ini beku. Tak semestinya aku menangguk hati yang lara.
Wahai, kamu yang ternyata paling tahu… Katakanlah terus tentang yang semestinya aku lakukan. Akan kuamini dan kujalankan kemestian itu.
*Aku bertanya pada Tuhan, mengapa aku diciptakan jika aku harus menjadi sempurna dalam satu malam?? Atau, ternyata aku ada karena aku harus menanggung cacad ini sendiri??*
[Ås-Norges, 31082k*4 just in Inferno]
Subscribe to:
Posts (Atom)