Wednesday, August 27, 2008

I Don't Wanna Say Goodnight

Akhirnya, kutemukan juga lagu yang sejak lama kucari-cari. Meskipun di YouTube disebutkan penyanyinya adalah Planet 3, sedangkan setahuku penyanyi aslinya adalah The Sweet.

Biar bagaimanapun, silahkan nikmati lagu kesayanganku berikut ini:




The Sweet Lyrics
I Don't Wanna Say Goodnight Lyrics

Quote of the day: politik sinetron Indonesia

Ketika politik jadi versi lain dari sinetron, ia menjangkau orang ramai—tapi bukan karena sesuatu imbauan yang menggugah secara universal. Kalaupun ia berseru mengutuk ketidakadilan, itu pun hanya berlangsung untuk satu episode. Sejarah manusia yang dulu terdiri atas kemarahan dan pembebasan diganti dengan sesuatu yang jinak. Kini cerita manusia tetap masih gaduh, tapi itu kegaduhan suara merdu, tangis + ketawa galak yang palsu, dan bentrokan yang akan selesai ketika sutradara (atas titah produser, tentu saja), berseru, ”Cut!”

Nihilisme itu memang bisa asyik. Ia memperdaya.


Catatan Pinggir - Majalah Tempo Edisi. 25/XXXVIII/25 - 31 Agustus 2008

Tuesday, August 26, 2008

pemilikan versus penggunaan

"Tarif empat jenis pajak kendaraan bermotor akan dinaikkan dan satu jenis retribusi baru akan diterapkan sebagai bagian dari kebijakan penurunan konsumsi bahan bakar minyak. Pemerintah menginginkan daerah berperan optimal dalam penghematan BBM."
Dari berita Kompas tersebut, sebenarnya ada yang patut kita perhatikan. Menurutku, kita harus membedakan antara konsep "pemilikan" versus "penggunaan". Jika pemerintah ingin berupaya menekan tingkat konsumsi BBM, seharusnya yang menjadi fokus adalah penggunaan bukan pemilikan. Maksudku begini:

Secara ekonomi, pajak dan retribusi kendaraan bermotor lebih menargetkan pada biaya "pemilikan". Artinya, sebagai instrumen ekonomi pajak dan retribusi yang dipungut sekali dalam setahun bahkan dengan tingkat yang paling mahal sekali pun hanya akan mengurangi kepemilikan kendaraan bermotor. Hal tersebut tidak dapat menjadi jaminan bahwa penggunaan kendaraan akan berkurang. Dengan kata lain, hal tersebut juga tidak akan menjamin bahwa tingkat konsumsi BBM akan berkurang. Oleh sebab itu, kebijakan ini memang rentan dampaknya pada industri otomotif dalam bentuk penurunan tingkat permintaan terhadap kendaraan.

Jika pemerintah memang ingin menurunkan tingkat konsumsi BBM - yang dituduh terbesar untuk kendaraan bermotor - maka seharusnya pemerintah fokus pada bagaimana caranya mengurangi "penggunaan" kendaraan bermotor. Artinya, silahkan saja individu atau penduduk memiliki mobil atau motor sebanyak yang mereka inginkan. Namun, jika ingin menggunakannya mereka harus "membayar" biaya penggunaan jalan raya yang semakin 'langka'.

Ingat, jumlah dan panjang jalan tidak meningkat dalam tingkat yang sama dengan tingkat penggunaannya (baca: jumlah mobil dan motor yang beredar di jalan). Jalan raya menjadi relatif lebih langka dari sisi ketersediaanya. Kelangkaan menunjukkan secara relatif semakin mahalnya 'jalan' untuk digunakan oleh kendaraan bermotor. Oleh karena itu, harus dipikirkan instrumen ekonomi apa saja yang bisa diterapkan untuk mengurangi "penggunaan" kendaraan bermotor?

Menurutku, ada beberapa solusi untuk mengurangi tingkat "penggunaan" kendaraan bermotor:
  1. Menyediakan sarana transportasi umum yang lebih baik, memadai, lengkap dan terintegrasi. Ini untuk menampung yang melakukan substitusi dari pengguna kendaraan pribadi.
  2. Menerapkan "biaya" yang lebih tinggi untuk aspek penggunaan kendaraan pribadi, antara lain: jalan tol, parkir di lokasi-lokasi tertentu, dan pembatasan penggunaan pada jam-jam tertentu.

Khusus untuk solusi kedua, salah satu contoh radikal dari kebijakan yang bisa adalah menaikkan tarif parkir di mal-mal mewah dan besar serta menurunkan tarif parkir di pusat-pusat transportasi umum seperti stasiun kereta atau terminal bus untuk kompensasi bagi penduduk yang menggunakan kendaraan pribadi hanya untuk penghubung dari rumah ke tempat-tempat transportasi umum. Pendapatan dari tarif parkir yang semakin tinggi bisa dialihkan untuk mendukung (baca: subsidi) transportasi massal yang - sedianya - terus ditingkat ketersediaan dan kualitasnya.

Bagaimana? Ada yang tidak setuju?

Friday, August 22, 2008

... dan terbukti sudah!

Dua hari lalu aku menyimpulkan bahwa di Indonesia, kepentingan industri rokok jauh lebih penting dibandingkan kesehatan penduduk Indonesia.

Dan berita hari ini seolah menyatakan... dan terbukti sudah bahwa BETUL kepentingan industri rokok jauh lebih penting dibandingkan kesehatan penduduk Indonesia.

Ok, back to smoking as usual...
What?
Who care about tobacco related diseases?!

Wednesday, August 20, 2008

rokok bermerek lebih "tidak" berbahaya?

Dari surat kabar The Jakarta Post,
"Cigarettes which are harmful to human health are perhaps those that are illegal or those that have high (levels of) nicotine. Branded cigarettes have less nicotine," [Anwar Surpijadi - the Finance Ministry's Director General of Customs and Excise] said
Anwar Surpijadi mengatakan - terjemahan bebas - bahwa rokok yang berbahaya untuk kesehatan merupakan rokok ilegal atau rokok yang memiliki kadar nikotin yang tinggi. Sementara itu, rokok bermerek memiliki kadar nikotin yang rendah. Dengan pernyataan berbeda, rokok bermerek dan rokok yang dijual resmi (tidak ilegal) lebih tidak berbahaya. Benarkah?

Ada satu fakta yang jelas tidak bisa dipungkiri bahwa rokok merupakan barang yang bersifat adiktif, alias dapat menimbulkan ketagihan. Salah satu komponen dalam rokok yang menyebabkan sifat adiktif tersebut adalah nikotin. Nah, mari kita bahas pernyataan "luar biasa" dari Pak Anwar Surpijadi tersebut.

PERTAMA, tentang rokok ilegal yang lebih tidak berbahaya bagi kesehatan. Secara akal sehat saja, apakah betul rokok yang diselundupkan - anggaplah dari Vietnam misalnya - lebih berbahaya bagi kesehatan kita dibanding rokok lokal yang kita beli di pedagang asongan? Tidak kan! Rokok dengan kandungan nikotin setinggi atau serendah apa pun, jika diakumulasi dalam tubuh akan memberikan dampak buruk bagi kesehatan. Terlepas apakah rokok tersebut kita konsumsi secara sembunyi-sembunyi atau terang-terangan. Hal ini berarti, Pak Anwar memberikan jawaban yang mengada-ada dan tidak memiliki dasar berpikir yang jelas.

KEDUA, tentang rokok bermerek memiliki kadar nikotin rendah sehingga lebih tidak berbahaya bagi kesehatan. Ada dua pernyataan dalam hal ini: 1) rokok bermerek memiliki kadar nikotin rendah; 2) rokok bermerek lebih tidak berbahaya bagi kesehatan. Untuk pernyataan pertama, dapat dibenarkan mengingat umumnya rokok bermerek menawarkan rokok yang memiliki kadar tar rendah. Namun, apakah dengan kadar tar rendah itu berarti bahaya rokok berkadar tar rendah terhadap kesehatan juga rendah? Bisa iya, bisa juga tidak. Penjelasannya sebagai berikut:

Jika seorang perokok mengkonsumsi jumlah batang rokok yang sama per minggu, maka si perokok tentu akan mengkonsumsi nikotin (baca: rokok) yang relatif rendah jika mengkonsumsi rokok "bermerek" (baca: kadar nikotin rendah); dibandingkan jika si perokok mengkonsumsi nikotin dari rokok "tidak bermerek" (kadar nikotin tinggi). Sampai di sini, pernyataan Pak Anwar bisa benar namun dengan asumsi bahwa si perokok mengkonsumsi jumlah batang rokok yang sama. Padahal...

Karena rokok bersifat adiktif, kadar nikotin yang rendah akan membuat si perokok pasti menambah jumlah batang rokok yang dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan akan nikotin yang sudah semakin membuat si perokok ketagihan. Meskipun si perokok mengkonsumsi rokok "bermerek" (kadar nikotin rendah), namun karena jumlah batang rokok yang dikonsumsi lebih banyak maka dampak akhirnya adalah nikotin yang dikonsumsi si perokok seperti dia mengkonsumsi rokok "tidak bermerek". Maka, tidakkah hal tersebut berarti bahwa bahaya terhadap kesehatannya tetap sama antara rokok "bermerek" dengan "tidak bermerek"?

Pernyataan di atas memiliki implikasi yang luas karena pernyataan tersebut menunjukkan bahwa bagi pemerintah kepentingan industri jauh di atas segalanya. Bahkan, kesimpulan tentang dampak kesehatan pun bisa diucapkan tanpa dasar berpikir dan argumen yang jelas. Hanya demi membela kepentingan industri. Atau, dengan kalimat yang lebih langsung, industri rokok jauh lebih penting dibandingkan kesehatan warga negara Indonesia.

Itulah maksudnya kan, Pak Anwar?? Jadi, ayo merokoklah lebih banyak...

Catatan: aku tidak anti perokok. Jika Anda merokok silahkan, aku tidak akan melarang. Namun, karena rokok adalah kenikmatan individu yang memberikan dampak tidak langsung kepada non-perokok (perokok pasif) maka seharusnya Anda yang merokok memberikan kompensasi kepada kami yang non-perokok untuk dampak buruk dari asap rokok yang Anda hembuskan namun kami rasakan juga. Untuk itu, bentuk kompensasi yang paling sederhana dan menguntungkan bagi bangsa dan negara adalah dengan membayar cukai rokok yang lebih tinggi dari tingkat yang berlaku saat ini.

Paling tidak, cukai rokok yang lebih tinggi tersebut akan memberikan tambahan penerimaan bagi negara. Mengapa subsidi BBM harus dikurangi, padahal menentukan hajat hidup orang banyak; sedangkan cukai rokok sulit untuk ditingkatkan padahal hanya menyenangkan para perokok dan merugikan non-perokok??

Sunday, August 17, 2008

Dirgahayu

DIRGAHAYU

Kemerdekaan Republik Indonesia Ke-63

Semoga kian jaya dan utama dalam pembangunan di segala bidang.

Monday, August 11, 2008

Sebulan tanpa plastik?

Pertanyaan yang penting dari kegiatan ini adalah "Sanggupkah kita?"

Chris Jeavans dari Inggris mencoba suatu hal yang pastinya sangat sulit dilakukan di Indonesia yaitu hidup selama satu bulan tanpa plastik. Latar belakang kegiatan ini bisa Anda baca di artikel A Month Without Plastic. Atau, jika Anda enggan membaca artikel panjang pun berbahasa Inggris tersebut, cobalah lihat video berikut.

Tanpa perlu paham dengan bahasa, Anda bisa melihat dan membayangkan - tentu jika Anda pernah sekali saja memperhatikan - betapa banyak plastik yang kita gunakan selama satu bulan. Dan jika kita ingin menjawab pertanyaan awal di atas, aku pasti akan menjawab "Kita belum sanggup!"

Tapi, aku sudah mulai mencoba melakukan kegiatan yang hampir mirip dengan Chris Jeavans. Berikut ini adalah cara-cara sederhana yang mulai aku lakukan:
  1. Jika membeli makanan, khususnya kudapan (snack), sebisa mungkin aku tidak mau memakai kantong plastik. Misal, aku membeli satu minuman kotak dan 2 potong roti maka aku pasti akan membawanya sendiri dengan tanganku. Yang penting di sini adalah kemauan menolak untuk menggunakan kantong plastik.
  2. Di tas kerjaku ada sebuah kantong plastik yang aku selalu bawa, jika terpaksa mampir ke toko untuk berbelanja kebutuhan rumah tangga yang tidak terlalu banyak. Dengan begini, aku mengurangi jumlah kantong plastik yang tidak terpakai di rumah jika setiap kali belanja kita diberikan kantong plastik.
  3. Sehari hanya boleh membeli maksimal satu minuman ringan yang dikemas dalam botol plastik. Jika ingin minum minuman ringan tambahan di hari yang sama, sedapat mungkin memilih yang menggunakan botol kaca. Jadi, aku harus minum di tempat membeli karena botol kaca tidak boleh dibawa pergi. Sisi positif dalam hal ini adalah kita tidak direpotkan dengan botol minuman yang dibawa ke mana-mana.
Itulah dia, ketiga kegiatan yang bisa aku lakukan untuk mulai menghemat penggunaan plastik. Tentu itu belum seberapa dibandingkan apa yang dilakukan oleh Chris Jeavans. Namun, aku percaya bahwa kita bisa mulai dengan sesuatu yang kecil dan sederhana asalkan dilakukan secara konsisten. Mudah-mudahan kelak, aku bisa meniru apa yang dilakukan oleh Chris Jeavans. Bravo Chris!

Friday, August 01, 2008

Merokok boleh, tapi cukai rokok harus naik...

Beritanya berjudul Cukai Rokok Perlu Naik. Kutipan terbaiknya antara lain:
”Orang yang kaya bolehlah merokok, tetapi penduduk miskin perlu diupayakan tidak merokok. Golongan masyarakat miskin lebih sensitif terhadap harga sehingga kenaikan cukai bisa mengurangi konsumsi rokok di kalangan ini,” ujar Abdillah.
Dampak kenaikan cukai terhadap petani tembakau dan industri, menurut peneliti Lembaga Demografi FE UI, Diahhadi Setyonaluri, relatif kecil karena perubahan permintaan rokok cenderung lamban.
Intinya, merokok boleh-boleh saja. Tapi, karena permintaannya tetap (akan) tinggi maka harusnya cukai yang dibayar juga harus (tetap) tinggi.

Berita lain yang terkait: Excise tax hike will not kill off industry

Thursday, July 24, 2008

kabar gembira dari Bergen, Norwegia...

Namanya Ahsanu Nadiyya Auliarezza dan baru saja lahir di Bergen, Norwegia.

Selamat untuk kelahirannya. Semoga sehat selalu, tumbuh dan berkembang dengan baik dan menjadi anak yang penuh restu dan berbahagia.

Selamat untuk Ayah dan Ibu-nya. Semoga sang Ibu dan Ayah-nya tetap sehat selalu dan terus membimbingnya.
Semoga keluarga sekalian mendapatkan restu dan kebahagiaan dari segala penjuru.

Sekali lagi, SELAMAT!!

Friday, July 18, 2008

kompetisi


Ilustrasi sederhana di atas bisa menunjukkan pentingnya "kompetisi". Siapa yang berani menawarkan barang dan jasa yang relatif lebih murah, tentu akan menarik perhatian dan minat konsumen. Kompetisi juga bisa mendorong pengembangan kualitas ke arah yang lebih baik lagi.

Eh, seseorang yang berbisik "Ah, itu bisa mematikan usaha orang lain? Sungguh tidak manusiawi"

Aku pasti akan berbisik balik, "Tidak usah pura-pura dong, kita kan selalu mencari sesuatu yang lebih murah kan? Tidak usahlah merasa 'peduli' dengan usaha orang lain."


Posting sejenis di KaFE depok.

Thursday, July 17, 2008

permaculture


When I was browsing about Simon-Ehrlich wager and Cornucopian, I found and start to stuck with Permaculture (find it here and here). That is why I post the above picture, as I amaze with the idea but at the same time thinking so hard on how to understand the basic principle.

Well, at least all I can say for now is... Let's start!

Selamat untuk Pak Pastika!


Selamat atas terpilihnya Pak Made Mangku Pastika sebagai Gubernur Bali.

Dengan prestasi yang tak bisa dipungkiri, ditambah catatan kerja yang relatif bersih dari hingar bingar politik yang semakin kotor saat ini (baca profil Made Mangku Pastika), terpilihnya Pak Pastika terasa sebagai suatu masa yang sudah ditunggu-tunggu dan merupakan suatu keniscayaan. Jika rakyat Bali yang sudah sedemikian paham dalam memilih pemimpin yang potensial, mudah-mudahan bisa menjadi contoh dan awal dari Pulau Bali yang semakin baik, tidak hanya dibidang politik tetapi juga di bidang-bidang lain.

Selamat juga untuk rakyat Bali yang telah berhasil melaksanakan Pilkada yang aman dan damai serta tingkat partisipasi yang cukup tinggi. Konon hingga mencapai 80 persen! Ini patut menjadi contoh bagi daerah-daerah lainnya di Indonesia.

Sekali lagi, selamat untuk Pak Pastika! Selamat bekerja dan semoga sukses!

Monday, July 14, 2008

Nine months with a bowl of empty promises


When I see Rose is Rose cartoon above, I remember a question from The Jakarta Post Editorial,
"...whether this nation really needs such a long campaign period."
I believe that despite of 34 parties participate in the election, this nine months campaign period just will adding up more 'burden' and uncertainty into such political extravaganza. At the in end, it only turn something to be nothing. But my big concern above all possible cost and burden that occur from the 'must-to-held' event like election is finally what will be the benefit for the people? Base on previous experiences, campaign just like advertising. It is only selling words and promises. And I believe, the 2009 election will be no different at all.

The biggest disappointment will be is that – just like the cartoon mention – "the bowl of empty promises" must be one of the new flavors! And most of Indonesian people, as with their innocent believe with political parties, they will look and support those "bowl of empty promises". Alas, those politician keep smiling then...

destinasi? Duh!

Istriku menceritakan bahwa ia saksikan dan dengar ketika menonton pemilihan Putri Pariwisata Indonesia 2008. Dan ia menanyakan hal berikut:
"Apakah kata 'destinasi' itu sudah baku? Bukankah bahasa Indonesia untuk 'destination' itu seharusnya 'tujuan'? Seperti kita biasa menterjemahkan 'destination area' menjadi 'daerah tujuan'??"
Aku hanya bisa menjawab, "Ah, lagi-lagi penggunaan bahasa Indonesia yang jorok."

Permata Depok Regency di Kompas

Jangan senang hati dulu ya, wahai Developer (PT Citrakarsa Hansaprima).

Seperti pernah beberapa kali blog ini muat (lihat di sini, sini dan sini), betapa sering sang developer mengabaikan keluhan dan kerisauan konsumen perumahan Permata Depok Regency. Jika pihak developer benar-benar peduli dengan kesuksesan proyek perumahan mereka sendiri, sudah semestinya setiap keluhan dan kerisauan konsumen dijadikan prioritas dalam setiap pelayanan yang diberikan.

Sederhana saja hukumnya, jika konsumen puas maka tidak akan segan-segan mereka mempromosikan dan bahkan merekomendasikan Permata Depok Regency. Namun, jika konsumen tidak puas pun bahkan dikecewakan maka tidak segan pula mereka akan memuat surat pembaca seperti berikut ini:

Rumah Permata Depok Regency

Hati-hati membeli rumah di Perumahan Permata Depok Regency (PT Citrakarsa Hansaprima). Saya pembeli berdasarkan surat pesanan rumah (Nomor: Rin/001602 tanggal 10 Maret 2008) di Permata Depok Regency (Cluster Jade E5/10).

Saya melakukan pengikatan perjanjian jual beli dengan pengembang PT Citrakarsa Hansaprima (5 April 2008) dan mendapatkan KPR dari Bank Mandiri dengan (Nomor: CNB.CLN/Jod. SPPK. KPR. 56734/031008 tanggal 31 Maret 2008) dengan harapan agar pembangunan rumah segera dilaksanakan.

Tetapi, sebelum pembangunan, saya diberi informasi dari teknisi bangunan bahwa peruntukan atau bentuk tanah saya di lapangan ternyata miring dari bagian belakang ke bagian depan rumah. Peruntukan atau bentuk tanah tersebut tidak sesuai dengan peruntukan atau bentuk tanah pada saat perjanjian jual beli, yaitu berbentuk persegi empat.

Saya telah melakukan konfirmasi kepada pihak PT Citrakarsa Hansaprima, baik dengan bagian marketing maupun bagian teknisi. Dari pihak marketing diberikan informasi bahwa gambar asli peruntukan atau bentuk tanah memang disembunyikan dengan alasan teknik penjualan rumah. Sedangkan bagian teknisi menyatakan bahwa hal tersebut bukan tanggung jawabnya, padahal yang lebih mengetahui gambar lokasi proyek adalah bagian teknisi.

Telah dua bulan saya meminta konfirmasi dan klarifikasi mengenai hal tersebut, tetapi hingga saat ini jawaban dari pihak marketing yang menawarkan diri sebagai wakil dari PT Citrakarsa Hansaprima selalu bertele-tele dan tidak memberikan solusi.

Bangun Jalan Serayu 4 Nomor 276, Cilincing, Jakarta

Friday, July 11, 2008

World Population Day 2008

The theme of World Population Day 2008 is "Family Planning: It's a Right; Let's Make it Real"

Focus for this year World Population Day commemoration is to provide a chance to raise awareness of the many benefits of family planning, including its vital role in enhancing maternal health, gender equality and poverty reduction.

One thing might need to be add further is family planning need to be emphasized in today's era not only aim for "quantity" but we should aim for "quality" of individual and or family as the world citizen. Malthus postulate might be loss the battle, but his main idea still possibly knock our door of future in different form.

Happy Population Day 2008!

Thursday, July 10, 2008

inefisiensi dan misalokasi sumber daya atas nama penegakan demokrasi

Ini adalah catatan kecil atas menjelangnya Pemilu 2009 seperti ditandai pengumuman tentang parpol peserta pemilu. Tak terbayangkan bagaimana nanti situasinya setelah mengetahu bahwa 34 Parpol ikut Pemilu 2009. Yang terbayang hanyalah hal-hal seperti berikut ini:

Penghamburan Uang
34 partai masing-masing akan menghamburkan uang sekian milyar rupiah untuk kegiatan-kegiatan yang tidak ada hubungannya dengan kesejahteraan masyarakat. Berbagai kegiatan seperti kampanye dan pembuatan atribut serta lain-lainnya jika kita total keseluruhannya pasti akan bisa digunakan untuk pembangunan dan perbaikan infrastruktur. Atau, dengan kata lain selama setahun ke depan Indonesia tidak akan ada perbaikan dan penyempurnaan sarana dan prasarana publik karena habis untuk kegiatan "hura-hura" politik yang terlalu besar ini.

Masa "Kritis" dan "Kronis"
Dengan 34 partai yang bertarung dalam pemilu 2009, berarti kita akan menghadapi hari-hari yang dipenuhi kampanye dan berbagai kegiatan turunannya. Kegiatan kampanye dari partai-partai yang banyak tersebut akan menimbulkan masa-masa "kritis" berupa kemacetan di jalan raya yang tak terhindarkan. Belum lagi hilangnya waktu karena harus menghindari kemacetan akibat penumpukkan massa akibat kampanye tersebut. Dari sudut pandang dunia usaha, kemacetan dan hilangnya waktu berarti juga turunnya produktifitas nasional karena jam kerja dan kenyamanan kerja menjadi terganggu. Belum lagi jika terjadi kerusuhan atau pertikaian antar pendukung parpol, ini akan menimbulkan masa "kronis" karena banyak hal yang menjadi tidak pasti dan sulit dipecahkan.

Kegiatan Perekonomian Akan "Beku"
Terkait dengan masa "kritis" sebelumnya, dengan riuh rendahnya pertarungan politik sepanjang tahun 2009 nanti sudah jelas kegiatan perekonomian akan "beku" alias stagnan karena berbagai perilaku para pelaku bisnis yang cenderung "wait and see". Mereka akan menunda kegiatan investasi, bahkan mungkin saja akan mengalihkan rencana ekonomi mereka ke wilayah/negara lain. Selain itu, dunia usaha juga akan menunda rencana ekspansi sedemikian sehingga kegiatan ekonomi cenderung tidak lebih baik dibanding periode sebelumnya. Selain itu, buruh dan pekerja mendapat tekanan karena masa-masa sulit akibat kenaikan harga serta kesempatan kerja yang terbatas membuat kegiatan usaha rentan dengan "kehangatan" dunia politik dalam pemilu nanti. Dengan kata lain, lagi-lagi bicara produktifitas ekonomi yang relatif menurun.

Dan masih banyak lagi pemikiran dan kekhawatiran yang sempat timbul dalam benakku saat ini. Dengan peserta pemilu sebanyak itu, waktu pelaksanaan yang setahun penuh - jangan lupa kita juga akan melakukan pemilihan presiden langsung - maka tak terhindarkan bahwa tahun depan kita akan menghadapi apa yang kusebut sebagai "inefisiensi dan misalokasi sumber daya atas nama penegakan demokrasi".

Itu tadi istilah kerennya lah. Kalau Anda berkenan mendengar istilah yang kurang 'elok', aku ingin menyebut Pemilu 2009 nanti sebagai "masturbasi politik". Parpol peserta pemilu beserta seluruh jajarannya sedang menikmati 'kenikmatan' yang tiada tara, namun kenikmatan tersebut sesungguhnya dinikmati oleh mereka sendiri tanpa mungkin berbagi. Mengapa demikian? Jelas! Semasa kampanye, mereka semua mengumbar janji-janji dan mengecap kenikmatan sebagai fokus perhatian sepanjang tahun. Dimanja oleh sistem politik, menghabiskan semua sumber daya yang ada. Semua untuk apa? Hanya demi duduk ditampuk pemerintahan atau parlemen dan ujung-ujungnya mereka mereguk kenikmatan tambahan berupa upah dan gaji yang tiada tara tingginya serta tak perlu peduli lagi tentang bagaimana mewujudkan janji-janji yang pernah mereka ucapkan dulu. Nikmat sekali ritual semacam itu, bukan?

Friday, July 04, 2008

budak dan DPR Indonesia...

Ternyata, berita tentang kasus perbudakan yang dilakukan oleh seorang Syaikha Emirat Arab di Brusell Belgia cukup menarik untuk disimak. Beritanya cukup banyak menghias berita-berita internasional. Salah satunya bisa dimulai di sini. Bagi Indonesia, kasus lebih menarik lagi karena ternyata salah satu korban perbudakan tersebut adalah seorang TKI dari Indonesia. Apa yang bisa kita simak dari kasus ini?

Pertama, manusia di muka bumi ini masih ada (kalau tidak bisa dibilang masih banyak) yang masih mengagungkan perbudakan. Dalam kasus Syaikha Emirat Arab ini, yang memilukan adalah Syaikha tersebut adalah seorang berdarah biru dari Arab dan kaya raya. Kedua kombinasi status tersebut seakan mempertegas jika bangsawan dan kaya masih bisa dan boleh untuk bertindak semena-mena yang melampui batas kemanusiaan. Yang jelas, si bangsawati Emirat Arab tersebut semangat penindasan dan perbudakan di muka bumi yang - konon - semakin modern ini.

Kedua, Belgia yang "ketempatan" (baca: mendapati) kasus tersebut menunjukkan suatu konsistensi yang penting serta patut kita tiru. Meskipun pengadilan tidak bisa melanjutkan untuk menghukum pelaku perbudakan pun keluarga bangsawan tersebut mengecam keras tindakan aparat hukum Belgia, mereka tetap menunjukkan bahwa siapa pun harus tetap tunduk atas hukum. Dan hukum di Belgia menempatkan manusia dalam tataran yang mulia dan sama sehingga meskipun seorang bangsawan tapi tidak menjadi alasan agar diijinkan untuk bertindak semena-mena.

Nah, sekarang bayangkan di Indonesia yang korupsinya sudah melanda hingga ke kelompok masyarakat yang sedemikian terhormat seperti Yang Mulia Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Ketika semakin jelas dan nyata bahwa mereka - Yang Mulia - secara rutin dan berkala melakukan praktek-praktek korupsi, kini mereka mencoba berkelit dan mengelak. Dengan "kemuliaan" yang mereka miliki berusahalah mereka menutupi dan mengingkari kenyataan bahwa merekalah "the lawmaker", tapi ternyata mereka sendiri yang melanggarnya.

Perilaku ini sama persis seperti sang syeikha Emirat Arab di atas. Sayangnya, di Indonesia hukum belum bisa ditegakkan seperti di Brussel Belgia.

Thursday, July 03, 2008

surel dan selebrasi

Seorang teman berpendapatan bahwa penggunaan bahasa yang dilakukan oleh seorang individu bisa menunjukkan kemampuan pikirnya. Aku kemudian berpikir bagaimanakah sebenarnya kemampuan berpikir kita di Indonesia yang menggunakan bahasa persatuan, Bahasa Indonesia? Pertanyaan tersebut timbul dan semakin menguat setelah akhir-akhir ini aku semakin sering menemukan kata-kata yang asing dan aneh serta memancing kebingungan dalam tataran penggunaannya. Kata-kata tersebut sering muncul baik di pelbagai surat kabar terkemuka di Ibukota maupun di televisi terutama ketika memberikan terjemahan atas film-film berbahasa asing.

Salah satu kata yang belakangan kerap kubaca adalah "surel". Ketika pertama kali membaca kata tersebut, aku cukup bingung dan bertanya-tanya, kata apakah ini? Setelah beberapa lama kemudian aku mengetahui bahwa "surel" adalah bahasa Indonesia untuk "email", dan surel merupakan bentuk penyingkatan (akronim) dari "surat elektronik".

Untuk kata yang didasarkan pada bentuk penyingkatan, mungkin kita hanya perlu membiasakan diri saja untuk menggunakannya. Namun, setelah sekian lama kita mengadopsi atau menyerap kata "email" ke dalam perbendaharaan kosakata kita sehari-hari, rasanya akan cukup sulit bagi kebanyakan kita untuk mulai menggunakan "surel" dibandingkan "email". Belum lagi jika kita kerap sudah sering mendengar orang melafal "email" dengan "imel". Dalam hal ini, kosakata "surel" tersebut mungkin harus lebih sering dikumandangkan dan dilatih dalam kelas-kelas pelajaran bahasa Indonesia. Jika kita memang sepakat untuk menggunakan kata tersebut di masa datang.

Satu contoh kata dengan akronim yang sekarang sukses digunakan adalah "ponsel" atau "telpon seluler", untuk menggantikan "handphone" yang dulu sudah mempopulerkan "telpon genggam". Karena mungkin "telpon genggam" sulit untuk disingkat maka "telpon seluler". Coba, siapa yang setuju jika telpon genggam kita singkat menjadi "pon-gam"? Hati-hati jangan sampai tanda pisahnya dicabut karena cara bacanya jadi akan membuat dahi berkerut.

Ada kata-kata lain yang lebih bersifat serapan tapi belakangan ini jadi sedikit mengganggu dan menggelikan - setidaknya menurut pemikiranku - karena cara penyajiannya. Kata-kata tersebut biasanya diserap dari bahasa Inggris dan hanya diganti satu dua hurufnya saja agar disesuaikan dengan lafal huruf di dalam bahasa Indonesia. Satu contoh kata tersebut adalah "selebrasi", yang berarti "perayaan".

Terdapat dua gangguan dan kegelian yang kurasakan atas kata tersebut. Pertama, kata tersebut sesungguhnya sudah memiliki kata dalam bahasa Indonesia sendiri yang aku yakin sudah sering digunakan dalam berbahasa Indonesia sehari-hari. Misal, sejak dulu kita sudah sering menggunakan istliah "Perayaan Hari Kemerdekaan" atau "Perayaan Hari-Hari Besar Keagamaan" dan masih banyak lagi. Jika kemudian kita harus menggunakan kata "selebrasi", maka misalnya akan terdengar menjadi "Selebrasi Hari Kemerdekaan" atau "Selebrasi Idul Fitri" atau "Selebrasi Ulang Tahun" dan sebagainya. Ah, itu terdengar dan terbaca aneh. Siapa yang bersedia mengganti kata-kata tersebut seperti demikian?

Kedua, kata "selebrasi" bagiku terdengar menjadi kata yang "jorok". "Jorok" disini dalam pengertianku adalah karena diserap tanpa pemikiran estetis dan terkesan asal-asalan. Mengapa demikian? Coba saja tengok kata dasar dari "selebrasi" yang berasal dari bahasa Inggris, yaitu "celebration". Jika kita tahu kata dasar "celebration" adalah "celebrate", maka kata serapan untuk perayaan tersebut seharusnya bukan "selebrasi" melainkan "selebret". Inilah sekedar permainan makna kata dasar yang menunjukkan bahwa kata "selebrasi" terkesan "jorok" karena terkesan asal-asalan ketika digunakan tanpa memperhatikan akar katanya. Ditambah lagi tidak ada pemikiran estetis di situ karena hanya mengganti huruf "c" dengan "s" dan "tion" dengan "si". Sesuatu yang jelas menunjukkan kedangkalan berpikir si pengusul kata tersebut karena ia enggan memikirkan keelokan penggunaan kata tersebut kelak jika sudah digabungkan dengan kata-kata lain untuk membentuk kalimat.

Nah, jika Anda kelak membaca juga kata-kata lain yang aneh dan membuat Anda miris sekaligus berpikir bolehlah berbagi dan saling mengingatkan agar jangan terjebak pada pola pikir yang dangkal.

Wednesday, July 02, 2008

Polisi...



"Apa yang membedakan polisi di negara maju dengan polisi di negara berkembang?" Demikian pertanyaan seorang teman karib dari Nepal. Aku menggeleng dan berharap dia segera menjawab, meski sesungguhnya aku memiliki dugaan jawabanku sendiri. Teman dari Nepal tersebut menjawab sebagai berikut:
"Di negara maju, polisi akan sangat jarang terlihat di ruang publik. Jumlah mereka akan tampak sangat sedikit dan tidak terlihat di tempat-tempat tertentu. Di negara berkembang, polisi terlihat di berbagai penjuru kota. Mereka tampak mengisi hampir setiap sudut ruang publik sehingga memberikan kesan bahwa jumlah mereka pastilah banyak sekali. Meski demikian, kesimpulan tersebut bisa berbalik 180 derajat jika terjadi suatu pelanggaran atau kejahatan di tengah masyarakat.

Jika terjadi kejahatan, di negara maju polisi akan hadir di tengah publik hanya dalam hitungan beberapa menit saja. Selain itu, mereka juga akan hadir dalam jumlah yang sangat banyak. Sedangkan di negara berkembang, kehadiran polisi jika terjadi kejahatan bisa saja terwujud setelah menunggu cukup lama. Selain itu, belum tentu polisi yang datang bisa langsung menangani persoalan.

Jumlah dan ketersediaan polisi jika dihadapkan pada kecepatan pelayanan akan menunjukkan hubungan berlawanan. Itulah perbedaan mendasar dari polisi di negara maju dengan negara berkembang."
Ketika aku mendengar penjelasan tersebut, aku terpikir apakah demikian pula dengan polisi di Indonesia? Yah, jangan lupa bahwa Indonesia masih dikategorikan sebagai "negara berkembang". Aku merasakan bahwa pernyataan tersebut berlaku pula di Indonesia. Nah, di hari jadi Bhayangkara tahun ini mudah-mudahan polisi Indonesia bisa membuktikan bahwa mereka kelak bisa melayani masyarakat secara lebih baik dan membanggakan.

Selamat Hari Bhayangkara!

Tuesday, July 01, 2008

Di tahun ke-4...

Jangan coba membayangkan bagaimana cepatnya waktu berjalan. Ketika kita sedang menjalaninya, kerap kita selalu mengingkari kecepatan tersebut dengan bergumam, "Ah, tak terasa sudah sekian lama ternyata". Tapi, kami tak ingin sekedar bergumam. Kami tak ingin sekedar membayangkan dan mengamini tentang kecepatan waktu berjalan dan membawa kami hingga titik waktu dan ruang ini. Kami ingin meresapi dan menghormati segala harap yang sempat dipercayakan kepada kami oleh Sang Pemberi dan Pengabul Harap.

Di tahun yang ke-4 ini, kami berdua masih ingat bagaimana keputusan dan jalan yang dipercayakan kepada kami telah kami pilih pertama kali, di hari pertama 4 tahun yang lalu. Bukan cuma sekedar janji atau sumpah dihadapan para saksi dan kedua leluhur kami - pendahulu kami. Bukan sekedar upacara pun berbagai kemuliaan yang diciptakan untuk kami di hari suci itu. Pada titik waktu dan ruang tersebut, empat tahun lalu, kami juga meresapi dan menghormati segalanya yang pernah kami terima dan hadapi hingga kini genap memasuki tahun yang ke-4.

Meski sempat terpisah di ujung-ujung kutub bumi. Meski pernah terpisah berkali-kali dan mungkin masih akan lagi. Meski kami masih terus menemukan berbagai hal yang menguji kesabaran dan keteguhan kami. Meski pada akhirnya, kami masih boleh selalu bersyukur atas berkenan Hyang Agung yang masih mengingatkan kami untuk tetap bersyukur dan ikhlas untuk semua yang terus akan kami terima dan hadapi. Kami tak mampu menjelaskan semua kenikmatan dan kebahagiaan yang kami terima dengan haturan dan ucapan syukur kami yang sangat terbatas oleh kealpaan kami sebagai manusia.

Kami tunduk dalam doa agar selalu diberikan kekuatan untuk menyerahkan semua kekuatan kami berdua kepada Hyang Agung.
Dan segala apa yang kami miliki dan akan dimiliki kelak tetap selalu membawa kami pada kedamaian dan kesejahteraan, bukan hanya untuk kami saja tapi juga untuk masyarakat tempat kami hidup serta kehidupan semesta alam. Restuilah doa dan harapan kami, Hyang Agung. Dan tak lupa, terima kasih atas semua yang terjadi hingga tahun ke-4 serta tahun-tahun selanjutnya...

I love you, dear. I love you so much... Thank you for the remarkable 4th, and the following more...


Thursday, June 26, 2008

Quote of the day: Iman Indonesia

Iman selamanya akan bernama ketabahan. Tapi iman juga bertaut dengan antagonisme. Kita tahu begitu dalam makna keyakinan kepada yang Maha Agung bagi banyak orang, hingga keyakinan itu seperti tambang yang tak henti-hentinya memberikan ilham dan daya tahan.
Tapi kita juga akan selalu bertanya kenapa agama berkali-kali menumpahkan darah dalam sejarah, membangkitkan kekerasan, menghalalkan penindasan.
"Gua", Catatan Pinggir Goenawan Mohammad – Majalah Tempo Edisi. 18/XXXVII/23 - 29 Juni 2008

Quote of the day: Tuhan, Indonesia dan Demokrasi

Merawat sebuah keanekaragaman yang tak tepermanai sama halnya dengan meniscayakan sebuah sistem yang selalu terbuka bagi tiap usaha yang berbeda untuk memperbaiki keadaan. Indonesia yang rumit ini tak mungkin berilusi ada sebuah sistem yang sempurna. Sistem yang merasa diri sempurna—dengan mengklaim diri sebagai buatan Tuhan—akan tertutup bagi koreksi, sementara kita tahu, di Indonesia kita tak hidup di surga yang tak perlu dikoreksi.
Itulah yang menyebabkan demokrasi penting dan Pancasila dirumuskan.
Demokrasi mengakui kedaifan manusia tapi juga hak-hak asasinya—dan itulah yang membuat Saudara tak dipancung karena mengecam Kepala Negara.
"Indonesia", Catatan Pinggir Goenawan Mohammad – Majalah Tempo Edisi. 17/XXXVII/16 - 22 Juni 2008.

Wednesday, June 25, 2008

Indonesia nan (lebih) hebat!

Setelah membaca berita ini dan ini, ingin kuhaturkan...

Selamat atas matinya intelektualitas dan kapasitas berpikir para kaum cendekia.
Ketika para cerdik pandai yang sedianya mampu menggunakan ilmu pengetahuan dan cara-cara yang lebih "beradab" pun efektif, dibandingkan masyarakat yang belum tersentuh pendidikan tinggi, malah membakar dan merusak segala apa yang ada di hadapannya tanpa sempat menimbang apakah tindakan tersebut akan membawa hasil yang penting bagi masyarakat luas. Tidak! Aksi mereka malah menakutkan dan menimbulkan kebingungan atas apa yang sesungguhnya yang ingin dicapai.

Selamat atas hilangnya kemampuan berdialog di kalangan cerdik pandai.
Ketika para kaum cendekia yang seharusnya memiliki kemampuan menyampaikan tuntutan dengan lebih damai dan menjadi panutan bagi masyarakat yang jelas-jelas tidak memiliki figur pemimpin yang mengayomi mereka, malah bertingkah jauh lebih barbar dibandingkan para penjahat kejam sekalian. Tingkah ini tidak bisa dikatakan kejam, melainkan sadis dan tak berperikecerdasan...

Kalian katakan gerakan ini gerakan murni rakyat? Rakyat yang mana? Gerakan ini jauh lebih parah dan hina daripada aksi Front-Front, Laskar-Laskar, dan Komando-Komando itu... Sangat menyedihkan... Ini menunjukkan Indonesia nan (lebih) hebat lagi!

Friday, June 20, 2008

Congratz Ngurah Rai Airport!


"Di Indonesia ini, baru Ngurah Rai saja yang diakui TSA (Transportation Security Administration - USA), yang lainnya belum. Karena itu, kita berharap penerbangan maskapai AS ke Ngurah Rai akan berlanjut bahkan bertambah baik frekuensi maupun jumlah maskapainya," kata Bambang Darwoto, Dirut PT Angkasa Pura I seperti dikutip Antara di Makassar, Jumat (20/6).
This is an example how hard work and consistency in conducting security standard really appreciated, not only by international world but also by own citizen. Even in Ngurah Rai Airport, common citizens and high ranking officer have to follow similar security standard and procedur. Although, it will make stupid government officer angry (See related post here by Aco). But, come on! Security is about obeying the rule and standard. No matter who you are!

I really appreciate Ngurai Rai Airport effort to make this happened. And, congratz! Keep up the good work...