Ternyata, berita tentang kasus perbudakan yang dilakukan oleh seorang Syaikha Emirat Arab di Brusell Belgia cukup menarik untuk disimak. Beritanya cukup banyak menghias berita-berita internasional. Salah satunya bisa dimulai di sini. Bagi Indonesia, kasus lebih menarik lagi karena ternyata salah satu korban perbudakan tersebut adalah seorang TKI dari Indonesia. Apa yang bisa kita simak dari kasus ini?
Pertama, manusia di muka bumi ini masih ada (kalau tidak bisa dibilang masih banyak) yang masih mengagungkan perbudakan. Dalam kasus Syaikha Emirat Arab ini, yang memilukan adalah Syaikha tersebut adalah seorang berdarah biru dari Arab dan kaya raya. Kedua kombinasi status tersebut seakan mempertegas jika bangsawan dan kaya masih bisa dan boleh untuk bertindak semena-mena yang melampui batas kemanusiaan. Yang jelas, si bangsawati Emirat Arab tersebut semangat penindasan dan perbudakan di muka bumi yang - konon - semakin modern ini.
Kedua, Belgia yang "ketempatan" (baca: mendapati) kasus tersebut menunjukkan suatu konsistensi yang penting serta patut kita tiru. Meskipun pengadilan tidak bisa melanjutkan untuk menghukum pelaku perbudakan pun keluarga bangsawan tersebut mengecam keras tindakan aparat hukum Belgia, mereka tetap menunjukkan bahwa siapa pun harus tetap tunduk atas hukum. Dan hukum di Belgia menempatkan manusia dalam tataran yang mulia dan sama sehingga meskipun seorang bangsawan tapi tidak menjadi alasan agar diijinkan untuk bertindak semena-mena.
Nah, sekarang bayangkan di Indonesia yang korupsinya sudah melanda hingga ke kelompok masyarakat yang sedemikian terhormat seperti Yang Mulia Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Ketika semakin jelas dan nyata bahwa mereka - Yang Mulia - secara rutin dan berkala melakukan praktek-praktek korupsi, kini mereka mencoba berkelit dan mengelak. Dengan "kemuliaan" yang mereka miliki berusahalah mereka menutupi dan mengingkari kenyataan bahwa merekalah "the lawmaker", tapi ternyata mereka sendiri yang melanggarnya.
Perilaku ini sama persis seperti sang syeikha Emirat Arab di atas. Sayangnya, di Indonesia hukum belum bisa ditegakkan seperti di Brussel Belgia.
No comments:
Post a Comment