"Cigarettes which are harmful to human health are perhaps those that are illegal or those that have high (levels of) nicotine. Branded cigarettes have less nicotine," [Anwar Surpijadi - the Finance Ministry's Director General of Customs and Excise] saidAnwar Surpijadi mengatakan - terjemahan bebas - bahwa rokok yang berbahaya untuk kesehatan merupakan rokok ilegal atau rokok yang memiliki kadar nikotin yang tinggi. Sementara itu, rokok bermerek memiliki kadar nikotin yang rendah. Dengan pernyataan berbeda, rokok bermerek dan rokok yang dijual resmi (tidak ilegal) lebih tidak berbahaya. Benarkah?
Ada satu fakta yang jelas tidak bisa dipungkiri bahwa rokok merupakan barang yang bersifat adiktif, alias dapat menimbulkan ketagihan. Salah satu komponen dalam rokok yang menyebabkan sifat adiktif tersebut adalah nikotin. Nah, mari kita bahas pernyataan "luar biasa" dari Pak Anwar Surpijadi tersebut.
PERTAMA, tentang rokok ilegal yang lebih tidak berbahaya bagi kesehatan. Secara akal sehat saja, apakah betul rokok yang diselundupkan - anggaplah dari Vietnam misalnya - lebih berbahaya bagi kesehatan kita dibanding rokok lokal yang kita beli di pedagang asongan? Tidak kan! Rokok dengan kandungan nikotin setinggi atau serendah apa pun, jika diakumulasi dalam tubuh akan memberikan dampak buruk bagi kesehatan. Terlepas apakah rokok tersebut kita konsumsi secara sembunyi-sembunyi atau terang-terangan. Hal ini berarti, Pak Anwar memberikan jawaban yang mengada-ada dan tidak memiliki dasar berpikir yang jelas.
KEDUA, tentang rokok bermerek memiliki kadar nikotin rendah sehingga lebih tidak berbahaya bagi kesehatan. Ada dua pernyataan dalam hal ini: 1) rokok bermerek memiliki kadar nikotin rendah; 2) rokok bermerek lebih tidak berbahaya bagi kesehatan. Untuk pernyataan pertama, dapat dibenarkan mengingat umumnya rokok bermerek menawarkan rokok yang memiliki kadar tar rendah. Namun, apakah dengan kadar tar rendah itu berarti bahaya rokok berkadar tar rendah terhadap kesehatan juga rendah? Bisa iya, bisa juga tidak. Penjelasannya sebagai berikut:
Jika seorang perokok mengkonsumsi jumlah batang rokok yang sama per minggu, maka si perokok tentu akan mengkonsumsi nikotin (baca: rokok) yang relatif rendah jika mengkonsumsi rokok "bermerek" (baca: kadar nikotin rendah); dibandingkan jika si perokok mengkonsumsi nikotin dari rokok "tidak bermerek" (kadar nikotin tinggi). Sampai di sini, pernyataan Pak Anwar bisa benar namun dengan asumsi bahwa si perokok mengkonsumsi jumlah batang rokok yang sama. Padahal...
Karena rokok bersifat adiktif, kadar nikotin yang rendah akan membuat si perokok pasti menambah jumlah batang rokok yang dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan akan nikotin yang sudah semakin membuat si perokok ketagihan. Meskipun si perokok mengkonsumsi rokok "bermerek" (kadar nikotin rendah), namun karena jumlah batang rokok yang dikonsumsi lebih banyak maka dampak akhirnya adalah nikotin yang dikonsumsi si perokok seperti dia mengkonsumsi rokok "tidak bermerek". Maka, tidakkah hal tersebut berarti bahwa bahaya terhadap kesehatannya tetap sama antara rokok "bermerek" dengan "tidak bermerek"?
Pernyataan di atas memiliki implikasi yang luas karena pernyataan tersebut menunjukkan bahwa bagi pemerintah kepentingan industri jauh di atas segalanya. Bahkan, kesimpulan tentang dampak kesehatan pun bisa diucapkan tanpa dasar berpikir dan argumen yang jelas. Hanya demi membela kepentingan industri. Atau, dengan kalimat yang lebih langsung, industri rokok jauh lebih penting dibandingkan kesehatan warga negara Indonesia.
Itulah maksudnya kan, Pak Anwar?? Jadi, ayo merokoklah lebih banyak...
Catatan: aku tidak anti perokok. Jika Anda merokok silahkan, aku tidak akan melarang. Namun, karena rokok adalah kenikmatan individu yang memberikan dampak tidak langsung kepada non-perokok (perokok pasif) maka seharusnya Anda yang merokok memberikan kompensasi kepada kami yang non-perokok untuk dampak buruk dari asap rokok yang Anda hembuskan namun kami rasakan juga. Untuk itu, bentuk kompensasi yang paling sederhana dan menguntungkan bagi bangsa dan negara adalah dengan membayar cukai rokok yang lebih tinggi dari tingkat yang berlaku saat ini.
Paling tidak, cukai rokok yang lebih tinggi tersebut akan memberikan tambahan penerimaan bagi negara. Mengapa subsidi BBM harus dikurangi, padahal menentukan hajat hidup orang banyak; sedangkan cukai rokok sulit untuk ditingkatkan padahal hanya menyenangkan para perokok dan merugikan non-perokok??
3 comments:
He.he..antara choice meracuni masyarakat dan tidak dapat cukai dengan meracuni masyarakat dan dapat cukai maka pilihan kedua tentunya yg di pilih
bukan... karena pengambil keputusannya pada perokok semua, jadi kuatir kalo cukai rokok dinaikkan, pengeluaran jadi bertambah.. hehe
@masyita,
meminjam kata-katanya Abdillah, jika si perokok berasal dari keluarga 'kaya' gak apa2 dong pengeluaran (untuk rokok) bertambah. Jika miskin, seharusnya berhenti merokok karena meskipun mau menambah pengeluaran kan pendapatannya tidak nambah. Dengan begitu, kebijakan ini jelas-jelas dong pro-poor... ;)
Cukai rokok naik yang berimplikasi pada naiknya harga rokok sebenarnya lebih ditargetkan untuk calon perokok dan perokok pemula serta perokok dari kalangan miskin.
Post a Comment