Salah satu bukti nyata transisi demografi adalah keniscayaan untuk membentuk grup dengan mahasiswa di LINE bukan di WhatsApp. Ditambah lagi, mesti belajar mengekspresikan diri dengan stiker.
#Millennials #dosenjadul
Copyright © Dewa Wisana. All rights reserved
Embun hanyalah setetes pagi yang mencoba menyusun kata. Namun kata selalu mencari makna. Gerombolan pikiran yang berduyun mencari ruang. Tanpa aturan, tanpa batasan. Ada yang memicu, ada yang menginspirasi. Cetak peristiwa masa lalu, baru tadi atau cita-cita ke depan belum pasti. Dan... embun pun menetes jatuh lenyap terserap bumi tatkala fajar kian hangat. Bila kenan kan, nantilah hingga esok hari sebelum jadi pagi. Semoga masih kan ada susunan kata baru...
Wednesday, September 05, 2018
Thursday, August 16, 2018
Stereotype pengguna jalan raya
Di jalan raya (atau di parkiran kendaraan), saya selalu punya stereotype bahwa pemilik kendaraan yang kebanyakan melakukan modifikasi yang tidak fungsional maka kelakuan orang tersebut di jalan raya akan cenderung ngawur dan tidak disiplin serta jumawa, egois gak peduli sama orang lain. Dan tabiat tersebut juga tercermin saat mereka tidak di jalan raya.
Jadi, kalau motor atau mobil Anda knalpotnya dibikin berisik -ditambah sering digeber-geber gak jelas saat berkendara; atau, suspensi diceperin dan/atau ukuran ban dan velg dibesarin melebihi hitungan baku; atau, pakai body kit yang bikin mobil atau motor kelihatan seperti racing (padahal jadi kayak odong-odong); atau, nyalain lampu strobo dan sirine yang toat-toet gak jelas pas macet; atau, pengemudinya pakai atribut klub (khusus pemotor, biasanya pakai jaket yang ada tulisan+logo klubnya besar2)...
(PS: khusus yang anggota klub, kalau pas sendirian level jumawa Anda untungnya cuma 3 out of 5. Begitu kalian konvoi, level jumawanya naik jadi 10 out of 5. Okelah saya hiperbolik, tapi intinya saat kalian konvoi maka lengkap sudah tabiat minus kalian).
(PS: khusus yang anggota klub, kalau pas sendirian level jumawa Anda untungnya cuma 3 out of 5. Begitu kalian konvoi, level jumawanya naik jadi 10 out of 5. Okelah saya hiperbolik, tapi intinya saat kalian konvoi maka lengkap sudah tabiat minus kalian).
Jangan marah yah kalau saya beranggapan Anda itu membahayakan para pengguna jalan raya lain. Kalau mau instrospeksi, maka Puji Tuhan
Copyright © Dewa Wisana. All rights reserved
Friday, July 20, 2018
Data Analysis
We tend to exaggerate the relevance of our own experience. We 'weight' our data, and give far too much weight to one particular data point: ourselves.
Thus, we are often wrong about how the world works when we rely just on what we hear or personally experience.
#data #analysis
Copyright © Dewa Wisana. All rights reserved
Thus, we are often wrong about how the world works when we rely just on what we hear or personally experience.
#data #analysis
Copyright © Dewa Wisana. All rights reserved
Tuesday, July 17, 2018
Melawan Arus
Jadi ingat obrolan di warkop saat nunggu KRL.
X: "Penyebab macet di lokasi [simpul kemacetan rutin] sebenarnya motor2 dan angkot yg lawan arus."
Saya: "Betul, Pak. Dan gak bisa sembuh tuh."
X: "Saya juga kadang2 lawan arus sih pas perlu." 😜
X: "Penyebab macet di lokasi [simpul kemacetan rutin] sebenarnya motor2 dan angkot yg lawan arus."
Saya: "Betul, Pak. Dan gak bisa sembuh tuh."
X: "Saya juga kadang2 lawan arus sih pas perlu." 😜
Kadang2 itu sinonim dari sering... 😔
Copyright © Dewa Wisana. All rights reserved
Perilaku Macet
Gw gak komplain soal macet ya, saudara2 dan kawan2 semua. Buat gw, kalau loe tinggal di perkotaan, macet itu keniscayaan. Jadi, kalau ada pemimpin yang bilang mengurai kemacetan itu mudah, gw gak percaya. Kalau ada yang berargumen, "tambah angkutan umum" akan mengurangi kemacetan, gw gak percaya. Kalau ada yang berargumen, "tambah jalan" akan mengurangi kemacetan, gw gak percaya. Kalau ada yang berargumen, "pajak kendaraan dinaikin pasti macet berkurang," gw ngakak aja deh...kayak dia rela aja pajak kendaraannya naik setiap tahun. Gw menerima bahwa sumber kemacetan adalah gw sendiri sebagai pengguna jalan (I'm traffic!).
Yang gw komplain itu 'perilaku' kita di jalan raya. Kota2 besar lain juga macet, tapi mereka tetap 'sadar' dan berupaya agar kemacetan tidak diperburuk dengan kelakuan yang barbar serta tak berperikemanusiaan (buat gw, nyerobot antrian dan tak memberi kesempatan penyeberang itu adalah kelakuan tak berperikemanusiaan).
Jadi, kalau ada yang komplain "macet tambah parah nih!" coba deh introspeksi diri loe sendiri dulu.
1. Antri kendaraan loe lurus gak? Atau, masih suka gonta-ganti jalur dan motong kiri-kanan?
2. Happy kalau melawan arus? Atau, antri di sisi kanan terluar sehingga bikin macet arah sebaliknya?
3. Suka melanggar larangan putar-balik (U-Turn)? Kalau pernah, hipokrit tuh namanya. Apalagi kalau loe pakai alasan, "Abis jauh sih!"
4. Merasa maklum jika parkir sembarang sambil nyalain lampu hazard di wilayah larangan parkir? Itu namanya egois akut
5. Biasanya bersuka cita kalau mendahului dari bahu jalan (khusus untuk di jalan tol)? Ini orang yang berasa tuhan sekaligus pembalap, menyedihkan.
6. Sering nyalahin polisi yang menilang sambil sembunyi2 di wilayah yang loe tahu ada rambu larangan tapi masih dilanggar juga? Kayak keledai yang jatuh ke lubang yang sama dua kali, tapi loe lebih parah karena yang disalahin lubangnya.
1. Antri kendaraan loe lurus gak? Atau, masih suka gonta-ganti jalur dan motong kiri-kanan?
2. Happy kalau melawan arus? Atau, antri di sisi kanan terluar sehingga bikin macet arah sebaliknya?
3. Suka melanggar larangan putar-balik (U-Turn)? Kalau pernah, hipokrit tuh namanya. Apalagi kalau loe pakai alasan, "Abis jauh sih!"
4. Merasa maklum jika parkir sembarang sambil nyalain lampu hazard di wilayah larangan parkir? Itu namanya egois akut
5. Biasanya bersuka cita kalau mendahului dari bahu jalan (khusus untuk di jalan tol)? Ini orang yang berasa tuhan sekaligus pembalap, menyedihkan.
6. Sering nyalahin polisi yang menilang sambil sembunyi2 di wilayah yang loe tahu ada rambu larangan tapi masih dilanggar juga? Kayak keledai yang jatuh ke lubang yang sama dua kali, tapi loe lebih parah karena yang disalahin lubangnya.
Dan masih banyak lagi lho ya... coba deh ngaca dan inget2 tadi gaya nyupir atau nunggang motor loe kayak gimana. Gampang lho nyalahin orang lain dan anggap orang lain gak ngerti aturan lalulintas, tapi susah banget melihat apalagi mengakui kalau kelakuan kita yang senang menang sendiri dan berasa surga punya kita sendiri lah yang bikin semua masalah ini jadi menahun dan jadi praktek umum semua umat. Sempurna!
Copyright © Dewa Wisana. All rights reserved
Tuesday, February 06, 2018
Desa Batuaji
A TIME CAPSULE by Lang Leav
This is where, I began to carewhere I was befriendedThis is where, my soul was baredwhere all my rules were bendedThis is where, a moment we sharedwas stolen and expendedNow this is where,this where,this is where we've ended –
---------------------------------------
Desa Batuaji, Tabanan - Bali.
Foto ini adalah gambaran terkini rumah tempat Bapak pernah dibesarkan. Mungkin Bapak menghabiskan hampir tiga perempat masa kecilnya di desa ini, jauh dari desa tempat orang tua beliau di Desa Bongancina, Singaraja - Bali. Ini adalah kondisi rumah yang terkini, artinya sudah cukup modern dibandingkan saat masa kecil beliau. Sayang sekali, Bapak tidak punya foto kenangan saat beliau di desa ini. Tapi, Bapak bercerita banyak hal tentang masa kecilnya di desa ini.
Setiap kali saya memasuki jalan desa, kenangan akan cerita yang sering Bapak kisahkan setiap kali kami dulu berkunjung ke desa ini datang seperti kumpulan film dokumenter. Di sana sini sudah ada banyak perubahan dan modernisasi, tapi jejak-jejak masa lalunya masih terasa sekali auranya. Dulu saya sulit memahami kisah-kisah tersebut. Selain karena kerap diulang-ulang, juga karena saya sulit membayangkan diri saya sebagai Bapak saat beliau kecil dulu di lingkungan yang hanya sekali atau dua saya kunjungi setiap tahunnya. Saya selalu kehilangan konteks dan ruang dengan cerita tersebut. Namun, saat Bapak sudah tidak ada, entah kenapa saat terakhir ke desa ini ingatan itu menguat. Saya sulit menjelaskannya, tapi ingatan ini seperti gerak frame-frame foto yang tidak berhenti, terus bergeser memberikan informasi-informasi yang mengingatkan berbagai kenangan Bapak yang pernah diceritakannya tentang masa kecilnya.
Oleh karena itu, Desa Batuaji ini sekarang bagaikan sebuah time capsule bagi saya yang diwariskan Bapak. Setiap kali ingat dan melihat time capsule ini yang kerap muncul seperti menyaksikan film dengan VR, pasti membuat mata saya menjadi hangat namun ada senyum yang selalu terlihat di setiap sudut frame yang muncul.
Copyright © Dewa Wisana. All rights reserved
Thursday, December 21, 2017
quote of the day
If we didn't see it with our own eyes or hear it with our own ears, don't invent it with our small mind and share it with our big mouth.
Copyright © Dewa Wisana. All rights reserved
Tuesday, December 12, 2017
Friday, December 08, 2017
My Father
"My father didn't tell me how to live. He lived and let me watched him do it."
~C.B. Kelland
RIP
Copyright © Dewa Wisana. All rights reserved
true love
"True love doesn't have a happy ending... Because true love doesn't end."
*In memoriam of true love who gave me precious life 💑
I love you both, Mom and Dad
RIP
I love you both, Mom and Dad
RIP
Copyright © Dewa Wisana. All rights reserved
Sunday, December 03, 2017
My Mother
"Men are what their mothers made them."
~Ralph Waldo Emerson
RIP
Copyright © Dewa Wisana. All rights reserved
Friday, March 24, 2017
Happy postgrad for Reksa!
Menjadi pengajar/dosen memberikan kebahagiaan sederhana dengan siklus tanpa henti. Kebahagiaan pertama adalah saat kuliah, mahasiswa menikmati dan membicarakan materi kuliah dengan gembira. Kebahagiaan berikutnya adalah saat mereka akhirnya lulus mata kuliah tersebut.
Kemudian, di kesempatan berikutnya kita bertemu lagi membahas materi yang sama namun lebih aplikatif lalu melanjutkannya menjadi topik skripsi. Di sini kebahagiaan terbesar adalah saat kita belajar bersama. Kebahagiaan ini bertambah ketika mereka lolos dalam konferensi internasional dan mempresentasikan materi skripsi tersebut. Puncak kebahagiaan dalam siklus perkuliahan adalah ketika si mahasiswa akhirnya berhasil mempertahankan skripsinya dan meraih gelar sarjana.
Setelah si mahasiswa mengisi pasar kerja, kebahagiaan saya belum berakhir ketika akhirnya kita bisa bekerja sama sebagai kolega. Posisi kita sekarang setara dan lebih dinamis. Banyak pengetahuan baru yang bisa dikejar bersama. Kebahagiaan ini masih berlanjut saat mendengar si mahasiswa akhirnya berhasil mendapatkan beasiswa yang diinginkannya untuk melanjutkan kuliah ke kampus yang bonafide.
Proficiat untuk Rachmat Reksa! Selamat datang di dunia 'postgrad'. Pergilah mencari mahaguru lain yang lebih mumpuni. Temukan dunia yang lebih luas. Saya bangga pernah kuliah, belajar dan bekerja bersamamu. Tetaplah semangat belajar dan menikmati Hawai'i. Be humble and reach the stars, mate! Aloha Hawai'i
Copyright © Dewa Wisana. All rights reserved
Wednesday, January 18, 2017
Catatan belanja harian Ibu
Catatan belanja harian Ibu pada tahun 1977. #momlife #love
Yang memprihatinkan ketika kita menjadi dewasa adalah kita kerap melupakan kenangan masa kecil kita. Itulah sebabnya, selain foto-foto dan video, catatan-catatan harian seperti diary bisa menjadi media memanggil memori kita.
Foto ini adalah kenangan dari Ibu terutama di masa-masa awal Ibu menetap di Jakarta. Ini adalah catatan belanja harian yang Ibu lakukan pada saat saya baru berumur lebih kurang setahun. Catatan ini bisa memanggil sebagian kenangan tentang Ibu saat saya masih kecil.
Saya ingat bagaimana Ibu bertahan hidup di Jakarta dengan kondisi apa adanya. Ketika itu, Bapak sering tugas ke luar kota dan meninggalkan Ibu berhari-hari. Dengan anggaran terbatas, Ibu mampu mencukupi kebutuhan saya serta beberapa paman yang ikut tinggal dengan keluarga kami. Saya masih ingat Ibu kerap membuat kue mangkok dan dititip-jual di beberapa warung sekitarnya. Saya tahu betapa teliti Ibu dalam pekerjaannya, tapi catatan belanja ini membuktikan bahwa ketelitian tersebut bukan main upayanya. Setiap hari (per tanggal) Ibu mencatat detil belanja harian yang dilakukannya. Luar biasa!
Catatan sejenis ini masih bisa saya temukan menjelang akhir hidup Ibu. Meskipun isinya bukan lagi belanja untuk makanan harian melainkan belanja terkait kursus keterampilan yang dikelolanya. Melihat gaya seperti ini, tidak heran Ibu suka kesal apabila anak-anaknya kurang perhatian terhadap detil-detil hidup. Ibu juga jago matematika, terutama menghitung pecahan. Skill tersebut terbukti efektif ketika Ibu membuat pola baju dan menghitung ukuran pakaian yang akan Ibu jahit. Saya sudah sering kena kritik Ibu ketika lambat berhitung atau malah salah menghitung uang. Sungguh memalukan, apalagi kemudian anaknya ini kuliah di Fakultas Ekonomi. Dan kritik tersebut terbukti ketika saya harus mengulang Pengantar Akuntansi 2 sampai 4 kali; serta sekarang bertugas menjadi Wakil Kepala Bidang Administrasi dan Keuangan. Ibu sepertinya tidak rela jika saya mengurangi latihan berhitung dan kurang menjaga ketelitian dalam bekerja.
Copyright © Dewa Wisana. All rights reserved
Yang memprihatinkan ketika kita menjadi dewasa adalah kita kerap melupakan kenangan masa kecil kita. Itulah sebabnya, selain foto-foto dan video, catatan-catatan harian seperti diary bisa menjadi media memanggil memori kita.
Foto ini adalah kenangan dari Ibu terutama di masa-masa awal Ibu menetap di Jakarta. Ini adalah catatan belanja harian yang Ibu lakukan pada saat saya baru berumur lebih kurang setahun. Catatan ini bisa memanggil sebagian kenangan tentang Ibu saat saya masih kecil.
Saya ingat bagaimana Ibu bertahan hidup di Jakarta dengan kondisi apa adanya. Ketika itu, Bapak sering tugas ke luar kota dan meninggalkan Ibu berhari-hari. Dengan anggaran terbatas, Ibu mampu mencukupi kebutuhan saya serta beberapa paman yang ikut tinggal dengan keluarga kami. Saya masih ingat Ibu kerap membuat kue mangkok dan dititip-jual di beberapa warung sekitarnya. Saya tahu betapa teliti Ibu dalam pekerjaannya, tapi catatan belanja ini membuktikan bahwa ketelitian tersebut bukan main upayanya. Setiap hari (per tanggal) Ibu mencatat detil belanja harian yang dilakukannya. Luar biasa!
Catatan sejenis ini masih bisa saya temukan menjelang akhir hidup Ibu. Meskipun isinya bukan lagi belanja untuk makanan harian melainkan belanja terkait kursus keterampilan yang dikelolanya. Melihat gaya seperti ini, tidak heran Ibu suka kesal apabila anak-anaknya kurang perhatian terhadap detil-detil hidup. Ibu juga jago matematika, terutama menghitung pecahan. Skill tersebut terbukti efektif ketika Ibu membuat pola baju dan menghitung ukuran pakaian yang akan Ibu jahit. Saya sudah sering kena kritik Ibu ketika lambat berhitung atau malah salah menghitung uang. Sungguh memalukan, apalagi kemudian anaknya ini kuliah di Fakultas Ekonomi. Dan kritik tersebut terbukti ketika saya harus mengulang Pengantar Akuntansi 2 sampai 4 kali; serta sekarang bertugas menjadi Wakil Kepala Bidang Administrasi dan Keuangan. Ibu sepertinya tidak rela jika saya mengurangi latihan berhitung dan kurang menjaga ketelitian dalam bekerja.
Copyright © Dewa Wisana. All rights reserved
Si Alex
Working on cars teaches us patience... and every curse word imaginable #dadlife #love
Foto-foto ini saya ambil ketika Bapak akhirnya memutuskan untuk menjual mobil kesayangannya pada tahun 2016 yang lalu. Rencananya, foto-foto ini akan saya muat di OLX atau website penjualan mobil lainnya agar Bapak bisa mendapatkan pembeli yang bersaing. Tapi ternyata mobil tersebut akhirnya dijual ke salah satu tetangga yang sering sekali Bapak ajak ngobrol secara akrab. Beliau bilang, "[Dia] sudah lama nanya-nanya si Alex jadi gak apa-apa deh yang penting pembelinya pasti merawat dan sudah tahu mobil ini."
Alex adalah panggilan kami untuk mobil ini karena karoserinya bernama Alexander. Ini adalah Suzuki Carry Extra 1.0 keluaran tahun 1996. Alex adalah mobil pertama (dan terakhir) yang Bapak beli dari kondisi baru. Sebelumnya, Bapak punya mobil second hand bermerek Daihatsu Hijet 1000cc, warna merah, keluaran tahun 1986; mobil pertama yang saya gunakan untuk belajar mengemudi. Bapak membeli mobil Alex secara kredit dan beliau merawat mobil ini dengan sepenuh hatinya.
Alex sangat sering menempuh perjalanan jauh, terutama Jakarta-Bali pulang pergi. Saking seringnya, Bapak sering guyon, "Jika si Alex ditepok pantatnya, pasti dia bisa jalan sendiri ke Ketapang sampai nyebrang Gilimanuk dan balik ke Jakarta tanpa tersesat saking seringnya." Alex dibeli dalam keadaan standar, tapi kemudian Bapak melengkapinya secara perlahan namun pasti. Alarm dan central lock dengan remote control, Velg semi racing, AC double blower (percaya atau tidak, AC-nya masih dingin sampai terakhir dilepas ke pemilik barunya), lampu kabut, klakson variasi, dan kondisi interior terawat. Hampir setiap hari, Bapak memeriksa dan memastikan Alex dalam kondisi laik jalan. Alex hanya 3 kali masuk bengkel resmi ketika masih ter-cover jasa pelayanan gratis. Setelah itu, tangan Bapak sendiri yang merawatnya dari ujung kolong knalpot belakang hingga sekujur cat di body-nya.
Bapak memang memiliki keterampilan tangan yang luar biasa. Apa pun yang rusak, bisa beliau perbaiki. Bapak hanya lulusan STM, tapi kalau menganalisis dan memperbaiki kerusakan barang-barang elektronik atau mesin, bisa diadu dengan mereka yang mengaku insinyur atau mekanik resmi. Kadang beliau sedikit jumawa, "Kalau cuma mesin mobil atau motor, itu seperti kotak korek api bisa ditelan sekaligus." Kejumawaan tersebut karena pekerjaan Bapak sebelumnya adalah teknisi mesin disel berkapasitas besar, untuk pembangkit listrik atau mesin kapal laut serta mesin-mesin truk angkut. Dalam pekerjaannya, tidak boleh ada kata "tidak bisa!" karena mesin-mesin yang diservis atau diperbaiki mempengaruhi hajat hidup bisnis banyak orang.
Sebenarnya Bapak ingin anak laki-laki satu-satunya ini bisa seperti beliau. Sejak kecil, Bapak sering mengajak saya nge-bengkel. Mulai dari memperbaiki elektrikfikasi hingga turun mesin atau ganti plat kopling. Saya tidak pernah betah dengan kegiatan tersebut, bukan karena tidak suka dengan mobil atau mesin-mesin tapi tidak tahan dengan kesabaran Bapak memecahkan persoalan mekanik yang dihadapi. Bapak bisa nge-bengkel hingga larut malam apabila perbaikan yang beliau inginkan belum tercapai dengan kualitas maksimal. Beliau perfeksionis jika urusan kerapihan dan ketepatan fungsi mesin atau elektronik. Pernah suatu ketika, Bapak membeli alarm mobil dan membiarkannya si penjual yang memasangnya. Begitu sampai di rumah, hasil pemasangan itu diperiksanya dan langsung dibongkar lagi keesokan harinya karena menurut Bapak, pemasangannya tidak bagus dan bisa membahayakan jaringan listrik di mobilnya. Ya ampun! Kali berikutnya adalah pemasangan karpet peredam dan kulit untuk jok mobil saya juga pernah beliau lakukan sendiri karena tidak percaya dengan kualitas pengerjaan penjualnya. Pengecatan body mobil ketika ada penyok atau kerusakan cat, Bapak lakukan sendiri. Di garasi mobil, peralatan bengkelnya hampir lengkap untuk buka bengkel resmi.
Urusan disiplin berlalulintas Bapak juga tidak pernah santai. Bapak tidak pernah mengizinkan saya membawa motor atau mobil ke jalan raya saat saya belum punya SIM. Bapak hanya mengizinkan saya mengeluarkan mobil dari garasi atau memasukkannya. Untuk motor, saya pasti didampingi Bapak jika keluar rumah hanya sampai ke gang di ujung jalan. Waktu saya ingin mendapatkan SIM, Bapak juga melarang saya melalui jalur "nembak". Maka, terjadilah proses 3 hari mengajukan permohonan SIM. Ketika saya akhirnya boleh mengemudi mobil pun, beliau tidak berkurang rewelnya soal gaya saya mengemudi. Dan, ini yang penting, patuhilah rambu-rambu lalulintas. Betul, Bapak tidak pernah sekali pun 'santai' dengan aturan lalulintas. Si Alex, meskipun mobil tua, memiliki standar kelengkapan yang maksimal: segitiga pengaman, kotak P3K, bahkan alat pemadam api tersedi di dalamnya. Sekali lagi, Bapak tidak pernah santai kalau urusan keselamatan dan aturan. Alex adalah saksi nyata bagaimana Bapak menjalani 'tour Jakarta-Bali' sekitar 3-4 kali dalam setahun dimana setiap kilometer perjalanan Bapak selalu penuh perhitungan, perencanaan dan disiplin tinggi.
Copyright © Dewa Wisana. All rights reserved
Monday, January 09, 2017
Pentingnya Pendidikan
Foto ini merupakan sebuah 'remark' dari Ibu kepada kami anak-anak dan cucu-cucunya tentang betapa pentingnya pendidikan.
Ibu hanya lulus SKKA (sejenis SMEA atau SMK saat ini) sebelum menikah dan bermigrasi ke Jakarta. Seumur hidupnya, Ibu tidak pernah lelah atau bosan mendorong kami anak-anaknya untuk terus sekolah. Masih terngiang di kepala setiap kata-kata beliau, "Gak apa2, Ibu hanya sekolah sampai sini, tapi anak-anak Ibu harus sekolah setinggi mungkin." Di antara 12 saudara, Ibulah satu-satunya yang tidak sampai mengenyam perguruan tinggi. Di antara keluarga besar, selalu ada kesan Ibu dan Bapak agak dikecilkan karena pendidikannya. Tapi Ibu tidak pernah menyerah.
Ibu mengambil kursus menjahit dan berbagai kursus ketrampilan tanpa henti! Semua tingkatan ijazah Ibu miliki bahkan sertifikat asesor pun diraihnya tanpa batas! Ibu juga membuka kursus sendiri dan membuat berbagai program kursus baik yang berbayar maupun dengan program beasiswa. Di sinilah jiwa sosial Ibu begitu menonjol. Setelah semua sertifikat diraihnya, pada umur yang sudah lewat 45 tahun, tiba-tiba Ibu bilang ingin kuliah. Ternyata Ibu terus menyimpan semangatnya untuk kuliah dan berusaha mewujudkannya. Entah bagaimana caranya, Ibu dapat beasiswa untuk meraih gelar S1 di bidang pendidikan keguruan. Tidak berhenti sampai di situ, Ibu juga langsung lanjut ke S2. Salute!
Untuk seseorang yang sudah cukup lama tidak masuk ke bangku sekolah, Ibu berjuang keras dengan pola standar belajar saat ini. Tapi Ibu tidak menyerah! Ibu berusaha belajar menggunakan laptop, membuat presentasi dengan powerpoint, dan menggunakan smartphone untuk mengirim email. Tentu Ibu banyak dibantu asisten-asisten dan murid-muridnya. Tapi, Ibu tidak pernah menyerah dan bilang "tidak bisa!". Ibu selalu bilang "Jika memang mau, pasti ada caranya."
Ibu menunjukkan pada anak-anaknya dan pada dunia bahwa tidak ada batasan umur untuk belajar dan meraih pendidikan. Mungkin dari Ibulah saya mendapatkan semangat untuk terus berguru dan menjadi guru. Terima kasih banyak, Bu atas bimbingan dan semangat belajarnya!
Copyright © Dewa Wisana. All rights reserved
Friday, October 30, 2015
Parenting dan Website Sampah
Kami baru saja belajar hal yang cukup penting dan pelajaran yang kami terima juga cukup 'menyakitkan'. Pelajaran yang bisa kami ambil adalah jangan pernah memuat (publish) foto anak-anak Anda di website seperti blog atau yang sejenisnya. Jika pun Anda masih tetap ingin berbagai foto-foto lucu anak Anda, berikan penanda hak cipta (copyright signature) dan cap (watermark) di foto tersebut. Mengapa? Karena banyak sekali pencuri-pencuri foto anak dan juga pencuri materi-materi tulisan di internet. Tidak sedikit website-website dan page Facebook yang memuat artikel beserta foto-foto yang tidak jelas sumbernya dari mana. Tapi, sekarang kami mulai paham dan mengetahui bahwa artikel-artikel tersebut diambil tanpa izin atau pun pemberitahuan sama sekali dari sumber-sumber yang sebenarnya baik.
Pelajaran lain yang penting buat kami juga adalah betapa menjadi orang tua (parenting) sekarang begitu menantang. Bukan hanya karena anak-anak kita sebenarnya makin cerdas dan hebat, tetapi juga karena menjadi orang tua sekarang sangat sulit. Di satu sisi, kita perlu terus belajar dan mengetahui bagaimana trik atau tips parenting yang baik. Tapi di sisi lain, kita juga disuguhkan oleh berbagai informasi yang simpang siur dan sulit diverifikasi.
Di luar sana, sekarang banyak orang yang mengaku ahli dan pakar parenting. Mulai banyak bermunculan pakar psikologi anak, pakar komunikasi anak, ahli ini dan itu yang bicara tentang bagaimana mengasuh anak dan/atau membuat anak Anda menjadi anak pintar, sehat, jagoan dan sebagainya. Para pakar tersebut juga muncul di berbagai website, page, atau media sosial internet lain seperti Twitter, dan sebagainya. Beberapa di antara mereka memang orang-orang yang sungguh ahli di bidangnya, tapi banyak diantaranya yang sebenarnya tidak jago-jago amat selain mereka tahu mencari materi-materi kepakaran tersebut dari berbagai media internet. Apalagi kemudian diimbuhi dengan sedikit aspek-aspek keagamaan maka semakin hebat dan 'suci'-lah metode pengasuhan yang disampaikan oleh sang ahli atau pakar. Singkat kata, sekarang banyak para ahli dan pakar yang sebenarnya being expert by Google.
Akibat dari mendengarkan dan mempercayai expert by Google ini, kita juga mencari dan menemukan berbagai artikel yang ditulis dari kutipan berbagai hasil penelitian atau buku. Tapi, sayangnya artikel – yang biasanya ditulis oleh ghost writer mereka – tidak ditulis dengan kaidah penulisan yang baik dan benar. Artikel tersebut jarang (kalau tidak mau dibilang tidak pernah) mengutip (quote) sumber aslinya. Dan mereka juga mengambil foto atau gambar dari sumber-sumber yang mereka tidak minta izin sebelumnya atau tidak menyebutkan sumbernya dari mana. Hal ini kemudian diperburuk oleh para orang tua, pembaca dan para peminat parenting yang malas membaca dengan seksama serta kritis terhadap sumber-sumber yang digunakan oleh artikel tersebut. Selama artikel tersebut mendukung opini yang mereka sudah percayai sebelumnya, serta merta artikel tersebut disebar (share). Dan gelombang berbagi berikutnya pun terjadi yang berarti gelombang ketidakpedulian dan kecerobohan (kalau tidak mau dibilang kebodohan) kembali berulang dikalangan para orang tua, pembaca dan peminat parenting tersebut. Ini sungguh menyesakkan. Sungguh memprihatinkan bahwa banyak orang yang ingin belajar sebagai orang tua yang baik, tapi kita mendapatkan informasi dan pengetahuan dengan cara yang tidak baik. Banyak yang belajar menjadi orang tua yang baik tapi tidak mau bersusah payah belajar untuk kritis dan peduli pada hal-hal sederhana seperti hak cipta dan originalitas.
Kami belajar bahwa menjadi orang tua (parenting) yang baik, bukanlah soal label atau apa yang ideal berdasarkan pikiran orang lain. Betapa pun banyaknya hasil penelitian yang membuktikan suatu cara parenting adalah baik, pada akhirnya yang terpenting adalah bagaimana interaksi Anda sebagai orang tua dengan anak Anda sendiri. Yang terpenting adalah Anda belajar terus tanpa henti mengenal dan memahami anak Anda, karena itu pun yang terus dilakukan oleh anak Anda terhadap orang tuanya. Anak belajar banyak dari orang tua, mereka melihat orang tua mereka sebagai panutan (role model) oleh karena itu jadilah panutan yang baik, bukan menjadi pengikut para "expert" yang membuta. Para "expert" tersebut bisa saja bicara banyak hal yang seolah-olah menunjukkan cara parenting kita masih belum atau sudah ideal/benar, tapi mereka bukan orang tua dari Anak kita.
Jadi, ada beberapa hal yang bisa dilakukan dan perlu diperhatikan:
Copyright © Dewa Wisana. All rights reserved
Pelajaran lain yang penting buat kami juga adalah betapa menjadi orang tua (parenting) sekarang begitu menantang. Bukan hanya karena anak-anak kita sebenarnya makin cerdas dan hebat, tetapi juga karena menjadi orang tua sekarang sangat sulit. Di satu sisi, kita perlu terus belajar dan mengetahui bagaimana trik atau tips parenting yang baik. Tapi di sisi lain, kita juga disuguhkan oleh berbagai informasi yang simpang siur dan sulit diverifikasi.
Di luar sana, sekarang banyak orang yang mengaku ahli dan pakar parenting. Mulai banyak bermunculan pakar psikologi anak, pakar komunikasi anak, ahli ini dan itu yang bicara tentang bagaimana mengasuh anak dan/atau membuat anak Anda menjadi anak pintar, sehat, jagoan dan sebagainya. Para pakar tersebut juga muncul di berbagai website, page, atau media sosial internet lain seperti Twitter, dan sebagainya. Beberapa di antara mereka memang orang-orang yang sungguh ahli di bidangnya, tapi banyak diantaranya yang sebenarnya tidak jago-jago amat selain mereka tahu mencari materi-materi kepakaran tersebut dari berbagai media internet. Apalagi kemudian diimbuhi dengan sedikit aspek-aspek keagamaan maka semakin hebat dan 'suci'-lah metode pengasuhan yang disampaikan oleh sang ahli atau pakar. Singkat kata, sekarang banyak para ahli dan pakar yang sebenarnya being expert by Google.
Akibat dari mendengarkan dan mempercayai expert by Google ini, kita juga mencari dan menemukan berbagai artikel yang ditulis dari kutipan berbagai hasil penelitian atau buku. Tapi, sayangnya artikel – yang biasanya ditulis oleh ghost writer mereka – tidak ditulis dengan kaidah penulisan yang baik dan benar. Artikel tersebut jarang (kalau tidak mau dibilang tidak pernah) mengutip (quote) sumber aslinya. Dan mereka juga mengambil foto atau gambar dari sumber-sumber yang mereka tidak minta izin sebelumnya atau tidak menyebutkan sumbernya dari mana. Hal ini kemudian diperburuk oleh para orang tua, pembaca dan para peminat parenting yang malas membaca dengan seksama serta kritis terhadap sumber-sumber yang digunakan oleh artikel tersebut. Selama artikel tersebut mendukung opini yang mereka sudah percayai sebelumnya, serta merta artikel tersebut disebar (share). Dan gelombang berbagi berikutnya pun terjadi yang berarti gelombang ketidakpedulian dan kecerobohan (kalau tidak mau dibilang kebodohan) kembali berulang dikalangan para orang tua, pembaca dan peminat parenting tersebut. Ini sungguh menyesakkan. Sungguh memprihatinkan bahwa banyak orang yang ingin belajar sebagai orang tua yang baik, tapi kita mendapatkan informasi dan pengetahuan dengan cara yang tidak baik. Banyak yang belajar menjadi orang tua yang baik tapi tidak mau bersusah payah belajar untuk kritis dan peduli pada hal-hal sederhana seperti hak cipta dan originalitas.
Kami belajar bahwa menjadi orang tua (parenting) yang baik, bukanlah soal label atau apa yang ideal berdasarkan pikiran orang lain. Betapa pun banyaknya hasil penelitian yang membuktikan suatu cara parenting adalah baik, pada akhirnya yang terpenting adalah bagaimana interaksi Anda sebagai orang tua dengan anak Anda sendiri. Yang terpenting adalah Anda belajar terus tanpa henti mengenal dan memahami anak Anda, karena itu pun yang terus dilakukan oleh anak Anda terhadap orang tuanya. Anak belajar banyak dari orang tua, mereka melihat orang tua mereka sebagai panutan (role model) oleh karena itu jadilah panutan yang baik, bukan menjadi pengikut para "expert" yang membuta. Para "expert" tersebut bisa saja bicara banyak hal yang seolah-olah menunjukkan cara parenting kita masih belum atau sudah ideal/benar, tapi mereka bukan orang tua dari Anak kita.
Jadi, ada beberapa hal yang bisa dilakukan dan perlu diperhatikan:
- Seksamalah ketika membaca berita-berita dan artikel-artikel tentang parenting. Apa yang setuju dengan ide Anda belum tentu didasarkan atas pemikiran yang teruji karena kebanyakan itu hanyalah opini atau kesimpulan sepihak dari penulis yang tentu apriori terhadap suatu permasalahan atau solusi.
- Di luar sana, banyak artikel yang memuat informasi sampah yang sulit diverifikasi serta hanya memuat informasi sepotong-sepotong. Jangan mudah percaya pada artikel parenting yang memulai atau menunggakan kata-kata "inilah parenting yang baik" atau "inilah parenting yang salah". Artikel tersebut tidak berniat berbagi informasi melainkan ingin menghakimi Anda sebagai orang tua.
- Salah satu ciri-ciri artikel parenting sampah adalah tidak menyebutkan sumber kajian atau studi yang dikutip. Padahal, saat ini banyak studi dan kajian parenting yang dilakukan dengan metode ilmiah yang teruji sudah dipublikasi di media-media ilmiah online. Artinya, jika artikel parenting yang baik ditulis dengan niat yang baik maka pasti menyajikan sumber rujukan bacaan, kajian atau studi yang digunakannya sebagai dasar argumen.
- Ciri-ciri lain yang penting dari artikel parenting sampah adalah menggunakan foto-foto anak-anak. Yang lebih parah dari ciri-ciri ini adalah mereka menggunakan foto anak-anak tanpa menyebutkan sumber foto tersebut. Website atau artikel parenting yang begini hanya ingin menjual sensasi foto anak-anak yang lucu dan menggemaskan.
- Ciri-ciri artikel parenting yang baik adalah yang memuat siapa penulisnya dan afiliasinya. Website atau page group tempat artikel tersebut dimuat memiliki administrator yang jelas dan merespon jika dihubungi. Jika kedua kriteria tersebut tidak ada, maka sudah pasti itu artikel parenting sampah dan berbahaya bagi masyarakat.
- Terakhir, jangan latah berbagi berbagai artikel atau berita atau website tentang parenting. Jika pun Anda ingin berbagi artikel atau berita atau website yang menurut Anda baik, bagikanlah langsung kepada orang-orang yang menurut Anda relevan dan tertarik.
Copyright © Dewa Wisana. All rights reserved
Saturday, November 01, 2014
Farewell my lovely MacBook White
It's been six years when I first join the bandwagon of Apple user. It was when I bought my first MacBook and I am proud to call as a 'Mac User'. Since then, I am an avid user of all Apple product and I am very satisfy with all of them. That feeling mostly apply for my MacBook series.
I am happy to try several Apple products, especially MacBook from MacBook Air, MacBook Pro (aluminium body) and the latest one MacBook Pro with Retina Display. Yet, my MacBook White, which has plastic body, is the most favourite and loveable one. It was the most beautiful laptop in her time, I always proud to open it in public or even in my solitude moment.
Six years seems long enough and I believe my MacBook White still could serve even more. However, sometimes you need to let go something that so loveable to be in others' good hand. I rarely used her recently simply because her specification become less reliable given current progress in technology and overall features. Not to mention that I need the return on investment (yes, it is the money!) from using computing technology for my future work. Therefore, I decided to let go of this beautiful white MacBook to stay in a new owner.
I let go all of her follower and related support (read: accessories and peripherals). And, I know I deeply thankful for all six years services of her. Thank you and farewell my lovely MacBook White!
I am happy to try several Apple products, especially MacBook from MacBook Air, MacBook Pro (aluminium body) and the latest one MacBook Pro with Retina Display. Yet, my MacBook White, which has plastic body, is the most favourite and loveable one. It was the most beautiful laptop in her time, I always proud to open it in public or even in my solitude moment.
Six years seems long enough and I believe my MacBook White still could serve even more. However, sometimes you need to let go something that so loveable to be in others' good hand. I rarely used her recently simply because her specification become less reliable given current progress in technology and overall features. Not to mention that I need the return on investment (yes, it is the money!) from using computing technology for my future work. Therefore, I decided to let go of this beautiful white MacBook to stay in a new owner.
I let go all of her follower and related support (read: accessories and peripherals). And, I know I deeply thankful for all six years services of her. Thank you and farewell my lovely MacBook White!
Copyright © Dewa Wisana. All rights reserved
Tuesday, August 05, 2014
Saturday, June 28, 2014
Ultracrepidarianism
"Ultracrepidarianism: the habit of giving opinions or advice on matters outside of one's knowledge or competence."
A self reminder that just because you're great at something doesn't mean you're good at everything. So, don't hesitate to say 'I don't know'.
Copyright © Dewa Wisana. All rights reserved
Sunday, August 04, 2013
'Siapa cepat dia dapat'
Suatu ketika di sebuah Alfamart di daerah jalan raya Sragen-Ngawi. Saya baru saja memilih sebuah minuman segar dan sebuah permen penyegar tenggorokan untuk saya beli. Ketika saya sampai di kasir, saya lihat ada seorang bapak dan anak laki-laki kecil yang sibuk membayar belanjaannya. Saya pun berdiri dengan niat antri di belakang si bapak yang sibuk memeriksa isi belanjaannya.
Jarak saya berdiri dengan si bapak relatif dekat, hanya sejauh satu lengan merentang. Pokoknya cukup agar beliau bisa bergerak mundur jika sudah selesai di meja kasir. Saya pikir, posisi antri saya tersebut sudah cukup etis.
Namun, hanya beberapa detik menjelang si bapak beranjak dari meja kasir, tiba-tiba datanglah seorang laki-laki muda atau Mas (kira-kira sebaya dengan saya sendiri) dan mengisi jarak sejauh satu lengan merentang antara saya dan meja kasir yang hampir kosong ditinggalkan si bapak pembeli sebelumnya. Si Mas tersebut punya ciri khas yang sangat kental, wajah yang religius dan kostum serta atribut keagamaan yang kental. Tak perlu lah saya gambarkan secara detil. Kurang etis dan mungkin tidak relevan. Si Mas tersebut membeli beberapa tablet hisap vitamin C dan langsung menyodorkannya ke mbak kasir. Mbak kasir menerimanya...
Sungguh, saya tidak dongkol atau kesal. Jelas saya terkejut, tapi saya mulai paham dan 'mati rasa' melihat polah semacam ini. Saya sedikit tertawa geli sebelum akhirnya tak tahan untuk bertanya ke si Mbak Kasir
"Mbak, di daerah sini tidak perlu ada antrian ya?", tanya saya dengan tatapan mata dan senyum langsung ke arah si Mbak.
Si Mbak Kasir tampaknya paham apa maksud pertanyaan saya dan sedikit gelagapan untuk menjawab. Sebelum si Mbak sempat menjawab, ternyata si Mas menjawab sambil tersenyum dengan nada bicara bangga,
"Siapa cepat dia dapat, Mas"
"Oh ya?", kali ini saya terkejut tapi tetap tidak marah. Malahan saya kagum dengan jawaban si Mas tersebut. Ia menjawab dengan percaya diri dan menegaskan bahwa apa yang dia lakukan benar adanya dan sudah terjustifikasi.
Sesaat setelah menjawab, Si Mas berlalu dan saya hanya bisa membalas, "Terima kasih, Mas!"
Sungguh, saya merasa berterima kasih atas jawaban si Mas tersebut. Beliau sudah mengajarkan saya filsafat penting yang ada di tengah masyarakat tentang antrian. Sekarang saya tahu apa alasan kenapa mengantri adalah hal yang sulit dilakukan oleh orang-orang Indonesia.
Copyright © Dewa Wisana. All rights reserved
Copyright © Dewa Wisana. All rights reserved
Sunday, June 30, 2013
Friday, May 17, 2013
Friday, May 10, 2013
Kompetensi Kurikulum 2013
Saya pernah membahas tentang perkembangan kurikulum pendidikan di Indonesia. Setelah itu, saya juga membahas sedikit tentang aspek penambahan jam pelajaran dari kurikulum terbaru tahun 2013. Kita bisa mengikuti perdebatan tentang kurikulum baru 2013 di berbagai media, silahkan di-google lebih lanjut jika tertarik mengikuti perdebatan tersebut.
Kali ini, saya hanya ingin berbagi beberapa kompetensi dasar yang dituliskan dalam draft dokumen Kompetensi Dasar Kurikulum 2013. Menurut info yang saya peroleh, konten yang disebutkan di sini masih draft, artinya masih mungkin mengalami perubahan. Namun, saya pribadi ragu bahwa dokumen ini akan mengalami perubahan yang berarti. Jadi, mari kita simak sedikit saja bagian dari kompetensi dasar ini, khususnya dibagian yang paling 'mencolok' idenya - bagi saya.
Bagian pertama yang paling mencolok bagi saya adalah Kompetensi Inti di setiap mata pelajaran dan kelas yang terkena dampak Kurikulum 2013, khususnya Kompetensi Inti nomor 1. Saya ingin memberi label kompetensi inti pertama ini sebagai "Kompetensi Inti Kerohanian". Kompetensi Inti tersebut berbunyi,
Berikutnya adalah Kompetensi Inti Nomor 2 yang terkait aspek perilaku dan saya beri label sebagai "Kompetensi Inti Perilaku". Kompetensi Inti tersebut berbunyi,
Bagian kedua yang paling mencolok bagi saya adalah Kompetensi Dasar yang mengikuti Kompetensi Inti. Ada beberapa mata pelajaran yang tidak menyebutkan Kompetensi Dasar terkait dengan Kompetensi Inti Kerohanian, antara lain Mata Pelajaran Bahasa Asing (Inggris, Mandarin, Perancis, dsb) untuk Tingkat SMA. Namun, ada beberapa mata pelajaran yang penting yang menyebutkan lebih dari satu Kompetensi Dasar yang terkait Kompetensi Inti Kerohanian tersebut. Berikut ini beberapa Kompetensi Dasar tersebut dan sedikit pendapat kenapa kita harus "Like" Kompetensi Dasar ini:
Kompetensi Dasar untuk Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Tingkat SD Kelas VI:
1.1 Meresapi makna anugerah Tuhan Yang Maha Esa berupa bahasa Indonesia yang diakui sebagai sarana yang lebih unggul daripada bahasa lain untuk memperoleh ilmu pengetahuan.
1.2 Meresapi makna anugerah Tuhan Yang Maha Esa atas keberadaan ciri khusus makhluk hidup, hantaran panas, energi listrik dan perubahannya, serta tata surya.
Komentar: Baru tahu bahwa Bahasa Indonesia juga sebenarnya ilmu biologi dan fisika sekaligus astronomi.
Kompetensi Dasar untuk Mata Pelajaran Matematika Tingkat SMAKelas XII Bidang Kalkulus:
2.6 Memiliki motivasi internal mempelajari integral tentu dengan merasakan kebermanfaatan konsep dan aturan integral tentu dalam memecahkan masalah nyata terkait luas daerah, volume benda putas dan panjang kurva."
2.7 Menunjukkan rasa percaya diri dan memiliki sifat konsisten dalam menerapkan konsep dan sifat-sifat integral parsial dalam menyelesaikan masalah
Komentar: Andaikan saya diajarkan kalkulus agar memiliki percaya diri dan konsisten? Mungkin yang saya perlukan motivasi untuk belajar matematika terlebih dahulu...
Kompetensi Dasar untuk Mata Pelajaran Matematika Tingkat SMA Kelas X Bidang Aljabar:
2.1. Menunjukkan sikap senang dan percaya diri dalam menerapkan konsep dan sifat-sifat fungsi eksponensial dan logaritma dalam menyelesaikan permasalahan nyata
2.3 Memiliki sikap toleran terhadap proses pemecahan masalah yang berbeda dan kreatif sebagai terapan berbagai konsep dan aturan dalam sistem pertidaksamaan kuadrat dua variabel untuk memecahkan masalah nyata
Bidang Trigonometri:
2.6 Menunjukkan sikap kritis, jujur dan bekerja sama dalam menganalisis dan memecahkan masalah terkait persamaan trigonometri sederhana.
Komentar: Mudah-mudahan anak-anak Indonesia jadi tidak takut lagi belajar matematika aljabar seperti saya dulu...
Kompetensi Dasar untuk Mata Pelajaran Ekonomi/Akuntansi Tingkat SMA Kelas XII:
1.1 Mengamalkan ajaran agama dalam melakukan pencatatan dan perhitungan akuntansi
1.2 Menghargai ajaran agama dalam melakukan kerja sama dan perdagangan internasional
Komentar: Kelak Indonesia akan memiliki akuntan dan pakar perdagangan internasional yang religius...
Kompetensi Dasar untuk Mata Pelajaran Kimia Tingkat SMA Kelas X:
1.1 Menyadari keteraturan konfigurasi elektron dalam atom sebagai anugerah Tuhan
2.1 Berperilaku disiplin dengan meniru elektron yang selalu beredar menurut lintasannya
2.2 Berpilaku peduli kepada sesama dengan mengamalkan prinsip serah terima elektron membentuk senyawa ion yang stabil dalam kehidupan sehari-hari
Komentar: Demi ahli-ahli kmia yang religius dan berakhlak mulia di masa depan...
Sebenarnya masih banyak lagi Kompetensi Dasar yang mencolok seperti di atas untuk mata pelajaran lainnya. Tapi, seperti saya sebutkan di atas, saya tidak ingin menambah rumit mimpi-mimpi dari Kurikulum 2013 ini. Kalau saya sendiri pusing membaca Kompetensi Dasar ini, entah apa yang terjadi dengan anak-anak saya yang harus bersekolah dan menelan semua kemampuan tersebut...
Copyright © Dewa Wisana. All rights reserved
Kali ini, saya hanya ingin berbagi beberapa kompetensi dasar yang dituliskan dalam draft dokumen Kompetensi Dasar Kurikulum 2013. Menurut info yang saya peroleh, konten yang disebutkan di sini masih draft, artinya masih mungkin mengalami perubahan. Namun, saya pribadi ragu bahwa dokumen ini akan mengalami perubahan yang berarti. Jadi, mari kita simak sedikit saja bagian dari kompetensi dasar ini, khususnya dibagian yang paling 'mencolok' idenya - bagi saya.
Bagian pertama yang paling mencolok bagi saya adalah Kompetensi Inti di setiap mata pelajaran dan kelas yang terkena dampak Kurikulum 2013, khususnya Kompetensi Inti nomor 1. Saya ingin memberi label kompetensi inti pertama ini sebagai "Kompetensi Inti Kerohanian". Kompetensi Inti tersebut berbunyi,
Dengan kata lain, para siswa/i diharapkan memiliki kemampuan inti sebagai individu yang beragama. Kompetensi Inti ini selalu mengawali setiap pembahasan Kompetensi Dasar yang akan dijabarkan. Sangat ideal!
- "Menerima dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya" (Untuk Tingkat SD)
- "Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya" (Untuk Tingkat SMP)
- "Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya" (Untuk Tingkat SMA)
Berikutnya adalah Kompetensi Inti Nomor 2 yang terkait aspek perilaku dan saya beri label sebagai "Kompetensi Inti Perilaku". Kompetensi Inti tersebut berbunyi,
Hebat?! Tentu! Saya tidak ingin membahas dan menjelaskan apa yang sebenarnya akan dibentuk terhadap para siswa/i dari Kurikulum 2013 tersebut. Jika Anda punya pendapat lain, saya persilahkan menyampaikan pendapatnya. Tapi bagi saya sendiri, sudah terlalu banyak pendapat dan ide-ide yang terlalu besar disampaikan di dalam Kompetensi Inti tersebut. Saya tidak ingin menambah rumit.
- "Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, dan guru." (Untuk Tingkat SD)
- "Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya." (Untuk Tingkat SMP)
- "Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotong royong, kerjasama, cinta damai, responsif dan proaktif) dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan bangsa dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia." (Untuk Tingkat SMA)
Bagian kedua yang paling mencolok bagi saya adalah Kompetensi Dasar yang mengikuti Kompetensi Inti. Ada beberapa mata pelajaran yang tidak menyebutkan Kompetensi Dasar terkait dengan Kompetensi Inti Kerohanian, antara lain Mata Pelajaran Bahasa Asing (Inggris, Mandarin, Perancis, dsb) untuk Tingkat SMA. Namun, ada beberapa mata pelajaran yang penting yang menyebutkan lebih dari satu Kompetensi Dasar yang terkait Kompetensi Inti Kerohanian tersebut. Berikut ini beberapa Kompetensi Dasar tersebut dan sedikit pendapat kenapa kita harus "Like" Kompetensi Dasar ini:
Kompetensi Dasar untuk Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Tingkat SD Kelas VI:
1.1 Meresapi makna anugerah Tuhan Yang Maha Esa berupa bahasa Indonesia yang diakui sebagai sarana yang lebih unggul daripada bahasa lain untuk memperoleh ilmu pengetahuan.
1.2 Meresapi makna anugerah Tuhan Yang Maha Esa atas keberadaan ciri khusus makhluk hidup, hantaran panas, energi listrik dan perubahannya, serta tata surya.
Komentar: Baru tahu bahwa Bahasa Indonesia juga sebenarnya ilmu biologi dan fisika sekaligus astronomi.
Kompetensi Dasar untuk Mata Pelajaran Matematika Tingkat SMAKelas XII Bidang Kalkulus:
2.6 Memiliki motivasi internal mempelajari integral tentu dengan merasakan kebermanfaatan konsep dan aturan integral tentu dalam memecahkan masalah nyata terkait luas daerah, volume benda putas dan panjang kurva."
2.7 Menunjukkan rasa percaya diri dan memiliki sifat konsisten dalam menerapkan konsep dan sifat-sifat integral parsial dalam menyelesaikan masalah
Komentar: Andaikan saya diajarkan kalkulus agar memiliki percaya diri dan konsisten? Mungkin yang saya perlukan motivasi untuk belajar matematika terlebih dahulu...
Kompetensi Dasar untuk Mata Pelajaran Matematika Tingkat SMA Kelas X Bidang Aljabar:
2.1. Menunjukkan sikap senang dan percaya diri dalam menerapkan konsep dan sifat-sifat fungsi eksponensial dan logaritma dalam menyelesaikan permasalahan nyata
2.3 Memiliki sikap toleran terhadap proses pemecahan masalah yang berbeda dan kreatif sebagai terapan berbagai konsep dan aturan dalam sistem pertidaksamaan kuadrat dua variabel untuk memecahkan masalah nyata
Bidang Trigonometri:
2.6 Menunjukkan sikap kritis, jujur dan bekerja sama dalam menganalisis dan memecahkan masalah terkait persamaan trigonometri sederhana.
Komentar: Mudah-mudahan anak-anak Indonesia jadi tidak takut lagi belajar matematika aljabar seperti saya dulu...
Kompetensi Dasar untuk Mata Pelajaran Ekonomi/Akuntansi Tingkat SMA Kelas XII:
1.1 Mengamalkan ajaran agama dalam melakukan pencatatan dan perhitungan akuntansi
1.2 Menghargai ajaran agama dalam melakukan kerja sama dan perdagangan internasional
Komentar: Kelak Indonesia akan memiliki akuntan dan pakar perdagangan internasional yang religius...
Kompetensi Dasar untuk Mata Pelajaran Kimia Tingkat SMA Kelas X:
1.1 Menyadari keteraturan konfigurasi elektron dalam atom sebagai anugerah Tuhan
2.1 Berperilaku disiplin dengan meniru elektron yang selalu beredar menurut lintasannya
2.2 Berpilaku peduli kepada sesama dengan mengamalkan prinsip serah terima elektron membentuk senyawa ion yang stabil dalam kehidupan sehari-hari
Komentar: Demi ahli-ahli kmia yang religius dan berakhlak mulia di masa depan...
Sebenarnya masih banyak lagi Kompetensi Dasar yang mencolok seperti di atas untuk mata pelajaran lainnya. Tapi, seperti saya sebutkan di atas, saya tidak ingin menambah rumit mimpi-mimpi dari Kurikulum 2013 ini. Kalau saya sendiri pusing membaca Kompetensi Dasar ini, entah apa yang terjadi dengan anak-anak saya yang harus bersekolah dan menelan semua kemampuan tersebut...
Copyright © Dewa Wisana. All rights reserved
Tuesday, May 07, 2013
e-KTP tidak boleh difotokopi?
Ada hal menarik yang baru-baru ini muncul tentang e-KTP. Hal tersebut terkait diterbitkannya Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 471.13/1826/SJ Tanggal 11 April 2013. Di salah satu ketentuan dalam surat edaran tersebut disebutkan bahwa:
Saya membayangkan bahwa kartu kredit juga menggunakan chip yang sejenis. Dan saya yakin, chip dalam kartu kredit tidaklah kalah canggih dan sensitifnya dibanding chip yang tertanam di e-KTP. Chip di dalam kartu kredit menyimpan informasi-informasi yang penting dan vital bagi transaksi keuangan. Bank penerbit kartu kredit pasti menggunakan chip yang canggih dan aman bagi setiap kartu kredit yang diterbitkannya. Meskipun demikian, saya tidak ingat bahwa pihak bank penerbit kartu kredit atau kartu ATM yang menggunakan chip memberikan peringatan agar jangan memfotocopy kartu kredit. Jadi, secanggih apa pun e-KTP ketentuan tentang larangan foto copy tersebut cenderung aneh kalau tidak mau dibilang mengada-ada.
Alasan yang masih masuk akal adalah agar e-KTP digunakan secara digital dan mengurangi kebutuhan dokumen berbasis kertas. Alasan ini muncul di ketentuan lain yang menyatakan:
Terakhir, Kementerian Dalam Negeri menganjurkan agar memfotocopy e-KTP cukup sekali saja dan menggunakannya untuk memfotokopi berikutnya. Tidakkah itu anjuran yang 'bodoh'? Siapa yang tahu berapa salinan KTP yang kita perlukan di masa depan? Tidakkah mereka tahu bahwa kualitas fotokopi tidaklah bertahan lama...
Copyright © Dewa Wisana. All rights reserved
"...e-KTP tidak diperkenankan untuk di foto copy, distapler dan perlakuan lainnya yang merusak fisik e-KTP, sebagai penggantinya dicatat "Nomor Induk Kependudukan (NIK)" dan "Nama Lengkap"Ketentuan tersebut menarik karena memunculkan kelucuan. Mengapa kartu tanda identitas tidak boleh dibuatkan salinan (copy)-nya? Apa istimewanya chip yang ditanam di kartu tersebut sehingga sangat sensitif dengan mesin foto copy? Apakah e-KTP hanya satu-satunya kartu yang menggunakan chip sejenis?
Saya membayangkan bahwa kartu kredit juga menggunakan chip yang sejenis. Dan saya yakin, chip dalam kartu kredit tidaklah kalah canggih dan sensitifnya dibanding chip yang tertanam di e-KTP. Chip di dalam kartu kredit menyimpan informasi-informasi yang penting dan vital bagi transaksi keuangan. Bank penerbit kartu kredit pasti menggunakan chip yang canggih dan aman bagi setiap kartu kredit yang diterbitkannya. Meskipun demikian, saya tidak ingat bahwa pihak bank penerbit kartu kredit atau kartu ATM yang menggunakan chip memberikan peringatan agar jangan memfotocopy kartu kredit. Jadi, secanggih apa pun e-KTP ketentuan tentang larangan foto copy tersebut cenderung aneh kalau tidak mau dibilang mengada-ada.
Alasan yang masih masuk akal adalah agar e-KTP digunakan secara digital dan mengurangi kebutuhan dokumen berbasis kertas. Alasan ini muncul di ketentuan lain yang menyatakan:
"Instansi pemerintah, pemerintah daerah, lembaga perbankan dan swasta wajib menyiapkan kelengkapan teknis yang diperlukan berkaitan dengan penerapan e-KTP termasuk card reader..."dan
"Semua unit kerja/badan usaha atau nama lain yang memberikan pelayanan kepada masyarakat, sudah memiliki card reader paling lambat akhir tahun 2013, dengan alasan KTP non elektronik terhitung sejak 1 Januari 2014 tidak berlaku lagi"Dari ketentuan tersebut, dapat diduga bahwa e-KTP diharapkan menjadi media identifikasi yang lebih cepat dan mudah. Namun, sedianya e-KTP juga masih bisa digunakan sebagai media identifikasi informasi warga negara di luar unit kerja/badan usaha pelayanan masyarakat lainnya. Misal, sekolah atau supermarket atau pusat perdagangan lain atau jasa penjualan kecil menengah, dan sebagainya. Mereka kadang masih memerlukan KTP (fotocopy-nya) sebagai persyaratan identifikasi permohonan keanggotaan atau lain sebagainya. Intinya, seharusnya e-KTP tidak hanya dibatasi penggunaannya untuk hal-hal yang terkait dengan pelayanan pemerintah tetapi juga diluar itu. Dan, tidak praktis serta terlalu mahal jika e-KTP harus tergantung pada card reader.
Terakhir, Kementerian Dalam Negeri menganjurkan agar memfotocopy e-KTP cukup sekali saja dan menggunakannya untuk memfotokopi berikutnya. Tidakkah itu anjuran yang 'bodoh'? Siapa yang tahu berapa salinan KTP yang kita perlukan di masa depan? Tidakkah mereka tahu bahwa kualitas fotokopi tidaklah bertahan lama...
Copyright © Dewa Wisana. All rights reserved
Subscribe to:
Posts (Atom)