Embun hanyalah setetes pagi yang mencoba menyusun kata. Namun kata selalu mencari makna. Gerombolan pikiran yang berduyun mencari ruang. Tanpa aturan, tanpa batasan. Ada yang memicu, ada yang menginspirasi. Cetak peristiwa masa lalu, baru tadi atau cita-cita ke depan belum pasti. Dan... embun pun menetes jatuh lenyap terserap bumi tatkala fajar kian hangat. Bila kenan kan, nantilah hingga esok hari sebelum jadi pagi. Semoga masih kan ada susunan kata baru...
Thursday, July 24, 2008
kabar gembira dari Bergen, Norwegia...
Selamat untuk kelahirannya. Semoga sehat selalu, tumbuh dan berkembang dengan baik dan menjadi anak yang penuh restu dan berbahagia.
Selamat untuk Ayah dan Ibu-nya. Semoga sang Ibu dan Ayah-nya tetap sehat selalu dan terus membimbingnya.
Semoga keluarga sekalian mendapatkan restu dan kebahagiaan dari segala penjuru.
Sekali lagi, SELAMAT!!
Friday, July 18, 2008
kompetisi
Ilustrasi sederhana di atas bisa menunjukkan pentingnya "kompetisi". Siapa yang berani menawarkan barang dan jasa yang relatif lebih murah, tentu akan menarik perhatian dan minat konsumen. Kompetisi juga bisa mendorong pengembangan kualitas ke arah yang lebih baik lagi.
Eh, seseorang yang berbisik "Ah, itu bisa mematikan usaha orang lain? Sungguh tidak manusiawi"
Aku pasti akan berbisik balik, "Tidak usah pura-pura dong, kita kan selalu mencari sesuatu yang lebih murah kan? Tidak usahlah merasa 'peduli' dengan usaha orang lain."
Posting sejenis di KaFE depok.
Thursday, July 17, 2008
permaculture
When I was browsing about Simon-Ehrlich wager and Cornucopian, I found and start to stuck with Permaculture (find it here and here). That is why I post the above picture, as I amaze with the idea but at the same time thinking so hard on how to understand the basic principle.
Well, at least all I can say for now is... Let's start!
Selamat untuk Pak Pastika!
Selamat atas terpilihnya Pak Made Mangku Pastika sebagai Gubernur Bali.
Dengan prestasi yang tak bisa dipungkiri, ditambah catatan kerja yang relatif bersih dari hingar bingar politik yang semakin kotor saat ini (baca profil Made Mangku Pastika), terpilihnya Pak Pastika terasa sebagai suatu masa yang sudah ditunggu-tunggu dan merupakan suatu keniscayaan. Jika rakyat Bali yang sudah sedemikian paham dalam memilih pemimpin yang potensial, mudah-mudahan bisa menjadi contoh dan awal dari Pulau Bali yang semakin baik, tidak hanya dibidang politik tetapi juga di bidang-bidang lain.
Selamat juga untuk rakyat Bali yang telah berhasil melaksanakan Pilkada yang aman dan damai serta tingkat partisipasi yang cukup tinggi. Konon hingga mencapai 80 persen! Ini patut menjadi contoh bagi daerah-daerah lainnya di Indonesia.
Sekali lagi, selamat untuk Pak Pastika! Selamat bekerja dan semoga sukses!
Monday, July 14, 2008
Nine months with a bowl of empty promises
When I see Rose is Rose cartoon above, I remember a question from The Jakarta Post Editorial,
"...whether this nation really needs such a long campaign period."I believe that despite of 34 parties participate in the election, this nine months campaign period just will adding up more 'burden' and uncertainty into such political extravaganza. At the in end, it only turn something to be nothing. But my big concern above all possible cost and burden that occur from the 'must-to-held' event like election is finally what will be the benefit for the people? Base on previous experiences, campaign just like advertising. It is only selling words and promises. And I believe, the 2009 election will be no different at all.
The biggest disappointment will be is that – just like the cartoon mention – "the bowl of empty promises" must be one of the new flavors! And most of Indonesian people, as with their innocent believe with political parties, they will look and support those "bowl of empty promises". Alas, those politician keep smiling then...
destinasi? Duh!
"Apakah kata 'destinasi' itu sudah baku? Bukankah bahasa Indonesia untuk 'destination' itu seharusnya 'tujuan'? Seperti kita biasa menterjemahkan 'destination area' menjadi 'daerah tujuan'??"Aku hanya bisa menjawab, "Ah, lagi-lagi penggunaan bahasa Indonesia yang jorok."
Permata Depok Regency di Kompas
Seperti pernah beberapa kali blog ini muat (lihat di sini, sini dan sini), betapa sering sang developer mengabaikan keluhan dan kerisauan konsumen perumahan Permata Depok Regency. Jika pihak developer benar-benar peduli dengan kesuksesan proyek perumahan mereka sendiri, sudah semestinya setiap keluhan dan kerisauan konsumen dijadikan prioritas dalam setiap pelayanan yang diberikan.
Sederhana saja hukumnya, jika konsumen puas maka tidak akan segan-segan mereka mempromosikan dan bahkan merekomendasikan Permata Depok Regency. Namun, jika konsumen tidak puas pun bahkan dikecewakan maka tidak segan pula mereka akan memuat surat pembaca seperti berikut ini:
Rumah Permata Depok Regency
Hati-hati membeli rumah di Perumahan Permata Depok Regency (PT Citrakarsa Hansaprima). Saya pembeli berdasarkan surat pesanan rumah (Nomor: Rin/001602 tanggal 10 Maret 2008) di Permata Depok Regency (Cluster Jade E5/10).
Saya melakukan pengikatan perjanjian jual beli dengan pengembang PT Citrakarsa Hansaprima (5 April 2008) dan mendapatkan KPR dari Bank Mandiri dengan (Nomor: CNB.CLN/Jod. SPPK. KPR. 56734/031008 tanggal 31 Maret 2008) dengan harapan agar pembangunan rumah segera dilaksanakan.
Tetapi, sebelum pembangunan, saya diberi informasi dari teknisi bangunan bahwa peruntukan atau bentuk tanah saya di lapangan ternyata miring dari bagian belakang ke bagian depan rumah. Peruntukan atau bentuk tanah tersebut tidak sesuai dengan peruntukan atau bentuk tanah pada saat perjanjian jual beli, yaitu berbentuk persegi empat.
Saya telah melakukan konfirmasi kepada pihak PT Citrakarsa Hansaprima, baik dengan bagian marketing maupun bagian teknisi. Dari pihak marketing diberikan informasi bahwa gambar asli peruntukan atau bentuk tanah memang disembunyikan dengan alasan teknik penjualan rumah. Sedangkan bagian teknisi menyatakan bahwa hal tersebut bukan tanggung jawabnya, padahal yang lebih mengetahui gambar lokasi proyek adalah bagian teknisi.
Telah dua bulan saya meminta konfirmasi dan klarifikasi mengenai hal tersebut, tetapi hingga saat ini jawaban dari pihak marketing yang menawarkan diri sebagai wakil dari PT Citrakarsa Hansaprima selalu bertele-tele dan tidak memberikan solusi.
Bangun Jalan Serayu 4 Nomor 276, Cilincing, Jakarta
Friday, July 11, 2008
World Population Day 2008
Focus for this year World Population Day commemoration is to provide a chance to raise awareness of the many benefits of family planning, including its vital role in enhancing maternal health, gender equality and poverty reduction.
One thing might need to be add further is family planning need to be emphasized in today's era not only aim for "quantity" but we should aim for "quality" of individual and or family as the world citizen. Malthus postulate might be loss the battle, but his main idea still possibly knock our door of future in different form.
Happy Population Day 2008!
Thursday, July 10, 2008
inefisiensi dan misalokasi sumber daya atas nama penegakan demokrasi
Penghamburan Uang
34 partai masing-masing akan menghamburkan uang sekian milyar rupiah untuk kegiatan-kegiatan yang tidak ada hubungannya dengan kesejahteraan masyarakat. Berbagai kegiatan seperti kampanye dan pembuatan atribut serta lain-lainnya jika kita total keseluruhannya pasti akan bisa digunakan untuk pembangunan dan perbaikan infrastruktur. Atau, dengan kata lain selama setahun ke depan Indonesia tidak akan ada perbaikan dan penyempurnaan sarana dan prasarana publik karena habis untuk kegiatan "hura-hura" politik yang terlalu besar ini.
Masa "Kritis" dan "Kronis"
Dengan 34 partai yang bertarung dalam pemilu 2009, berarti kita akan menghadapi hari-hari yang dipenuhi kampanye dan berbagai kegiatan turunannya. Kegiatan kampanye dari partai-partai yang banyak tersebut akan menimbulkan masa-masa "kritis" berupa kemacetan di jalan raya yang tak terhindarkan. Belum lagi hilangnya waktu karena harus menghindari kemacetan akibat penumpukkan massa akibat kampanye tersebut. Dari sudut pandang dunia usaha, kemacetan dan hilangnya waktu berarti juga turunnya produktifitas nasional karena jam kerja dan kenyamanan kerja menjadi terganggu. Belum lagi jika terjadi kerusuhan atau pertikaian antar pendukung parpol, ini akan menimbulkan masa "kronis" karena banyak hal yang menjadi tidak pasti dan sulit dipecahkan.
Kegiatan Perekonomian Akan "Beku"
Terkait dengan masa "kritis" sebelumnya, dengan riuh rendahnya pertarungan politik sepanjang tahun 2009 nanti sudah jelas kegiatan perekonomian akan "beku" alias stagnan karena berbagai perilaku para pelaku bisnis yang cenderung "wait and see". Mereka akan menunda kegiatan investasi, bahkan mungkin saja akan mengalihkan rencana ekonomi mereka ke wilayah/negara lain. Selain itu, dunia usaha juga akan menunda rencana ekspansi sedemikian sehingga kegiatan ekonomi cenderung tidak lebih baik dibanding periode sebelumnya. Selain itu, buruh dan pekerja mendapat tekanan karena masa-masa sulit akibat kenaikan harga serta kesempatan kerja yang terbatas membuat kegiatan usaha rentan dengan "kehangatan" dunia politik dalam pemilu nanti. Dengan kata lain, lagi-lagi bicara produktifitas ekonomi yang relatif menurun.
Dan masih banyak lagi pemikiran dan kekhawatiran yang sempat timbul dalam benakku saat ini. Dengan peserta pemilu sebanyak itu, waktu pelaksanaan yang setahun penuh - jangan lupa kita juga akan melakukan pemilihan presiden langsung - maka tak terhindarkan bahwa tahun depan kita akan menghadapi apa yang kusebut sebagai "inefisiensi dan misalokasi sumber daya atas nama penegakan demokrasi".
Itu tadi istilah kerennya lah. Kalau Anda berkenan mendengar istilah yang kurang 'elok', aku ingin menyebut Pemilu 2009 nanti sebagai "masturbasi politik". Parpol peserta pemilu beserta seluruh jajarannya sedang menikmati 'kenikmatan' yang tiada tara, namun kenikmatan tersebut sesungguhnya dinikmati oleh mereka sendiri tanpa mungkin berbagi. Mengapa demikian? Jelas! Semasa kampanye, mereka semua mengumbar janji-janji dan mengecap kenikmatan sebagai fokus perhatian sepanjang tahun. Dimanja oleh sistem politik, menghabiskan semua sumber daya yang ada. Semua untuk apa? Hanya demi duduk ditampuk pemerintahan atau parlemen dan ujung-ujungnya mereka mereguk kenikmatan tambahan berupa upah dan gaji yang tiada tara tingginya serta tak perlu peduli lagi tentang bagaimana mewujudkan janji-janji yang pernah mereka ucapkan dulu. Nikmat sekali ritual semacam itu, bukan?
Friday, July 04, 2008
budak dan DPR Indonesia...
Pertama, manusia di muka bumi ini masih ada (kalau tidak bisa dibilang masih banyak) yang masih mengagungkan perbudakan. Dalam kasus Syaikha Emirat Arab ini, yang memilukan adalah Syaikha tersebut adalah seorang berdarah biru dari Arab dan kaya raya. Kedua kombinasi status tersebut seakan mempertegas jika bangsawan dan kaya masih bisa dan boleh untuk bertindak semena-mena yang melampui batas kemanusiaan. Yang jelas, si bangsawati Emirat Arab tersebut semangat penindasan dan perbudakan di muka bumi yang - konon - semakin modern ini.
Kedua, Belgia yang "ketempatan" (baca: mendapati) kasus tersebut menunjukkan suatu konsistensi yang penting serta patut kita tiru. Meskipun pengadilan tidak bisa melanjutkan untuk menghukum pelaku perbudakan pun keluarga bangsawan tersebut mengecam keras tindakan aparat hukum Belgia, mereka tetap menunjukkan bahwa siapa pun harus tetap tunduk atas hukum. Dan hukum di Belgia menempatkan manusia dalam tataran yang mulia dan sama sehingga meskipun seorang bangsawan tapi tidak menjadi alasan agar diijinkan untuk bertindak semena-mena.
Nah, sekarang bayangkan di Indonesia yang korupsinya sudah melanda hingga ke kelompok masyarakat yang sedemikian terhormat seperti Yang Mulia Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Ketika semakin jelas dan nyata bahwa mereka - Yang Mulia - secara rutin dan berkala melakukan praktek-praktek korupsi, kini mereka mencoba berkelit dan mengelak. Dengan "kemuliaan" yang mereka miliki berusahalah mereka menutupi dan mengingkari kenyataan bahwa merekalah "the lawmaker", tapi ternyata mereka sendiri yang melanggarnya.
Perilaku ini sama persis seperti sang syeikha Emirat Arab di atas. Sayangnya, di Indonesia hukum belum bisa ditegakkan seperti di Brussel Belgia.
Thursday, July 03, 2008
surel dan selebrasi
Salah satu kata yang belakangan kerap kubaca adalah "surel". Ketika pertama kali membaca kata tersebut, aku cukup bingung dan bertanya-tanya, kata apakah ini? Setelah beberapa lama kemudian aku mengetahui bahwa "surel" adalah bahasa Indonesia untuk "email", dan surel merupakan bentuk penyingkatan (akronim) dari "surat elektronik".
Untuk kata yang didasarkan pada bentuk penyingkatan, mungkin kita hanya perlu membiasakan diri saja untuk menggunakannya. Namun, setelah sekian lama kita mengadopsi atau menyerap kata "email" ke dalam perbendaharaan kosakata kita sehari-hari, rasanya akan cukup sulit bagi kebanyakan kita untuk mulai menggunakan "surel" dibandingkan "email". Belum lagi jika kita kerap sudah sering mendengar orang melafal "email" dengan "imel". Dalam hal ini, kosakata "surel" tersebut mungkin harus lebih sering dikumandangkan dan dilatih dalam kelas-kelas pelajaran bahasa Indonesia. Jika kita memang sepakat untuk menggunakan kata tersebut di masa datang.
Satu contoh kata dengan akronim yang sekarang sukses digunakan adalah "ponsel" atau "telpon seluler", untuk menggantikan "handphone" yang dulu sudah mempopulerkan "telpon genggam". Karena mungkin "telpon genggam" sulit untuk disingkat maka "telpon seluler". Coba, siapa yang setuju jika telpon genggam kita singkat menjadi "pon-gam"? Hati-hati jangan sampai tanda pisahnya dicabut karena cara bacanya jadi akan membuat dahi berkerut.
Ada kata-kata lain yang lebih bersifat serapan tapi belakangan ini jadi sedikit mengganggu dan menggelikan - setidaknya menurut pemikiranku - karena cara penyajiannya. Kata-kata tersebut biasanya diserap dari bahasa Inggris dan hanya diganti satu dua hurufnya saja agar disesuaikan dengan lafal huruf di dalam bahasa Indonesia. Satu contoh kata tersebut adalah "selebrasi", yang berarti "perayaan".
Terdapat dua gangguan dan kegelian yang kurasakan atas kata tersebut. Pertama, kata tersebut sesungguhnya sudah memiliki kata dalam bahasa Indonesia sendiri yang aku yakin sudah sering digunakan dalam berbahasa Indonesia sehari-hari. Misal, sejak dulu kita sudah sering menggunakan istliah "Perayaan Hari Kemerdekaan" atau "Perayaan Hari-Hari Besar Keagamaan" dan masih banyak lagi. Jika kemudian kita harus menggunakan kata "selebrasi", maka misalnya akan terdengar menjadi "Selebrasi Hari Kemerdekaan" atau "Selebrasi Idul Fitri" atau "Selebrasi Ulang Tahun" dan sebagainya. Ah, itu terdengar dan terbaca aneh. Siapa yang bersedia mengganti kata-kata tersebut seperti demikian?
Kedua, kata "selebrasi" bagiku terdengar menjadi kata yang "jorok". "Jorok" disini dalam pengertianku adalah karena diserap tanpa pemikiran estetis dan terkesan asal-asalan. Mengapa demikian? Coba saja tengok kata dasar dari "selebrasi" yang berasal dari bahasa Inggris, yaitu "celebration". Jika kita tahu kata dasar "celebration" adalah "celebrate", maka kata serapan untuk perayaan tersebut seharusnya bukan "selebrasi" melainkan "selebret". Inilah sekedar permainan makna kata dasar yang menunjukkan bahwa kata "selebrasi" terkesan "jorok" karena terkesan asal-asalan ketika digunakan tanpa memperhatikan akar katanya. Ditambah lagi tidak ada pemikiran estetis di situ karena hanya mengganti huruf "c" dengan "s" dan "tion" dengan "si". Sesuatu yang jelas menunjukkan kedangkalan berpikir si pengusul kata tersebut karena ia enggan memikirkan keelokan penggunaan kata tersebut kelak jika sudah digabungkan dengan kata-kata lain untuk membentuk kalimat.
Nah, jika Anda kelak membaca juga kata-kata lain yang aneh dan membuat Anda miris sekaligus berpikir bolehlah berbagi dan saling mengingatkan agar jangan terjebak pada pola pikir yang dangkal.
Wednesday, July 02, 2008
Polisi...
"Apa yang membedakan polisi di negara maju dengan polisi di negara berkembang?" Demikian pertanyaan seorang teman karib dari Nepal. Aku menggeleng dan berharap dia segera menjawab, meski sesungguhnya aku memiliki dugaan jawabanku sendiri. Teman dari Nepal tersebut menjawab sebagai berikut:
"Di negara maju, polisi akan sangat jarang terlihat di ruang publik. Jumlah mereka akan tampak sangat sedikit dan tidak terlihat di tempat-tempat tertentu. Di negara berkembang, polisi terlihat di berbagai penjuru kota. Mereka tampak mengisi hampir setiap sudut ruang publik sehingga memberikan kesan bahwa jumlah mereka pastilah banyak sekali. Meski demikian, kesimpulan tersebut bisa berbalik 180 derajat jika terjadi suatu pelanggaran atau kejahatan di tengah masyarakat.Ketika aku mendengar penjelasan tersebut, aku terpikir apakah demikian pula dengan polisi di Indonesia? Yah, jangan lupa bahwa Indonesia masih dikategorikan sebagai "negara berkembang". Aku merasakan bahwa pernyataan tersebut berlaku pula di Indonesia. Nah, di hari jadi Bhayangkara tahun ini mudah-mudahan polisi Indonesia bisa membuktikan bahwa mereka kelak bisa melayani masyarakat secara lebih baik dan membanggakan.
Jika terjadi kejahatan, di negara maju polisi akan hadir di tengah publik hanya dalam hitungan beberapa menit saja. Selain itu, mereka juga akan hadir dalam jumlah yang sangat banyak. Sedangkan di negara berkembang, kehadiran polisi jika terjadi kejahatan bisa saja terwujud setelah menunggu cukup lama. Selain itu, belum tentu polisi yang datang bisa langsung menangani persoalan.
Jumlah dan ketersediaan polisi jika dihadapkan pada kecepatan pelayanan akan menunjukkan hubungan berlawanan. Itulah perbedaan mendasar dari polisi di negara maju dengan negara berkembang."
Selamat Hari Bhayangkara!
Tuesday, July 01, 2008
Di tahun ke-4...
Di tahun yang ke-4 ini, kami berdua masih ingat bagaimana keputusan dan jalan yang dipercayakan kepada kami telah kami pilih pertama kali, di hari pertama 4 tahun yang lalu. Bukan cuma sekedar janji atau sumpah dihadapan para saksi dan kedua leluhur kami - pendahulu kami. Bukan sekedar upacara pun berbagai kemuliaan yang diciptakan untuk kami di hari suci itu. Pada titik waktu dan ruang tersebut, empat tahun lalu, kami juga meresapi dan menghormati segalanya yang pernah kami terima dan hadapi hingga kini genap memasuki tahun yang ke-4.
Meski sempat terpisah di ujung-ujung kutub bumi. Meski pernah terpisah berkali-kali dan mungkin masih akan lagi. Meski kami masih terus menemukan berbagai hal yang menguji kesabaran dan keteguhan kami. Meski pada akhirnya, kami masih boleh selalu bersyukur atas berkenan Hyang Agung yang masih mengingatkan kami untuk tetap bersyukur dan ikhlas untuk semua yang terus akan kami terima dan hadapi. Kami tak mampu menjelaskan semua kenikmatan dan kebahagiaan yang kami terima dengan haturan dan ucapan syukur kami yang sangat terbatas oleh kealpaan kami sebagai manusia.
Kami tunduk dalam doa agar selalu diberikan kekuatan untuk menyerahkan semua kekuatan kami berdua kepada Hyang Agung. Dan segala apa yang kami miliki dan akan dimiliki kelak tetap selalu membawa kami pada kedamaian dan kesejahteraan, bukan hanya untuk kami saja tapi juga untuk masyarakat tempat kami hidup serta kehidupan semesta alam. Restuilah doa dan harapan kami, Hyang Agung. Dan tak lupa, terima kasih atas semua yang terjadi hingga tahun ke-4 serta tahun-tahun selanjutnya...
I love you, dear. I love you so much... Thank you for the remarkable 4th, and the following more...