Tuesday, April 29, 2008

violence is - always - on the way



Aku sungguh sedih dan miris ketika membaca berita ini. Seolah mengatakan bahwa "kekerasan" adalah satu-satunya bahasa yang digunakan oleh manusia-manusia beragama dan beriman di negeri ini. Violence is certainly become our effective language. Violence is - always - on the way of our life.

Aku percaya Tuhan tak pernah 'marah' kepada umatnya. Ia selalu memiliki cara yang unik untuk "mendidik" manusia agar menjadi baik dan sesuai dengan cita-cita kehidupan yang diciptakan-Nya sendiri. Aku membayangkan hal tersebut seperti Orang tua mendidik Anak-anaknya. Betapa pun kesalahan dan kelainan yang dialami atau dilakukan oleh si anak, orang tua pasti akan berusaha melindungi dan mengembalikannya sekuat tenaga ke cita-cita yang diinginkan oleh orang tua.

Alkisah, di sebuah keluarga yang terdiri dari Orang tua dan dua orang Anak. Kemudian, salah satu Anak melakukan tindakan "tercela" dan "menyimpang". Misalnya, dia jadi pemabuk dan pemadat serta kecanduan obat-obatan terlarang. Si Anak menjadi jauh dari keluarga bahkan dia kemudian mempercayai hal-hal yang tidak semestinya dan bahkan bertindak kriminal. Intinya, si Anak kemudian melanggar semua etika, moralitas, dan keyakinan keluarga yang ada. Pertanyaan yang penting di sini adalah apakah yang seharusnya si Orang tua lakukan terhadap si Anak tersebut?

Menurutku, Orang tua yang baik dan mulia tidak akan menyia-nyiakan atau mengabaikan si Anak. Si Orang tua akan berupaya sekuat tenaga dan berbagai cara untuk mengembalikan kebaikan yang pernah dimiliki si Anak. Mengembalikannya ke "jalan yang benar". Kemudian, pertanyaan berikutnya adalah cara apa yang bisa dilakukan? Apakah perlu si Orang tua "membakar" kamar tidur si Anak? Apakah perlu si Orang tua "membakar" tempat sekolah si Anak? (karena di sekolah itulah si Anak terlibat obat terlarang, misalnya). Apakah perlu si Orang tua "memukuli" dan "menyiksa" si Anak agar mau menurut dan tunduk kepada ajaran "baik" si Orang tua? Dan, apakah perlu si Orang tua "mengancam" bahkan kemudian "membunuh" si Anak?

Mungkin, Anda akan menjawab bila perlu, semua kekejaman itu perlu dilakukan demi tegaknya nilai keluarga (baca: ajaran "mulia"). Tapi menurutku, jika kita sadar sebagai manusia dan juga memiliki memiliki semangat baik dan mulia sebagai Orang tua, maka kita harus terus mengedepankan cara-cara yang "baik dan mulia" pula. Cara tersebut adalah cara-cara anti-kekerasan. Cara-cara yang mampu menggugah kesadaran secara utuh dan terus menerus, bukan karena ketakutan dan bukan karena paksaan yang menghasilkan kesetiaan dan sikap tunduk yang semu.

Jika kemudian kita "bakar" kamar, sekolah si Anak. Ditambah "memukul" dan "menyiksa" si Anak agar tunduk dan menurut, tidakkah kita malah menunjukkan bahwa jalan keluarga tersebut (cara si Orang tua) adalah cara yang "benar"? Dengan kata lain, itulah ajaran keluarga yang seharusnya dipraktekkannya, yaitu "membakar", "memukul", "menyiksa", dan "membunuh". Jika benar demikian, patutlah kita bertanya "itukah cara manusia mendidik dan belajar dengan sesamanya? Dengan kekerasan dan kekejaman?

Jika hewan saja, seperti Penguin memiliki "kebijaksanaan" dalam mendidik anak-anaknya, mengapa manusia tidak bisa memilikinya? Tiga kebijaksanaan yang dimiliki Penguin sebagai orang tua, yang patut kita jadikan pelajaran adalah fatherhood, patience, dan endurance.

No comments: