Aku ingin mengajukan sebuah istilah baru yaitu KEMALAIKATAN. Kata tersebut untuk menambah istilah KESETANAN yang sudah kita kenal selama ini. Sebelumnya, kita kerap menggunakan istilah "kesetanan" untuk pengemudi mobil atau motor yang melaju dengan kecepatan tinggi dan cenderung ugal-ugalan (mohon dicatat, dulu pengendara motor belumlah sebanyak belakangan ini). Jika kita melihat pengemudi atau pengguna jalan yang tidak disiplin, akan mudah sekali kita mengumpat "Setan!". Atau, jika menggunakan tata bahasa yang adab kita akan mengatakan, "Pengemudi atau pengguna jalan tersebut melaju sambil kesetanan".
Namun, menurutku saat ini istilah "kesetanan" sudah tidak layak lagi untuk terutama bagi pengendara motor yang jumlahnya semakin banyak dan cenderung tidak memiliki disiplin, etika, dan adab berkendara di jalan raya yang semakin padat. Mereka cenderung semaunya sendiri, tidak memiliki kesadaran bahwa manuver dan gerakan yang mereka lakukan kerap membahayakan bagi sesama pengendara motor lain maupun pengemudi mobil apalagi pejalan kaki. Hal tersebut terutama akan sangat terlihat ketika kita tengah berada di suatu kemacetan. Yang lebih miris adalah jika mereka mengalami kecelakaan yang melibatkan mobil, sudah hampir pasti bahwa pengendara motor akan 'merasa' benar dan pengemudi mobil 'pasti' salah.
Kisah "malaikat-malaikat" jalan raya di Jakarta tersebut bisa dibaca di sini. Salah satu bukti "kemalaikatan" para pengendara motor dapat ditunjukkan oleh kutipan berikut:
Baca juga sebuah surat terbuka untuk para "malaikat" jalan raya tersebut. Sayangnya, aku sudah jenuh jika berbaik-baik dalam puisi dengan mereka seperti itu.
Namun, menurutku saat ini istilah "kesetanan" sudah tidak layak lagi untuk terutama bagi pengendara motor yang jumlahnya semakin banyak dan cenderung tidak memiliki disiplin, etika, dan adab berkendara di jalan raya yang semakin padat. Mereka cenderung semaunya sendiri, tidak memiliki kesadaran bahwa manuver dan gerakan yang mereka lakukan kerap membahayakan bagi sesama pengendara motor lain maupun pengemudi mobil apalagi pejalan kaki. Hal tersebut terutama akan sangat terlihat ketika kita tengah berada di suatu kemacetan. Yang lebih miris adalah jika mereka mengalami kecelakaan yang melibatkan mobil, sudah hampir pasti bahwa pengendara motor akan 'merasa' benar dan pengemudi mobil 'pasti' salah.
Kisah "malaikat-malaikat" jalan raya di Jakarta tersebut bisa dibaca di sini
SIKAP seenaknya para pengendara motor juga tercermin dari kebiasaan mereka menggunakan jalur jalan yang berlawanan pada pagi dan sore hari, ketika lalu lintas di Jakarta sedang macet-macetnya. Kebiasaan ini umum dilakukan para penglaju dari kawasan pinggiran Jakarta, termasuk dari Bekasi, Ciputat, dan Tangerang.Belum lagi ditambah pernyataan berikut ini:
Hingga kini, pengedara sepeda motor masih menjadi pelanggar rambu-rambu dan marka jalan nomor satu di Jakarta, disusul kendaraan umum...Dengan situasi tersebut, aku ingin menggunakan analogi bahwa jika "setan" selalu salah dan sangat dibenci maka "malaikat" dianggap selalu benar dan sangat dicintai. Oleh karena itulah, jika pengguna motor begitu "bernafsu" dalam mengendarai motornya serta bertindak seenaknya sendiri. Apalagi ketika mengalami kecelakaan lalu selalu "pasti" menyalahkan pihak lain (tanpa mau sama sekali introspeksi, apakah mungkin kecelakaan tersebut terjadi karena gaya mengemudi yang tidak adab?); maka mereka dapat disebut dengan istilah "KEMALAIKATAN".
Baca juga sebuah surat terbuka untuk para "malaikat" jalan raya tersebut. Sayangnya, aku sudah jenuh jika berbaik-baik dalam puisi dengan mereka seperti itu.