Lelah!! Berjalan kaki di jalan yang mulai becek dan dekil karena salju yang mencair sejauh tidak kurang dari tujuh kilometer. Untunglah langit cukup cerah dan suhu sudah plus tujuh, meski masih terasa menggigit lemak-kulit yang memang tipis karena angin yang sepoi-sepoi menghembus. Kenapa harus jalan kaki sejauh ini?
Jadi, itu adalah jarak antara Ski tog statsjon atawa train station menuju Follo likningskontor alias local tax assessment office untuk membuat skattekort atau tax deduction card. Perlu membuat skattekort tersebut agar hasil sedikit bekerja yang aku peroleh di Norwegia kelak bisa mendapatkan pengurangan pajak - syukur-syukur di kembalikan. Nah, jalan menuju likningskontor ini tidak dilalui oleh jalur bus dan tentunya tidak punya mobil. Karena itulah, jalan kaki adalah alternatif satu-satunya.
Sudah sejauh itu berjalan kaki (belum termasuk pulang balik), ternyata mereka tidak bisa memberikan skattenkort karena data mereka mengatakan resident permit-ku tidak mencakup working permit. Namun, mereka menyarankan untuk ke Follo Politidistrikt atau local police station di tempat tinggal terdekat (yaitu Ås) untuk mendapat stamp visa baru yang termasuk working permit tersebut. Memang itu saran yang solutif. Dan pulang balik lah dengan berjalan kaki lagi tidak kurang 7 kilometer di jalan yang mulai becek dan dekil karena salju yang mencair.
Di samping itu, ada yang menarik soal pajak ini. Di likningskontor tadi, terlihat bahwa kantor pelayanan-nya sangat sederhana dan dijaga oleh tidak lebih dari 5 petugas - yang tidak kebetulan semuanya perempuan (ini akan dibahas kelak, mungkin).
Di pintu ada permintaan untuk mematikan telpon genggam, ingat ya permintaan! Bukan perintah atau larangan. Karena tidak ada gambar telpon genggam dicoret atau bentuk larangan yang sifatnya mengancam melainkan isinya hanya kata-kata tanpa tanda seru. Entah kenapa, aku spontan mengikuti petunjuk tersebut (demikian juga seorang bapak tua yang datang setelah aku). Jadi ingat peraturan larangan merokok di Jakarta, yang diterapkan dan ditegakkan setengah hati. Ehm...
Lalu, di setiap sudut ruangan ada rak yang penuh dengan berbagai macam formulir terkait pajak dan buku manual cara pengisian masing-masing formulir dan semuanya dalam bahasa Norsk, sialnya (nanti kalau aku ke sana lagi akan kuambil untuk souvenir! Hehehehe...).
Kesederhanaan tersebut bisa jadi karena sistem pajak di Norwegia sudah terintegrasi mulai dari Norwegian personal identification atau Fødselsnummer hingga kantor pajak dan imigrasi serta perbankan melalui sarana internet dan sms. Iya, sms! Short messages service di telpon genggam! Makanya, para wajib pajak (baca: warga negara, baik tetap maupun sementara) tidak perlu bersusah payah antri atau ke kantor pajak untuk membayar pajak dan kantornya tidak perlu besar-besar pun megah.
Tunggu dulu, untuk kasusku perlu datang karena tidak mengetahui bahasa Norsk dan ingin mengetahui prosedur resminya maka datanglah untuk mendapat penjelasan.
Selain soal integrasi sistem, menurutku juga karena kesadaran pajaknya yang sudah tinggi. Jika si pengumpul pajak (baca: pemerintah) sudah berkomitmen kerja dan pelayanannya, maka si pembayar juga bersedia membayar pajak. Ditambah, sistem yang ada mampu memberikan berbagai alternatif pelayanan sehingga tidak "merepotkan" (baca: biaya transaksi yang relatif rendah dibanding pajak tinggi yang harus dibayar). Dan, tidak mengherankan juga karena sistem kesejahteraan sosial juga sangat baik dimana pajak adalah sumber pembiayaannya (selain minyak yang Norwegia miliki) maka seluruh sistemik yang berkaitan dengan baik tersebut menghasilkan sebuah kehidupan yang juga seimbang pun ideal.
Dengan kata lain, ini semua ternyata bukan cuma soal pajak semata...
Semua ini juga persoalan kesejahteraan; komitmen individu, komunitas dan institusi; perancangan sistem; tata cara menjalankan peraturan; aksi pelayanan; dan masih banyak lagi.
Kapan di Indonesia kita bisa berpikir dan bertindak secara lengkap seperti ini ya????
No comments:
Post a Comment