Kini tepat satu jam lewat waktu tengah malam. Seketika itu aku ingin bercerita banyak, namun kecepatan pikiran ini melebihi kemampuan seorang pendengar terbaik untuk bersabar mendengar keluhku. Ketika pikiran-pikiran tersebut cepat berlalu, menguap pula keluh itu jauh lebih ringan dari debu yang ditiup badai. Meski masih nyata terasa namun nelangsa yang ada menyumbat sekedar narasi pendek tentang kenapa di tepat satu jam lewat waktu tengah malam, malam ini aku ingin bercerita.
Hanya segelintir rangkaian rasa dan peristiwa yang bisa tersusun dalam frase menjadi kalimat tak utuh. Bukan pula jadi sebab atau akibat. Jangan tanya apa. Jika bisa kujawab bukan malam menjelang pagi ini waktunya bagiku untuk mencari bintang gemintang di balik mega mendung. Sebutir kecil bintang yang mereka bilang bisa menerangi temaram relung hatiku.
Aku tak menyalahkan juga mengeluh. Aku dikutuk, mungkin, untuk tak pernah mampu bercerita tentang apapun. Terlebih tentang diriku sendiri. Mengapa aku ada tepat lewat satu jam waktu tengah malam, malam ini?
Ah, jangan bicara menyoal jargon hidup. Tak usah pula mencari dan mengajak Tuhan lewat kata-kata-Nya yang belum, bahkan separuh, Kau mengerti maknanya yang sejati. Maka aku hanya bisa mengalihkan potongan-potongan kenangan yang kuingat sebelum tepat lewat satu jam waktu tengah malam, malam ini.
No comments:
Post a Comment