Demi langit yang suram, hujan deras meluncur bagai tangisan kematian tiada akhir.
Sejak dini hari hingga kembali dini hari lagi.
Langit tetap suram dan aku terpaku di bumi
seolah ikut meratapi kematian tadi.
Demi langit yang suram, awan hitam berbaris rapat pekat
bagai jalan malam kelam. Sejak senja petang
hingga kembali senja petang lagi. Langit tetap suram dan
aku terdiam di bumi seolah perlahan menapaki jalan malam kelam tadi.
Demi langit yang suram, deras air jadi aliran banjir
luapan sedih anak sungai. Sejak hari ini hingga lewat esok hari lagi.
Langit tetap suram dan aku hanyut di bumi ini
seolah mengarungi aliran luapan sedih anak sungai tadi.
Demi langit yang suram, atau demi jiwa manusia yang suram?
Langit yang suram hanya musim, atau pertanda?
Aku manusia telah lupa akan bahasa cinta…
No comments:
Post a Comment