Wednesday, March 18, 2009

Status 7: Pekerja tak dibayar

Cerita menarik dari Harian Republik tentang Survey Statistik Tenaga Kerja:
Setelah diberlakukannya integrasi sistem peng-upah-an di Universitas terkemuka di negara Republik selama 3 bulan, secara kebetulan kantor statistik di negara Republik baru-baru ini juga melakukan survey angkatan kerja untuk mengetahui dampak krisis ekonomi global terhadap ketenagakerjaan di negara tersebut. Salah satu pertanyaan yang diajukan dan diidentifikasi adalah status/kedudukan pekerjaan utama selama seminggu sebelum survey dilaksanakan.

Ketika beberapa staf pengajar di Universitas terkemuka terpilih dalam sampel survey, analisis statistik menemukan banyaknya Status No.7 (lihat gambar) yang dilingkari atas dasar jawaban para staf pengajar tersebut. Hal tersebut mengejutkan para pemerhati statistik dan membingungkan. Mengapa hal tersebut terjadi?


Untung saja, salah seorang pemerhati data tersebut saat ini juga sedang melanjutkan studi di Universitas terkemuka dan mengetahui bagaimana nasib para pengajar di sana. Si pemerhati plus mahasiswa menjelaskan bahwa fenomena tersebut timbul karena waktu pelaksanaan survey yang bertepatan dengan telah diberlakukannya integrasi sistem peng-upah-an di Universitas terkemuka yang memunculkan fenomena banyak pengajar di sana yang belum menerima upah mereka hingga 2 bulan lamanya atau tidak menerima upah yang sesuai dengan pekerjaan mereka. Padahal, pertanyaan dalam survey hanya mencakup satu minggu sebelum survey. Itulah sebabnya banyak ditemukan status 7 di Universitas terkemuka negara Republik karena saat ini para pengajar tersebut menjadi "pekerja yang tak (belum) dibayar" hingga lewat dari seminggu sebelum survey.

Kesimpulan lain yang disajikan oleh si pemerhati plus mahasiswa tersebut adalah bahwa ternyata krisis ekonomi menyebabkan teralokasinya dana yang seharusnya untuk membayar upah para pengajar ke proyek-proyek mercusuar di Universitas terkemuka. Selain itu, pimpinan Universitas terkemuka menganggap profesi sebagai pengajar di perguruan tinggi tidaklah ada bedanya (indifference) dengan guru di tingkat sekolah menengah. Ditengarai, jika keadaan ini berlanjut dapat disimpulkan bahwa menjadi guru sekolah akan jauh lebih sejahtera dibandingkan menjadi pengajar universitas. Namun untuk menyimpulkan bahwa akan terjadi migrasi profesi dari pengajar universitas ke guru sekolah masih dianggap terlalu prematur dan sulit disahihkan mengingat data yang belum memadai dan terlalu terbatasnya cakupan data. Penelusuran dan perhitungan yang lebih teliti dibutuhkan untuk menarik kesimpulan yang mungkin berdampak pada struktur ketenagakerjaan di negara Republik. Selain itu survey ulang juga diduga bisa mempengaruhi hasil tersebut.
Jika dilihat secara keseluruhan, perubahan status pekerjaan dari para pengajar perguruan tinggi tidaklah terlalu memiliki dampak relatif terhadap kepemimpinan dan kekuasaan yang ada di tingkat Universitas, bukan? Seperti halnya di tingkat pusat atau negara, kekuasaan dan hegemoni di Universitas juga tidak berbeda jauh. Kecerdasan dan intelektualitas tidak terlalu berperan jika membahas kekuasaan dan hegemoni.



1 comment:

Anonymous said...

karena belum ada pernyataan resmi mengenai penyebab gagal bayar, maka dugaan bisa mengarah ke mana-mana. Bisa saja MIS nya belum canggih dan tidak real time. Padahal universitas di Republik tsb mengklaim memiliki jaringan terintegrasi yang cukup canggih. Walau selalu ada keluhan dari tetangga, masih amburadul, mungkin operatornya PNS or underpaid. Minimalis ... he...he. Artinya kalau MIS sudah terintegrasi dan setiap fakultas ada human device nya akan dengan mudah informasi kehadiran dosen masuk ke pusat secara real time. Dan kalau mau automaticly dapat dihubungkan ke mesin juru bayar yang langsung mentransfer ke rekening dosen. Khan sudah ada internet banking.