Turut berduka dan sangat terpukul membaca berita bencana Situ Gintung. Doa sudah pasti teriring bagi para korban agar dilapangkan jalannya dan bagi yang selamat agar segera pulih dan tabah menghadapi bencana ini.
Namun demikian, doa dan kepedulian saja tidak cukup. Tidak cukup untuk mencegah bencana serupa tidak terjadi lagi. Pesan yang jelas hadir setiap hari di negeri Indonesia ini adalah alam telah bersabda dengan menunjukkan betapa tidak pedulinya kita - umat manusia Indonesia - akan potensi yang dimiliki negerinya sendiri. Kita terlalu sering tidak peduli (ignorance) bahwa kita terlalu asyik dengan penguasaan dan kenyamanan. Kita lupa bahwa alam kita manfaatkan hingga batas-batasnya terlampaui. Dan alam, bukan melawan balik, melainkan menunjukkan ketidakmampuannya untuk terus menyenangkan umat manusia Indonesia terus menerus.
Kita bisa sebut curah hujan yang tinggi sebagai penyebab jebolnya tanggul di Danau Situ Gintung. Tapi, apakah menyalahkan curah hujan yang tinggi akan mencegah kejadian serupa tidak terulang? Tidak. Karena bukan itu penyebab utamanya. Pendangkalan yang terjadi di danau tersebut tidak kurang sebabnya karena ketidakpedulian masyarakat dan pemerintah akan kinerja situ tersebut. Situ Gintung bukan tempat yang kekuatannya tak terbatas, dan kita sudah melampui batas tersebut.
Apakah kita masih diam dan tidak peduli? Bukan hanya pada kasus situ, danau, bendungan, atau sistem irigasi lainnya. Melainkan pada daya dukung lingkungan terhadap pesatnya "pemuasan" yang ingin didapat oleh manusia. Cobalah sedikit merenung dan melihat di sekitar kita, sudahkah kita memperhatikan kerusakan lingkungan yang timbul akibat perbuatan kita sehari-hari selama bertahun-tahun?
No comments:
Post a Comment