Dari Opini Kompas berjudul "Terorisme Pasca Eksekusi" oleh Khamami Zada, beberapa hal berikut sangat tepat dan secara sederhana patut diperhitungkan:
"Sebenarnya, eksekusi mati Amrozi dan kawan-kawan tidak menyurutkan gerakan terorisme di Indonesia. Mereka tidak gentar dan takut menerima eksekusi mati. Dalam ideologi teroris, tidak ada kata menyerah. Ada doktrin agama yang selalu menjadi spirit gerakan mereka, yakni mati syahid. Mereka meyakini, apa yang dilakukan adalah demi menegakkan agama Allah sehingga ketika mereka mati maka yang diperoleh adalah mati syahid dengan jaminan surga."
Jadi, meskipun MUI dan beberapa ormas Islam mengatakan sebaliknya, namun persepsi tersebut sudah mulai melekat di pikiran banyak simpatisan. Ok, sederhana saja, apakah setiap umat mengikuti setiap hal yang dikatakan MUI? Tidak kan! Buktinya FPI dan organisasi sejenis masih tumbuh subur dan aktif menjalankan aksinya.
"Berbagai adegan yang telah diperlihatkan Amrozi dan kawan-kawan, sejak melakukan aksi terorisme hingga dieksekusi mati, menunjukkan drama perjuangan. Ini pula yang terlihat dari pemberitaan di media (khususnya televisi) yang memperlihatkan betapa Amrozi dan kawan-kawan layak dijadikan ”pahlawan, hero, pejuang, dan pengobar semangat” dalam gerakan Islam."
Nah, ini dia maksudku sebelumnya bahwa diselesaikannya akhir perjuangan mereka dengan ditambah liputan media yang sangat lengkap, maka gelar sebagai "pahlawan, hero, pejuang dan pengobar semangat!" tak terelakkan. Dengan begitu, tidak tertutup kemungkinan bahwa akan ada yang terinspirasi untuk mengikuti jejak mereka.
Tak mengherankan jika kelompok Islam garis keras banyak mengambil kesempatan untuk mendatangi Amrozi di Nusakambangan (Cilacap) dan mengunjungi keluarganya di Tenggulun (Lamongan). Mereka seolah memberi dukungan atas apa yang Amrozi dan kawan-kawan lakukan.
"Pemberitaan media yang begitu menegangkan bisa jadi telah memberi persepsi kepada masyarakat bahwa apa yang telah dilakukan Amrozi dan kawan-kawan adalah benar dan mereka sedang dizalimi oleh pemerintah dengan keputusan vonis mati. Apalagi, gambar-gambar yang ditampilkan televisi lebih banyak dalam suasana heroik yang mengobarkan semangat.
Akumulasi persepsi yang terus terbentuk oleh pemberitaan media ini bisa membalikkan persepsi publik bahwa Amrozi dan kawan-kawan hanya sebagai tumbal kepentingan politik internasional. Kondisi seperti ini bisa mempersubur aksi terorisme karena mereka dianggap sebagai pejuang agama yang dijamin mati syahid."
Tidak bisa lebih setuju lagi dengan kedua paragraf di atas. Kalau ingin membuat singkat pernyataan tersebut, maka versiku adalah: 1) hukuman mati merupakan solusi yang malah memicu aksi terorisme baru, 2) media massa terutama media cetak dan televisi ikut berkontribusi atas timbulnya aksi terorisme baru tersebut. That's why I feel that the death sentence is stupid and press is damned!
No comments:
Post a Comment