Kenapa orang Bali, dari petani yang tak paham mengeja pornografi sampai gubernurnya yang jenderal polisi, menolak undang-undang ini? Banyak alasan, yang tak usah diperinci di sini. Yang paling utama (dalam ritual Hindu disebut utamaning utama), soal “penghinaan” itu. Pasal 1 berbunyi (draf edisi 4 September 2008): “Pornografi adalah materi seksualitas…” dan seterusnya. Lalu Pasal 14 berbunyi; “Perbuatan, penyebarluasan, dan penggunaan materi seksualitas dapat dilakukan untuk kepentingan dan memiliki nilai: (a) seni dan budaya (b) adat istiadat dan (c) ritual tradisional.
Penyusun rancangan seolah berkata: “Ritualmu itu sangat primitif, seni budaya dan adatmu itu mengandung pornografi, tapi okelah, aku izinkan untuk dapat dilakukan.”
“Ini kan penghinaan? Padahal, adat di Bali dan agama Hindu tak memberi tempat untuk pornografi,” ini kata istri saya. Masalahnya, kriteria porno itu seperti apa, dan untuk mengukur nafsu seksual itu melalui apa, apa ada alat seperti termometer, misalnya?
Sepakat dengan Putu Setia! UU Pornografi tersebut sudah bermasalah sejak pasal-pasal awalnya. Untuk berkelit dari pasal Definisi Pornografi yang terlalu sarat dengan pengaturan MORAL dibandingkan pengaturan produk-produk pornografi sendiri, pasal-pasal yang memuat PENGECUALIAN malahan sangat tampak bersemangat mengesampingkan beragam aspek yang sangat multitafsir jika ingin dinilai apakah termasuk porno atau tidak.
Pengecualian terhadap seni budaya, adat istiadat dan ritual tradisional - yang pasti awalnya bertujuan ingin mengakomodasi tuntuan pihak yang menolak UU Pornografi - malah menjadi PENGHINAAN dan PENGHAKIMAN oleh si pembuat UU (baca: para anggota DPR yang TERHORMAT dan BERMORAL) bahwa betul ketiga hal yang dikecualikan tersebut bisa dan pasti mengandung PORNO.
Aku berani jamin, jika Anggota DPR dan para agamawan melihat laki-laki memakai celana pendek pasti tidak dianggap porno. Begitu juga halnya jika perempuan yang memakai celana pendek berkulit gelap apalagi hitam. Tapi, jika perempuan tersebut memakai celana pendek dan berkulit putih mulus (apalagi bokongnya besar!) sudah pasti akan dibilang PORNO! (Karena para Anggota DPR dan agamawan terangsang dengan spesifikasi demikian).
Maka sial dan terkutuklah perempuan yang cantik dan berkulit mulus. Kecuali mereka mau berpakaian tertutup hingga hanya terlihat mata mereka saja... Tapi, jika mereka juga memiliki mata yang indah berbinar dan menggoda hasrat? Butakan saja mereka! Sanggup?
Aku yakin Tuhan tidak pernah menciptakan manusia khususnya laki-laki se-"nafsu" itu... Tapi Tuhan memang menciptakan Anggota DPR dan Agamawan yang memiliki "nafsu" terselubung.
Suara Rakyat Suara Tuhan!
No comments:
Post a Comment