- "Unity in Diversity?" "Celebrating 100 Years of National Awakening?" Won't cut it on CNN. Come up with a simple and memorable country slogan along the lines of "Incredible India" or "Malaysia Truly Asia", and stick with it for longer than a week. My offering is "Imagine Indonesia", with ads featuring scenes and dreams of the archipelago's underpublicized treasures, such as Papua beaches and Ubud mountain retreats.
- Properly fund tourism marketing. Hawaii does it by adding a 7.25 percent tax to each hotel room bill, generating $70 million annually for promotion. Government funding for the Bali Tourism Board is zero. Start here with a 5 percent surcharge, then have an independent oversight agency meticulously monitor where the money goes.
- Do everything possible to attract movie and television projects, particularly from the United States, Japan and Korea. Build a state-of-the-art production studio and rent it cheap to international crews. Provide tax breaks and fast-track government approval. One hit Hollywood movie using Bali as a backdrop, or the on-location filming of a popular Korean TV drama in Yogyakarta be a powerful pull for impressionable viewers bored with Bangkok and the Bahamas. Remember Hawaii Five-O?
- Indonesia is made up of 17,000 islands comprising nearly 2 million square kilometers. It hopes to earn $5 billion from 7 million visitors this year. Hawaii has 8 islands and 16,000 square kilometers. It got 7.3 million tourists last year, earning $12.2 billion. Do the math, and get serious about tourism.
- And build new toilets.
Embun hanyalah setetes pagi yang mencoba menyusun kata. Namun kata selalu mencari makna. Gerombolan pikiran yang berduyun mencari ruang. Tanpa aturan, tanpa batasan. Ada yang memicu, ada yang menginspirasi. Cetak peristiwa masa lalu, baru tadi atau cita-cita ke depan belum pasti. Dan... embun pun menetes jatuh lenyap terserap bumi tatkala fajar kian hangat. Bila kenan kan, nantilah hingga esok hari sebelum jadi pagi. Semoga masih kan ada susunan kata baru...
Friday, March 28, 2008
On Dalton Tanonaka
Wednesday, March 26, 2008
Saluran Air Kotor
Belum Sehari
Aku kangen istrinda... :((
Tuesday, March 25, 2008
Mobil vs. Bus vs. Sepeda
Monday, March 24, 2008
My Baby Tree
In case you are not able to check the website directly, I will sum them up here. In the website, there is an animation showing about invitation for planting virtual trees. There are three type of trees you can choose: Shorea Belangeran, Dyera Costulata or Jelutung, and Alstonia Scholaris or Pulai. Before plantation begin, you'll have to fight with illegal logger, and other supporter of deforestation. Thanks God, you win the battle then you can plant your tree.
The animation ended with choices of information you can get about how to support re-forestation in Borneo/Kalimantan by planting real trees and watch closely the growing process of your tree. You do not have to go to Kalimantan physically, instead you just need to check Google Earth and see your baby tree growing. Isn't that great?
Saturday, March 22, 2008
Lengang dan Konvoi-Egoistis
Pertama, selama 2 hari ini Jakarta bisa dikatakan relatif lengang. Artinya, jika Anda harus melakukan perjalanan di Jakarta dan sekitarnya maka Anda tidak perlu harus berhadapan dengan kemacetan dan kesemrawutan akut yang terjadi di hampir setiap jengkal jalan di Jakarta. Selain angkot-angkot dan bus umum yang masih saja ngetem dan berhenti seenaknya, suasana dan arus lalu lintas relatif lancar. Bagiku, hal ini bagaikan mimpi yang jadi kenyataan. Jika dalam setahun, Jakarta mengalami keadaan seperti ini minimal sekali dalam setahun yaitu pada saat perayaan Idul Fitri alias Lebaran; maka kali ini bisa dibilang bahwa keadaan tersebut sudah hampir dapat dipastikan terjadi 2 kali dalam setahun. Bagaimana jika kita bisa meningkatkannya menjadi 3 kali dalam setahun? Atau bahkan 4 kali mungkin?? Sepertinya hal tersebut akan menjadi kemustahilan kedua, setelah kemustahilan pertama: Mungkinkah Jakarta akan terhindar dari banjir?
Kedua, beberapa kali aku mengalami keegoisan warga Jakarta yang juga cukup akut. Hal tersebut salah satunya tercermin dari konvoi "pribadi" yang sering terlihat di jalan. Konvoi klub-klub sepeda motor seperti Tiger Club atau motor-motor merk lain, lengkap dengan bendera, jaket seragam, dan modifikasi aneh yang tidak fungsional; kerap mengganggu ketertiban lalu lintas. Tulisan yang mereka tempelkan di kotak perkakas mereka yang terbaca "Safety Riding" atau "Bantuan Polisi... bla bla bla" seakan menjadi semacam hipokrasi karena mereka sama sekali tidak mempraktekkan apa yang mereka sendiri kampanyekan di motor mereka.
Mereka dengan seenaknya zig-zag di depan mobil lain. Atau, memaksa mobil untuk berhenti ketika mereka mau lewat atau berputar di U-turn, dan masih banyak lagi kelakuan "egoistis" lain yang mereka tunjukkan. Demikian pula dengan klub-klub mobil yang suspensi-nya direndahkan (bahasa gaul mereka adalah "diceperin"), atau dimodifikasi lainnya; selalu membuat antrian panjang di belakang dan menciptakan backward travelling wave yang benar-benar menyebalkan. Satu contoh modifikasi yang menurutku paling tidak "berguna" adalah mengganti knalpot mobil atau motor sehingga suara knalpot yang dihasilkan sangat bising. Apakah dengan membuat knalpot motor atau mobil "sportif" (baca: cempreng!) akan membuat kita lebih cepat sampai ke tujuan? Atau hanya sekedar untuk intimidasi terhadap orang lain saja?
Sepertinya, konvoi dan segala apa modifikasi yang dilakukan oleh warga Jakarta cenderung untuk sekedar intimidasi saja. Hal tersebut berarti warga Jakarta tidak pernah merasa nyaman dengan kehidupan mereka sendiri. Apakah Anda merasa demikian?
Friday, March 21, 2008
Saung Permata Depok Regency: Soft Launching!
Monday, March 17, 2008
Tentang Kantong Plastik dan Belanja "Hijau"
Kemarin petang, Minggu 16 Maret 2008, aku dan istrinda memutuskan untuk secara konkrit ikut serta dalam upaya mengurangi penggunaan kantong plastik demi lingkungan. Ketika kami melakukan ritual minggu kami berbelanja ke Carrefour, kuputuskan untuk membeli 2 buah kantong plastik - masing-masing seharga Rp. 2.000,-, dan mulai menggunakannya. Kami ingin mencoba mempelopori konsep Belanja “Hijau” atau kerennya “Green Shooping”. Belanja “Hijau” kalau boleh aku definisikan sebagai aktifitas belanja yang memperhatikan lingkungan, sejak mulai berbelanja hingga berakhir pada pengelolaan atau manajemen sampah rumah tangga.
Khusus tentang kantong plastik yang dijual oleh Carrefour, ternyata sudah banyak sekali ketertarikan dan komentar masyarakat Jakarta terhadap program kantong plastik tersebut. Anda bisa membaca berbagai blog dengan berbagai pendapat pro dan kontra terhadap “kampanye” tersebut. Tinggal ajak Doktor Google untuk mencari dan membacanya...
Kami sendiri berencana bahwa kedua kantong plastik tersebut harus kami gunakan setiap kami berbelanja di supermarket atau pasar lainnya. Alasan kami cukup sederhana saja, karena kantong plastik di rumah kami mulai terlalu banyak dan tidak nyaman untuk disimpan. Selain itu, kami sadar bahwa penggunaan kantong plastik harus dikurangi.
Tentang Belanja "Hijau", selama ini kami menggunakan kantong plastik bekas belanjaan di rumah untuk menampung sampah yang umumnya plastik juga. Kami sudah mulai memilah-milah sampah di rumah kami. Selain kami terinspirasi oleh kebiasaan kami berdua ketika sekolah dulu, kami juga merasa kebiasaan tersebut dapat membuat rumah kami lebih bersih sekaligus -mungkin - bisa membantu kehidupan warga lainnya.
Yang paling sederhana kami lakukan adalah mulai mengumpulkan gelas-gelas plastik bekas air minum kemasan, botol-botol plastik bekas soda, dan berbagai bungkus plastik makanan atau kemasan produk lainnya. Jika sudah penuh di tempat sampah, kami masukkan ke dalam kantong plastik bekas belanjaan dan kami letakkan di tempat sampah yang akan dikumpulkan oleh pengumpul sampah di rumah. Sementara itu, koran bekas, karton-karton kotak susu atau jus, kardus dan sampah berbahan dasar kertas kami tumpuk hingga sejumlah tertentu lalu dibuang dalam keadaan kering. Kami berpikir bahwa dengan demikian, para pengumpul sampah di lingkungan kami akan lebih mudah memilah-milah mana sampah yang bisa dijual (baca: daur ulang). Mungkin hal tersebut bisa meningkatkan pendapatan mereka selain mendapatkan hasil dari iuran sampah warga.
Anda mungkin akan mencibir atau bahkan mentertawakan kebiasaan kami tersebut. Silahkan saja. Aku pribadi berpikir bahwa melakukan hal yang kecil secara konsisten lebih membuahkan hasil dibandingkan sesuatu yang besar namun terpaksa. Dan, dari sisi kami sendiri kebiasaan ini menyenangkan. Beberapa hal bisa kami capai sekaligus: rumah bersih, rapih, sampah tidak berantakan, dan bisa memberi kontribusi - meskipun kecil - bagi para tukang sampah atau pemulung.
Jika Anda ingin juga ingin ikut serta menjalankan konsep Belanja “Hijau” atau “Green Shooping”, aku ada sedikit langkah yang boleh disesuaikan masing-masing.
- Jika berbelanja, gunakan plastik yang ada di rumah. Atau belilah kantong/tas yang agak bagus khusus untuk berbelanja berkali-kali.
- a) Jika tidak membawa plastik dari rumah atau lupa, mintalah kardus bekas di swalayan. Hal ini berlaku terutama jika Anda belanja cukup banyak. Kan Anda bisa membawa troly hingga ke parkiran mobil atau motor Anda. Jika ingin rapi, Anda bisa tutup kardus tersebut dengan meminta isolasi di customer service diberikan tali untuk tentengan; b) Setelah berbelanja, Anda bisa melipat kardus tersebut dan diberikan ke tukang sampah atau pemulung yang lewat di rumah Anda.
- Jika kardus tersebut belum dibuang, bisa digunakan sebagai tempat sampah khusus untuk sampah-sampah yang berbahan dasar kertas. Kardus bisa kita gunakan untuk berbagai jenis sampah kering lainnya. Akan lebih baik jika bisa mengelompokkan sampah-sampah yang bisa dijual dan yang tidak bisa dijual. Yang bisa dijual akan sangat membantu para pengumpul sampah atau pemulung, sehingga mereka tidak perlu “mencari-cari” (baca: mengacak-acak) tempat sampah di depan rumah kita.
Silahkan mencoba!
Friday, March 14, 2008
My Super IQ Test
http://web.tickle.com/jumpto?test=superiqogt&c=50652
Thursday, March 13, 2008
Setelah Banjir
Jika kita sama-sama melihat bagaimana kondisi saluran air pasca banjir, sedianya kita bisa melihat bahwa aspek utama penyebab banjir adalah kegagalan saluran air untuk menampung dan mengalirkan air dengan efektif dan cepat. Kegagalan tersebut terjadi bukan karena saluran air kurang besar. Melainkan karena sudah penuh sebelum diisi air. Ketika air sudah surut, seperti nampak dalam foto, saluran air tersebut tetap terlihat penuh. Penuh oleh sampah dan lumpur. Penuhnya saluran air oleh sampah - terutama sampah plastik - dan lumpur yang terus mengendap di dasar saluran air, akan membuat saluran air tersebut menjadi gagal menghindarkan perumahan kita dari banjir.
Tuesday, March 11, 2008
My MacBook Review (part 1)
This is my simple review on my MacBook. I am not yet completely utilize the Mac. After about 3 weeks, I’ve found several strength and weakness that quite significant for me to share with. Please note that this review not based on comprehensive test or technical trial. Since I am just a common user so my opinion purely based on my very subjective judgment on several aspect. In this posting, I will focus on hardware aspects that I’ve experience with my ‘Mac’.
In the beginning, I’ve experienced both exciting and surprising (or depressing?) moment with. First of all, the exciting one. Mac’s full size keyboard physically ergonomic and more attractive than my previous Toshiba Tecra A3. With big size and good materials, the keyboard really smooth and crispy to touch without adding more sound. It’s becoming more silent when I am typing my blog or report. The ‘LCD-look-like’ screen undoubtedly excellent. I really loved them when I used iPhoto to see photos of my nephew and - especially - my lovely pretty wife.
There is one small thing but for me it gave me “huge” impression. It was the 60W MagSafe Power Adapter. There are at least two aspects that made the MagSafe becomes one of the Mac’s unique advantage.
First, it was small enough and ergonomics. Just like iPod Power Adapter as well, the MagSafe is compact comparing with conventional PC Power Adapter.
When I compared MagSafe and my Toshiba Tecra A3 power adapter (see picture), MagSafe outperformed the form factor. MagSafe is more thinner, slim and easy to be hold. In fact, it also feel little bit lighter.
Second, and I really love it, MagSafe have double hook that function as cable rolling place. It really make the MagSafe’s cable arrange neatly so it consumed less space inside the bag. I really love it! (see picture)
It was not the end for the goodness of MagSafe power adapter. It was fascinating obviously due to the magnetic plug-in system. You do not need to worried if accidently you break the adapter port while moving your MacBook because it will voluntarily detached as the magnetic being pull-off. Just imagine your power adapter plug-in or plug-out process like putting in or off your magnetic fridge. It’s really cool!
There are more interesting hardware that embedded in MacBook. Built-in web camera really rock! Moreover, the built-in microphone also adding up the advantage of web-camera. It will make your video chat become more ‘productive’ as you need not to use additional microphone. I also impressed with the track pad. I love the finger gesture function that served by the trackpad. The size is wide but sensitive enough. Another good-looking-with-function way of MacBook is the CD-ROM slot. It is really less spacious, since it does not need physical ejected slot to put the CD/DVD disks. Instead, you just need to slide them in or it will automatically slide out if you push the eject button. It is effortless to put-on or pull-off the disk at the place like conventional CD-ROM. Lastly, MacBook also provide remote control for multimedia. I am not using it that much, but I've an imagination if I would like to play some of my playlist then I do not need to sit in front of the MacBook but lying back and hold on the white-cute remote control (see picture below).
However, there are several depressing moment with MacBook. The earlier surprise is the non-existing dial-up modem. Definitely, I did not notice in the specification that it never mention about availability of built-in dial-up modem. When I want to connect Internet at home with my phone-cable, I did not find the dial-up modem port.
Later I find out that I have to buy a USB dial-up modem to be able to connect using my phone-cable. Since the price of those modem is extremely expensive, that really significantly shocked me twice. But I have no choice since I need dial-up modem occasionally in the place where I cannot hook up to WiFi or GSM mobile phone network. Please understand, in this country dial-up connection is still the most available service compare to limited-subscription WiFi hotspot area or expensive GSM mobile phone bill.
After dial-up modem, later I found out that I cannot easily connect to InFocus slide projector. Regularly, I have to use powerpoint presentation for my work then it should be connected to InFocus. Later - again - I find out that I have to buy an adapter DVI to VGA. Although the price is relatively not as expensive as the USB modem, still both of them has make my budget escalated beyond my initial plan.
Below is picture of both USB dial-up modem and adapter DVI to VGA.
I guess that’s all for my MacBook review now. I will share with you later on software aspects. Need to learn about applications for Mac...
Monday, March 10, 2008
Banjir di Permata Depok Regency!
Betul! Telah terjadi banjir di Permata Depok Regency (PDR). PDR merupakan kompleks perumahan dengan sistem cluster yang dibangun oleh PT Citrakarsa Hansaprima. Anda bisa melihat contoh banjir di perumahan ini, seperti tampak pada foto berikut.
Oh, menurut Anda ini belum bisa dikategorikan banjir?
Jika air di depan rumah Anda menggenang setinggi tumit kaki orang dewasa, apakah itu belum bisa dikatakan banjir?
Baiklah, berarti kita perlu menunggu hingga air mencapai ketinggian dada orang dewasa untuk bisa disebut banjir?
Atau, kita perlu menunggu air hingga mencapai ujung atap rumah?
Jika Anda termasuk orang yang risk averse alias ingin menghindari risiko, maka seharusnya kita sudah menganggap air setinggi tumit kaki orang dewasa sebagai banjir. Dan banjir, sekecil apa pun dapat dengan cepat meningkat menjadi air yang dapat menghanyutkan bukan hanya harta benda kita tetapi juga nyawa kita. Kecuali Anda termasuk risk taker alias mau mengambil risiko dan bersedia rumahnya banjir hingga ketinggian tertentu, maka pembahasan ini tidak penting sama sekali untuk Anda.
Dengan kata lain, banjir seharusnya bisa kita cegah dan tanggulangi sebelum menjadi lebih hebat pun sulit untuk kita cegah. Namun, di PDR tindakan tersebut tidak ada sama sekali dari pihak PT Citrakarsa Hansaprima. Sebelum membayangkan, berikut ini adalah latar belakang peristiwa banjir yang Anda lihat di atas sebelumnya dan peristiwa berikutnya yang masih berkisar seputar banjir.
Banjir seperti tampak pada foto di atas terjadi mulai di depan Blok D12 No.26 hingga kira-kira Blok D12 No.30. Sebenarnya, penyebabnya sepele namun fatal yaitu tidak lancarnya saluran air atau got di depan Blok tersebut yang mengiringi tingginya curah hujan pada hari itu. Padahal, Blok D12 dan D25 paling dekat dengan saluran air terbesar berupa saluran irigasi yang ada disisi barat komplek PDR.
Karena saluran akhir yang menuju ke irigasi tersebut relatif sempit dan tidak memadai ditambah sampah plastik yang begitu banyak - tidak pernah diawasi, diangkat, dan dibersihkan secara berkala oleh PT Citrakarsa Hansaprima - maka tak ayal hujan deras seperti yang terjadi hari jumat (7 Maret 2008) kemarin pasti akan membuat air meluap dari got dan saluran air kemudian menggenangi jalan komplek.
Selain itu, terdapat juga saluran air yang membelah Blok D25 yang sebenarnya sangat vital. Namun, saluran tersebut penuh dengan sampah dan menyumbat gorong-gorong ke jalur saluran air berikutnya (lihat foto dibawah). Selain gorong-gorong, 3 buah pipa yang menghubungkan saluran air tersebut dengan saluran air yang langsung mengarah ke saluran irigasi juga tersumbat sampah yang tak pernah diangkat dan dibersihkan. Dari ketiga pipa tersebut, hanya 2 pipa yang bisa bekerja optimal setelah disodok-sodok untuk melepaskan hambatan sampah yang menyumbat. Sedangkan satu pipa (sayangnya ini pipa yang terbesar) tidak bekerja sama sekali. Aku menduga hal itu terjadi karena pipa tersebut telah pecah hingga tertimbun tanah.
Aku sangat tahu bahwa PT Citrakarsa Hansaprima sama sekali tidak pernah mengontrol saluran air tersebut, bahkan membiarkannya penuh dengan sampah. Baiklah, sebenarnya memang ada beberapa petugas (berpakaian safari) yang wara-wiri naik motor melihat-lihat ke dalam got dan saluran air di sekeliling komplek PDR. Tapi, apakah dengan melihat-lihat ke dalam got dan saluran air akan menjamin si saluran tidak akan tersumbat atau air tetap lancar mengalir? Sang petugas hanya wara-wiri saja, tidak lebih tidak kurang.
Jika warga tidak melakukan kerja bakti secara intensif selama 2 minggu kemarin (lihat postingku tentang Kerja Bakti di PDR Bagian 1 dan Bagian 2), maka kondisi saluran air tersebut akan jauh lebih parah dari sekedar apa yang terlihat di foto kali ini. Juga sangat disayangkan, saluran air yang sangat vital dengan volume air sangat besar seperti itu, hanya disalurkan dengan pipa berukuran kecil sejumlah 3 buah.
Tidak perlu terlalu jauh membayangkan ketiga pipa tersebut tersumbat sampah-sampah plastik. Tapi melihat air yang mengalir deras dengan volume besar akibat hujan kemarin aku yakin ketiganya tidak akan sanggup menampungnya. Nah, sekarang silahkan bayangkan jika hujan tersebut terjadi 2 hari berturut-turut dan tidak ada antisipasi sama sekali - apalagi oleh para petugas yang wara-wiri tadi. Tidakkah akan terjadi banjir yang lebih hebat? Ah, ada yang berbisik kepadaku, “Untung belum banjir kan, Pak?” Aku pasti akan menjerit, “Ah, Pak Untung soalnya masih betah bersama kita. Bagaimana jika Pak Untung bosan dan pindah dari PDR?” (senyumkecut-dot-argh!)
Aku tidak mengetahui dengan pasti, apakah hal ini terjadi juga di Blok-Blok lainnya dalam komplek PDR. Jika belum terjadi, aku sangat bersyukur. Namun, aku tetap berharap warga tetap waspada. Tidakkah “mencegah” jauh lebih baik daripada “mengobati”?
Oh ya, pengalaman di atas sangat mungkin terjadi di komplek-komplek perumahan lainnya. Bukan hanya karena kelalaian para pengembang perumahan (jelas mereka lalai, karena mereka hanya peduli dengan keuntungan bukan kualitas dan pelayanan), melainkan juga karena para warga umumnya kurang memperhatikan bagaimana situasi sistem saluran air dan apa yang mengisi saluran air tersebut.
Biasanya kita hanya peduli dengan saluran air di depan rumah kita saja, tapi tidak sempat memperhatikan keseluruhan sistem aliran air yang melalui rumah kita. Dari mana air tersebut berasal dan di mana air tersebut akan bermuara? Kita juga biasanya tidak memperhatikan bahwa sampah - terutama sampah plastik - pasti akan menyumbat saluran air. Mungkin saluran air di depan rumah kita sendiri, atau di bagian lain saluran air. Tapi yang pasti adalah jika satu titik saja saluran air tersumbat, maka tinggal soal waktu saja banjir akan terjadi dan meluas ke area yang lebih luas.
Nah, sudahkah Anda mulai memahami peliknya persoalan tentang saluran air dan banjir? Sederhana saja, sampah dan terhambatnya aliran air merupakan kunci penting penyebab banjir. Jika ingin mencegah banjir, Anda harus menjamin aliran air lancar tanpa hambatan, dan Anda harus menjamin bahwa tidak ada sampah plastik yang menghalangi aliran air. Persoalanya sekarang adalah siapa yang peduli??