Thursday, September 08, 2011

tentang e-KTP: berapa lama hingga terbit?

Indonesia saat ini sedang memperkenalkan dan menjalankan kebijakan yang disebut e-KTP atau Kartu Tanda Penduduk Elektronik. Ini merupakan suatu kebijakan yang sungguh ideal dengan berbagai target dan hasil yang ditentukan oleh pengelola kebijakan ini yaitu Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Di website-nya, Kemendagri menyebut tiga fungsi e-KTP dan juga mengutip dasar hukum kegunaannya. Yang juga menarik di website tersebut, disebutkan perbedaan-perbedaan e-KTP dengan berbagai jenis KTP yang pernah diterbitkan di Indonesia. Detil perbandingan dan penjelasan dalam website sebagai upaya sosialisasi ini patut diapresiasi.

Sekali lagi, tidak dapat dipungkiri bahwa kebijakan ini merupakan sebuah upaya kebijakan yang baik dan ideal untuk dijalankan, meskipun ternyata – seperti hampir selalu terjadi dengan berbagai kebijakan nasional di Indonesia – program ini pun mengalami berbagai 'anomali' dan hambatan. Berkaca pada beberapa pengalaman penerbitan dokumen-dokumen negara lain, seperti Surat Ijin Mengemudi (SIM) dan Paspor, saya ingin mengajukan satu pertanyaan mendasar terhadap program ini.

Berapa lama proses pembuatan e-KTP?
Di website e-KTP kita bisa membaca dan menyaksikan uraian secara visual tentang proses pembuatan e-KTP. Urutan langkah pembuatan e-KTP memang lumayan jelas dan tampak mudah dilaksanakan. Namun, apa yang tampak mudah belum bisa dibuktikan hingga ada kejelasan standar pelayanan dalam pembuatan e-KTP tersebut. Misalnya standar waktu. Di website tidak diuraikan berapa lama waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan setiap langkah atau minimal berapa lama waktu yang diperlukan sejak langkah pertama dilakukan hingga keseluruhannya selesai. Yang agak lucu, langkah terakhir yang disebutkan adalah: Penduduk dipersilahkan pulang untuk menunggu hasil. Memang 'pulang' lebih baik daripada menunggu di kantor kelurahan, tapi tetap 'menunggu hasil' yang belum pasti kapan tidaklah mengenakkan.

Menurut saya, standar waktu pelayanan ini perlu disebutkan dan dijadikan 'patokan' (benchmark) pelayanan minimal dari pembuatan e-KTP. Standar waktu ini tidak hanya berguna bagi masyarakat yang membutuhkan e-KTP tapi juga bagi pihak pemberi pelayanan. Jika ternyata penyelesaian satu e-KTP tidaklah sama atau lamanya waktu yang dibutuhkan tidak terduga maka bisa dipastikan akan terjadi penumpukan penerbitan e-KTP. Dan hal tersebut bisa dijadikan alat ukur keberhasilan dan perbaikan pelayanan di masa depan.

Jika berkaca dan belajar dari pengalaman Kantor Imigrasi dalam menerbitkan Paspor, tampak sekali bahwa teknologi komputerisasi tidak membuat pelayanan penerbitan paspor menjadi lebih efisien, setidaknya dari segi waktu. Penerbitan masih membutuhkan waktu hingga empat hari untuk bisa diterbitkan dan memerlukan waktu hampir satu hari penuh (bagi para pemohon) untuk menjalani berbagai langkah, mulai dari verifikasi dokumen yang dibutuhkan, wawancara, pengambilan foto dan sidik jari dan pencetakan. Yang ironis, pihak Imigrasi tidak pernah mengkaji dan atau berupaya memperbaiki standar waktu pelayanan ini. Alhasil, kita masih selalu melihat jubelan para pemohon di berbagai Kantor Pelayanan Imigrasi di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Ini adalah salah satu contoh di mana e-KTP harus belajar dan berubah agar lebih baik.

Contoh yang bisa dibilang relatif sukses (mungkin) adalah pembuatan Surat Ijin Mengemudi (SIM). Kita melihat bagaimana ada perbaikan waktu pelayanan untuk pengajuan perpanjangan SIM lewat mekanisme Pelayanan Keliling dan standar waktu pelayanan juga relatif semakin cepat dibanding sebelumnya (tidak perlu hingga berhari-hari). Meskipun harus diakui, proses penerbitan SIM baru masih 'rawan' penyimpangan dan sarat ketidakjelasan.

Saya yakin, masih ada banyak hal yang bisa kita pertanyakan sebagai upaya untuk memperbaiki kebijakan e-KTP ini. Sebagai sebuah kebijakan, tentu memiliki tujuan dan target yang baik. Namun, perlu juga diperhatikan agar jangan sampai nasibnya seperti kebijakan-kebijakan sebelumnya yang ketika 'gagal' langsung ditinggalkan dan diganti dengan kebijakan (proyek?) baru. Cukup sudah kita lihat pergantian berbagai macam jenis KTP yang pernah diterbitkan oleh Republik Indonesia.




No comments: