Friday, August 03, 2007

Mahasiswa FEUI dan amnesia

Hari ini benar-benar menggelikan sekaligus menyebalkan. Selain itu, keduanya bisa aku jadikan satu kesatuan perasaan yaitu miris. Perasaan tersebut dipicu oleh dua orang mahasiswa/i yang datang menyerahkan tugas mereka yang sudah lewat dari tenggat waktu yang ditetapkan. Semua momen tersebut diawali ketika aku memberikan tugas dengan instruksi yang berbunyi sebagai berikut:
Tugas Review Artikel: Perekonomian indonesia

Bacalah dengan seksama artikel yang berjudul “Struktur Spasial-Sektoral dan Ekonomi Indonesia di atas lalu tulislah review Anda atas artikel tersebut.

Review yang Anda tulis sedianya mencakup: identifikasi persoalan atau pertanyaan mendasar yang Anda identifikasi dari artikel tersebut. Kemudian, kaitkan dengan teori dan atau konsep ekonomi pembangunan dan kajian kebijakan-kebijakan ekonomi yang ada di Indonesia yang telah Anda pelajari di mata kuliah Perekonomian Indonesia. Akhiri dengan kesimpulan dan atau saran konkret Anda atas identifikasi persoalan/pertanyaan di bagian awal.

Analisis kritis sangat dihargai dalam review ini, yang sedianya dilengkapi dengan literature dan kepustakaan ilmiah yang mendukung. Penggunaan data empiris baik dalam bentuk grafik dan atau tabel akan dapat menambah kekuatan analisis dari review yang Anda susun. Jangan lupa menyebutkan pustaka, sumber data, dan rujukan-rujukan lain yang dikutip atau sajikan dalam review Anda.

Ketentuan Penulisan:

- Maksimal 3 halaman, sudah termasuk tabel, grafik dan daftar pustaka.

- Mengikuti kaidah penulisan ilmiah yang baku, plagiat sangat dilarang dan berat hukumannya

- Tidak perlu sampul depan, daftar isi, dan kata pengantar.

- Tipe huruf dan tata letak (batas margin, tipe kertas, dsb) disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing namun harus wajar.

Batas Waktu:

Dikumpulkan pada saat Ujian Akhir Semester (UAS). Susulan tidak akan diterima dengan alasan apapun, kecuali didukung bukti atas situasi yang sangat memaksa. Misal: sakit dengan rawat inap.

Perlu diketahui, UAS-nya berlangsung sehari sebelumnya (2 Agustus 2007). Aku menerima berkas tugas makalah tersebut kira-kira pukul 5 atau 6 sore setelah sesi UAS berakhir.

Semua mulai terjadi ketika keesokan pagi harinya, aku menerima kedatangan satu orang mahasiswi yang ingin menyerahkan tugas tersebut. Padahal, dalam instruksi sudah jelas dikatakan pada bagian "Batas Waktu" (lihat yang berwarna merah di atas) bahwa aku tidak menerima susulan dengan alasan apapun, kecuali karena sesuatu yang sangat memaksa. Bukankah ini berarti mahasiswi tersebut tidak "membaca" instruksi dengan benar?! Dan nampaknya pendapat bahwa mahasiswa/i tidak pernah membaca instruksi dengan benar adalah BENAR. Itu karena ketika aku periksa secara cepat saja setiap tugas yang dikumpulkan masih banyak yang ternyata melanggar instruksi tentang maksimal 3 (tiga) halaman. Bahkan ada yang menulis, "NB: Pak/Bu saya mohon maaf karena isi terdiri dari 4 halaman. Belum termasuk Lampiran". Aku hanya bisa tersenyum membaca "permohonan maaf" tersebut...

Kembali lagi ke cerita mahasiswi tadi, yang menjadi masalah buatku adalah ketika aku tanya,
"Kok terlambat?"
Si mahasiswi menjawab dengan ringan sekali,
"Saya lupa, Pak. Setelah ujian, saya langsung pulang jadi saya lupa mengumpulkan tugas"
Lupa?? Aku lanjutkan dulu dengan cerita mahasiswa kedua yang datang di sore hari, juga untuk menyerahkan tugas. Lagi-lagi saya tanya tentang kenapa terlambat. Si mahasiswa ini menjawab dengan ringan dan sambil tersenyum,
"Lupa, Pak. Saya benar-benar tidak ingat mengumpulkan tugas ini. Abis, banyak tugas-tugas yang lain"
Lupa?? (Lagi??). Oh ya, kedua orang mahasiswa/i tersebut juga aku tanya,
"Apakah anda tidak membaca intruksi di tugas tersebut?"
Jawab mereka,
"Baca, Pak"
Dan aku juga bertanya tentang apa saja yang mereka baca di dalam instruksi tugas tersebut. Namun, mereka tidak menyebutkan syarat tentang batas waktu (seperti yang diwarnai merah di atas). Jadi, kesimpulan bahwa mahasiswa/i tidak pernah membaca instruksi dengan benar adalah BENAR menjadi kesimpulan semakin sahih untuk disimpulkan.

Ketika berbicara dengan kedua mahasiswa tersebut, aku bertanya lagi - sambil menyimpulkan momen yang terjadi hari ini, "Mahasiswa FEUI sekarang sering amnesia, ya?" Mereka hanya tersenyum simpul (atau mau mengejekku karena menanyakan pertanyaan bodoh tersebut, ya?).

Jika pun para mahasiswa tersebut menggunakan alasan "karena banyak tugas maka (berhak) lupa dengan tugas lain", menurutku itu bukanlah suatu hal yang lumrah. Ditambah lagi jika memang sudah terlambat, janganlah menggunakan alasan "lupa" seakan-akan itu adalah alasan yang wajar dan bisa dimaklumi karena kehidupan mahasiswa sangat sibuk dengan begitu banyaknya tugas.

Tolonglah, wahai para mahasiswa! Tugas utama anda adalah belajar, dan bagian utama dari belajar adalah menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepada anda semua sesuai dengan ketentuannya. Jika memang ada alasan yang sangat memaksa, maka bolehlah kita carikan solusi lain atas ketidaksesuaian-ketentuan. Selain itu, terimalah kenyataan jika anda telah melanggar ketentuan dan siap - konsekuen - menerima sangsinya. Jangan bilang, "Lupa, pak!"

Kok anda tidak lupa bawa telpon seluler dan kunci mobil Honda Jazz anda ya?

Aku sangat curiga, jangan-jangan mahasiswa/i tersebut sebenarnya tidak mengerjakan tugas tersebut sampai akhirnya sadar kalau mereka sudah lewat tenggat waktu. Ketika mereka terlambat, maka mereka berspekulasi menyerahkan saja meskipun menggunakan alasan "amnesia" (baca: Lupa, pak!). Dengan menggunakan logika hukum peradilan, jika terdakwa ada dalam kondisi yang tidak sehat, mengalami gangguan mental, dan atau amnesia maka segala tuduhan terhadap terdakwa dianggap gugur demi hukum. Bolehlah mereka tetap mengumpulkan tugas mereka dan mendapatkan penilaian yang sama dengan rekan-rekan mahasiswa/i lainnya. Ah, jika amnesia kenapa boleh kuliah di FEUI ya?

Yang aku sesalkan adalah mengapa aku masih mau menerima tugas mereka ya?

4 comments:

Anonymous said...

"Yang aku sesalkan adalah mengapa aku masih mau menerima tugas mereka ya?"

Ini pasti cakep mahasiswinya. Coba kalau batangan mana mau Dewa menerima.

Saran saya sebelum reputasi anda itu terkenal. Bersikaplah tegas dari sekarang.

embun said...

Dear Anonymous,

si mahasiswi memang cukup manis (belum cakep menurut definisi saya), tapi bukan karena itu saya menerima tugas dia. Setelah si mahasiswi saya juga menerima yang "batangan". Jadi pernyataan anda tidak berlaku dalam hal ini...

Anda sangat mungkin betul tentang "sikap tegas" yang belum saya miliki. Kalau boleh berdalih, saya masih "tidak tega" tentang tugas-tugas mahasiswa, apalagi tugas akhir. Saya sedang mencoba lebih tegas, walaupun kadang-kadang perasaan "tidak tega" selalu datang di menit-menit terakhir sehingga keputusan yang saya buat jadi "tidak tegas" lagi...

Mohon maklum, saya sendiri juga masih "siswa" (baca: belajar).

Terima kasih atas sarannya.

Anonymous said...

jika telat saat ujian dengan alasan liat salah jadwal bgmana? Apakah bpk akan memberikan ujian susulan kpd mhasiswa tersbt. Mahasiswa tersbt slama ini berusha dtg stiap kuliah mskpun tdk aktif. Hanya saja saat uas dia mengira ujian d siang hari pdhal ujian dilaksanakan pg hari. Dia br sadar saat mengecek hape ada sms dr temanny menanyakan dia dmana. Saat itulah dia melihat jadwal kembli. Sayang saat itu ujian sudah mulai 20menit. Seorang kenalan sudah menyarankan untk tdk usah dtg dan bkin surat opname palsu tapi ia tidak mau dan tetap berangkat untk ujian berharap diperbolehkan ujian. Stelah d kampus dia tdk d perbolehkan ujian oleh biro pendidikan. Apakah bapak akan memberikan ujian susulan kepada mahasiswa tersebut?
Hanya bertanya saja krn mahasiswa tersebut teman saya dan saya menjadi berpikir 'apakah menjadi orang jujur akan selalu di tolak? Dan akan lebih baik ia bikin surat opname palsu?'

embun said...

Jika telat ujian dgn alasan salah lihat jadwal, saya tidak bisa memberikan ujian susulan. Di sini, yg membuat aturan bukan saya melainkan Fakultas/Universitas lewat Biro Pendidikan. Apalagi alasan yg diutarakan adalah 'salah lihat jadwal'.

Dari uraian Anda, saya & pihak panitia ujian menganggap ini adalah kesalahan si mahasiswa. Lain halnya misal Biro Pendidikan sempat merubah jadwal ujian hanya beberapa hari sebelumnya atau si mahasiswa memang sakit pada hari H.

Sepengetahuan saya, pihak biro pendidikan sendiri sdh cukup 'baik' dengan masih mengijinkan ikut ujian jika keterlambatan kurang dari 30 menit. Jika Anda mengusulkan membuat surat opname palsu, kami masih akan mengecek kebenarannya terlebih dahulu. Jadi, membuat surat opname/sakit palsu tidak akan lebih baik (malah jadi lebih buruk).

'apakah menjadi orang jujur akan selalu ditolak?' Tidak, karena pertanyaan Anda salah konteks. Saya pikir konteksnya bukan soal Anda jujur atau tidak, tapi seberapa Anda bisa mengikuti aturan sehingga anda ditolak atau diterima. Jika Anda lupa ujian (entah karena pendek ingatan atau memang salah lihat jadwal - "kok bisa salah?"), tapi tetap kami berikan ujian (susula)n bagaimana dengan mahasiswa yg 'ingat' ujian & mengikuti dengan benar? Tidak ada bedanya bukan? Tidak ada insentif untuk 'tepat jadwal' & membaca jadwal dengan benar karena apapun judulnya Anda pasti bisa ujian.

Saya akan mempertimbangkan untuk memberikan ujian susulan jika si mahasiswa datang dan mengakui/menjelaskan kesalahannya lalu memberikan argumen mengenai dampaknya terhadap prestasi akademiknya. Misal, si mahasiswa punya nilai yg sangat baik dan tinggal menyelesaikan satu semester lagi sebelum lulus atau aspek lain yang memang mengganjal atau 'kritis' terhadap si mahasiswa. Tapi, dari uraian Anda, saya ragu si mahasiswa teman Anda tsb termasuk kategori tersebut karena Anda katakan "Dia berusaha utk selalu datang kuliah, tapi tidak aktif".

Sebagai pengalaman, saya pernah memberikan ujian susulan kepada mahasiswa yang datang terlambat (ditolak Birpen) karena ban motornya pecah di jalan saat menjelang ujian. Tp alasan saya adalah karena matakuliah tersebut adalah matakuliah terakhir sebelum dia berhak ujian komprehensif. Bagi saya pribadi (dosen lain mungkin tidak berpikiran sama), alasan saya memberikan susulan bukan karena dia jujur soal pecah ban motornya tapi karena dia mampu membuktikan bahwa dia ada dalam keadaan yang 'kritis' dalam hal akademik (tinggal satu mata kuliah, satu semester, hampir menjelang sidang).