"Deni Aryasa dituding meniru dan menyebarluaskan motif fleur atau bunga. Padahal motif ini adalah salah satu motif tradisional Bali yang kaya akan makna. Motif serupa dapat ditemui di hampir seluruh ornamen seni di Bali, seperti gapura rumah, ukiran-ukiran Bali, bahkan dapatditemui sebagaimotif pada sanggah atau tempat persembahyangan umat Hindu di Bali.Anda mungkin ikut menghujat Malaysia kita mereka mengklaim lagu "Rasa Sayange" atau melarang lagu-lagu Indonesia diputar radio-radio Malaysia. Tapi apakah Anda juga ikut menghujat ketika membaca berita tersebut? Dan pertanyaan yang penting adalah siapa yang akan Anda hujat?Ironisnya, motif tradisional Bali ini ternyata dipatenkan pihak asing di Direktorat Hak Cipta, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Republik Indonesia pada tahun 2006 dengan nomor 030376. Pada surat keputusan Ditjen Haki, tertulis pencipta motif fleur adalah Guy Rainier Gabriel Bedarida, warga Prancis yang bermukim di Bali. Sedangkan pemegang hak cipta adalah PT Karya Tangan Indah milik pengusaha asal Kanada, John Hardy."
Aku pribadi ingin menghujat Direktorat Hak Cipta. Mereka memang benar-benar institusi yang korup dan tidak mengenal perikemanusiaan dan perikebangsaan. Hanya silau dan tergiur oleh uang, mereka dengan mudah mengesahkan pendaftaran motif dari negeri sendiri. Tidak ada yang aneh dalam proses tersebut karena Direktorat tersebut sudah jelas hanya melaksanakan "kepuasaan" mereka sendiri atas dasar uang yang mereka terima dari si pemegang hak cipta.
Selain itu, aku juga ingin menghujat Pengadilan Negeri Denpasar khususnya dan sistem peradilan di Indonesia pada umumnya. Bagaimana mungkin mereka melanjutkan tuntutan dari suatu produk hukum - keputusan Dirjen HAKI tentang paten tersebut - yang cacat tidak hanya dari sudut pandang legal tapi juga kemanusiaan? Bagaimana mungkin pengadilan bisa menganggap bahwa si seniman bisa dijadikan tersangka atas suatu hal yang sudah menjadi darah daging mereka dan seluruh masyarakat Bali? Jika sampai Deni Aryasa dinyatakan bersalah, itu artinya sama saja dengan mengvonis seluruh masyarakat Bali yang rumahnya memiliki ornamen Bali. Sungguh suatu kekejaman yang tak terperi...
Ini membuktikan secara nyata bahwa korupsi adalah agama yang dianut oleh orang-orang di Dirjen HAKI dan sistem peradilan Republik Indonesia.
Silahkan baca juga berita terkait, juga ini.
No comments:
Post a Comment