Beberapa waktu lalu, saya pernah membahas tentang e-KTP yang sedang digencarkan di Indonesia. Kritik utama saya waktu itu ada dua hal: pertama, waktu pembuatan yang tidak pasti; dan kedua, keberlanjutan e-KTP tersebut mengingat sejarah menunjukkan Indonesia sudah sering mengganti-ganti jenis KTP. Kritik pertama terjawab dengan lamanya proses pembuatan e-KTP karena masih sentralistis (dibuat di pusat), sedangkan kritik kedua kita masih harus menunggu kritik pertama agar tuntas terjawab.
Saat ini yang menarik adalah fakta baru bahwa bukan Indonesia namanya jika tidak ada kartu identitas 'tandingan'. Bagi Anda yang pernah mengurus pembuatan paspor, pasti tahu apa saja dokumen-dokumen yang harus dilampirkan: KTP, Kartu Keluarga (KK), Akte Kelahiran, Ijazah, dan sebagainya. Tidakkah ada yang bertanya mengapa KTP dan KK harus dilampirkan? Tidakkah keduanya saling mengganti: kalau mau buat KTP harus ada KK dan keduanya diterbitkan oleh institusi yang sama. Sekarang bandingkan fungsi KTP dan SIM. Keduanya secara umum sudah berfungsi saling menggantikan. Jika lupa bawa KTP, boleh menggunakan SIM sebagai kartu identifikasi. Dan keduanya diterbitkan oleh institusi yang berbeda. Itu bagus, tapi belum praktis!
Sekarang akan bertambah lagi kartu identitas 'tandingan' di Indonesia. Namanya INAFIS alias Indonesia Automatic Finger Print Identification Center dan kartu ini diterbitkan oleh lembaga yang menerbitkan SIM. Jika program (atau proyek ya?) e-KTP sendiri belum rampung pun belum jelas kualitasnya seperti apa, lalu dimana bedanya si INAFIS ini dengan e-KTP. Jika dari judul kartunya, aspek pentingya adalah sidik jari. Tapi, e-KTP juga - konon - menyimpan data finger print biometric sebagai satu unique identification personal. Mungkin bedanya di kata 'biometric'... tapi intinya sama, keduanya mengandalkan cetakan unik yang ada dijemari setiap orang Indonesia.
Sebelum lanjut ke soal INAFIS, coba kita buka dompet tempat kita menyimpan berbagai kartu dan lihat apa saja yang tersimpan di dalamnya. Di dompet saya ada beberapa kartu: KTP (Anda mungkin punya lebih dari satu), SIM (ada A untuk mobil dan C untuk motor; mungkin Anda punya B untuk yang sering nyupir bus), Kartu Debit/Kredit (satu saja cukup, Anda mungkin punya lebih dari satu), Kartu Asuransi (ada dua: asuransi jiwa/kesehatan dan asuransi kendaraan), Kartu Mahasiswa, dan beberapa lembar kartu nama kolega. Saya yakin tiga atau empat kartu pertama pasti ada di dompet Anda. Ketiganya terutama pasti memuat satu identifikasi yang nyaris unik: foto dan/atau tanda tangan. Jika Anda kelak punya e-KTP (dan/atau INAFIS) maka akan ada dua kartu yang punya sidik jari. Selain itu, akan ada dua kartu yang menggunakan chip, e-KTP dan kartu debit/kredit. Oh iya, kartu mahasiswa sekarang juga sudah pakai chip, tapi jangan dihitung dulu karena tidak terlalu banyak berguna di luar sekolahan. Jika kelak semua penerbit kartu identitas latah ikut menggunakan sidik jari, Anda pasti mulai berpikir "Wah, hebat betul! Canggih semua!" Benarkah demikian?
Saya mencoba membayangkan apa yang ada dipikiran para penggemar sidik jari. Saya tahu bahwa sidik jari atau finger print manusia ada di mana-mana dan tersebar tanpa disadari. Dari hasil nonton film favorit saya: CSI, saya juga bisa membayangkan betapa pentingnya sidik jari bagi pengusutan dan pengungkapan tindak kejahatan. Saya juga bisa membayangkan keunikan sidik jari sebagai media identifikasi yang sulit dipalsukan. Patut diingat bahwa sidik jari mungkin sulit dipalsu, tapi kartu yang menyimpannya masih mungkin dipalsu, bukan? Terlepas dari itu, saya tidak bisa membayangkan apa yang terjadi jika di dompet saya tersimpan dua sampai lima kartu identitas yang semuanya merekam sidik jari. Untuk apa banyak kartu identitas dan banyak orang yang merekam sidik jari kita? Apa manfaatnya buat kita sebagai pengguna jasa? Menurut saya, ini bisa menimbulkan masalah kerahasiaan individu. Saya belum bisa memastikan apa masalah yang akan muncul, tapi jika keamanan informasi ini tidak jelas sampai sekarang maka saya pikir kita perlu khawatir di aspek ini.
Sekarang tentang INAFIS. Ada dua pertanyaan sederhana yang muncul. Mengapa Polri harus menerbitkan kartu INAFIS, padahal fungsi dasarnya sudah dicakup oleh e-KTP? Jika pun Polri masih perlu merekam sidik jari bagi kepentingan kepolisian, mengapa tidak disertakan dengan SIM? SIM sudah banyak digunakan masyarakat dan juga bisa berfungsi sebagai identitas. Ini lebih sesuai dengan semangat 'saling melengkapi' antar instansi dan antar kartu identitas yang diterbitkan. Selain itu, dari sisi para pengguna, penerbitan INAFIS ini semakin menambah sesak dompet dengan berbagai kartu identitas yang diterbitkan oleh berbagai institusi di Indonesia. Jika ide besarnya adalah memanfaatkan teknologi untuk kemudahan hidup, mengapa kita masih berkutat dengan berbagai macam kartu identitas? Atau, pertanyaan yang mungkin lebih mudah dijawab adalah kartu identitas apa lagi yang akan menggunakan sidik jari dan siapa yang menerbitkan?
Sepertinya saya perlu mencari dompet baru segera...