Tuesday, January 10, 2012

mobnas perlu mempelajari Tata Nano

Mobil Nasional (Mobnas) Esemka saat ini sedang gandrung dibicarakan dan didukung oleh berbagai kalangan di Indonesia. Bagi saya pribadi, hal tersebut merupakan sebuah kebanggaan dan kagum atas capaian yang dibuat oleh siswa-siswa SMK 2 Surakarta. Mobnas Esemka selain membanggakan juga memicu semangat lama untuk membangkitkan industri mobil nasional. Namun, trend yang muncul saat ini lebih ke arah politisasi dan euforia 'nasionalisme' semata.

Mungkin sudah ada yang iseng menelusuri dan membaca sejarah pendek tentang Mobnas. Dari penelusuran di Google, sudah ada sedikitnya 8 mobil nasional yang pernah atau masih ada di Indonesia (ada yang klaim 12 mobil nasional). Dua mobnas favorit saya yang masih 'eksis' yaitu GEA dan Inobus. Keduanya buatan PT INKA, Madiun. GEA adalah mobil jenis city car, sedangkan Inobus merupakan bus yang sudah banyak digunakan khususnya oleh PT Transjakarta untuk melengkapi armada busway. 

 Courtesy image by mobnasgea.blogspot.com

Courtesy image by www.inka.co.id

Jika ternyata Indonesia sudah memiliki beberapa mobnas, bahkan beberapa diantaranya sudah digunakan secara luas, mengapa mobnas Esemka mendapat perhatian yang lebih? Saya tidak ingin menjawab pertanyaan tersebut. Melainkan saya ingin agar kita coba mendukung mobnas Esemka dan mobnas-mobnas lain agar mampu ikut serta dalam pasar otomotif nasional dan memajukan industri otomotif Indonesia.
Bagi saya, ada satu hal yang mengganjal soal definisi Mobil Nasional. Apakah mereknya harus nasional? Apakah produksinya harus nasional? Apakah komponennya harus nasional? Apakah semuanya: merek, produksi, komponen harus nasional? [kalau ingin lebih rumit lagi, apa cakupan dan batasan 'nasional'?]. Saya pikir ini perlu diperhatikan lebih dulu agar tidak terjebak pada euforia 'nasionalisme' yang hanya membuat kita terpental ketika berhadapan dengan realitas. 

Mengapa saya katakan 'realitas'? Karena faktanya industri otomotif merupakan sebuah industri yang tidak mudah dikembangkan dan memerlukan berbagai aspek penting untuk terus tumbuh. Industri otomotif tidak hanya memerlukan investasi besar, kemampuan produksi dan rekayasa teknik, melainkan juga kebutuhan identifikasi konsumen serta standard pelayanan purna jual yang memadai. Produk-produk otomotif dituntut tidak hanya murah namun mampu memberikan berbagai hal yang diperlukan dari sebuah kendaraan seperti: kenyamanan dan keselamatan. Jika mobnas ingin memiliki kemampuan meramaikan pasar dalam jangka panjang, maka euforia politik saja tidaklah cukup. 

Jika ingin benar-benar menjadi industri otomotif yang mandiri, Mobnas perlu belajar secara khusus dari pengalaman Tata Nano dari India. Tata Nano dikenal (diklaim?) sebagai mobil termurah di dunia dan sempat mendapatkan sorotan dunia internasional saat dimuat oleh Majalah Time. Dengan dukungan penuh dari Tata Motors sebagai salah satu produsen otomotif nasional terbesar di India, banyak harapan dan kebanggaan terhadap Tata Nano. Namun, Tata Nano tidaklah serta merta sukses di pasar otomotif India. Debut pemasaran Nano banyak mengalami masalah mulai dari persaingan di tengah pasar otomotif umumnya, strategi pemasaran dan keamanan dan keselamatan produk. Harga yang murah belum cukup menjadi modal mencapai keberhasilan Nano. Mobil termurah dunia ini masih harus berjuang agar dibeli.




Banyak lagi hal-hal yang bisa kita pelajari dan perhatikan dari pengalaman-pengalaman industri otomotif dunia. Kita tidak cukup hanya berkaca dan mengacu pada industri otomotif negara lain yang sudah berhasil, seperti Proton dari Malaysia. Dengan banyaknya jenis mobnas yang sudah bisa diproduksi, mungkin ini saatnya kita mulai belajar dan melihat dari aspek kegagalan yang banyak dialami oleh industri otomotif dunia.

Terakhir, sebelum saya diteriaki "tidak nasionalis", hal yang masih mengganjal benak saya adalah kenapa harus 'mobil nasional'? Tidakkah ada produk lain yang bisa dibanggakan Indonesia kecuali mobil? Tidakkah mobil nasional hanya akan menambah panjang masalah kemacetan dan polusi yang belum ada solusinya hingga saat ini? 

No comments: