Berdasarkan catatan Kompas, perkembangan jumlah kendaraan bermotor rata-rata meningkat 9,8 persen per tahun. Jumlah kendaraan bermotor tercatat 4,9 juta. Setiap hari sedikitnya 299 STNK mobil baru diajukan ke Polda Metro Jaya.Dari informasi tersebut, ada dua fakta utama yang seharusnya kita sadari:
Rasio jumlah kendaraan pribadi dibandingkan dengan kendaraan umum adalah 98 persen berbanding 2 persen. Persoalannya, panjang jalan hanya bertambah kurang dari 1 persen, sedangkan pertambahan kendaraan rata-rata 9,8 persen.
- Pertambahan panjang jalan TIDAK AKAN PERNAH lebih cepat daripada pertambahan kendaraan. Mengapa? Karena luas permukaan tanah untuk dibangun jalan TIDAK PERNAH BERTAMBAH!
- Meningkatnya kepemilikan kendaraan bermotor, baik mobil maupun motor, adalah keniscayaan. Artinya? Akan sangat sulit mengurangi jumlah kendaraan bermotor yang beredar di jalan selama penduduk masih bertambah terus.
- Meningkatkan panjang jalan sama sekali bukan solusi mengatasi kemacetan di DKI Jakarta
- Membatasi kepemilikan kendaraan bermotor juga bukan solusi untuk mengatasi kemacetan
Dari sisi ketersediaan, sistem transportasi massal seperti Busway atau KRL Blue Line merupakan suatu solusi yang perlu (necessary) tapi belum cukup (sufficient). Kecukupan solusi tersebut baru dapat dicapai jika juga ada solusi dari sisi kebutuhan dengan cara membatasi penggunaan jalan raya. Misalnya, mengurangi jumlah kendaraan yang digunakan di jalan raya. Mohon dicatat, pengurangan ini tidak berarti membatasi masyarakat untuk memiliki kendaraan pribadi. Melainkan, pengurangan ini berarti masyarakat mengurangi penggunaan kendaraan pribadi di jalan raya. Berkurangnya jumlah kendaraan pribadi dapat berarti meningkatnya kebutuhan akan sarana transportasi umum yang cukup dan handal.
Apakah kebijakan yang efektif untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi? Sebenarnya ada beberapa, namun yang paling mungkin diterapkan saat ini salah satunya adalah menaikkan tarif parkir di hampir semua areal parkir sebesar lebih dari 50 persen. Pendapatan dari hasil pungutan parkir tersebut sedianya bisa dialokasikan untuk meningkatkan kualitas dan kehandalan sarana transportasi umum.
Jika kebijakan tersebut ingin dijalankan, maka akan ada beberapa pihak yang bermasalah:
- Pengguna mobil pribadi pasti akan keberatan, terutama pengguna mobil pribadi untuk usaha. Solusinya, kita bisa membedakan tarif parkir untuk kendaraan-kendaraan niaga non-pribadi.
- Pengelola parkir pasti akan berpotensi untuk mengeruk hasil yang besar dan melakukan praktek korupsi. Solusinya, harus ada sistem pengawasan dan laporan yang terbuka serta disajikan secara berkala melalui media massa. Harus ada mekanisme audit publik, seperti laporan keuangan yang disajikan oleh perseroan terbatas di surat kabar setiap tahunnya.
- Pengelola sistem transportasi umum akan kesulitan memenuhi kebutuhan yang tinggi dari sekian juta penduduk DKI Jakarta. Solusinya, perusahaan pengangkutan harus beroperasi secara profesional dan efisien.
Aku mendengar, ada yang bilang aku pesimis... Betul? Iya, aku pasti selalu pesimis kalau menyoal tentang ketertiban dan disiplin di DKI Jakarta. Untuk yang satu ini juga tidak perlu heran ya...
No comments:
Post a Comment