Hasil hitungan kasar dari data SUSENAS 2010 yg dibobot: Jumlah mahasiswa D4/S1 tingkat 4 (termasuk yang sudah 5 tahun/lebih belum lulus) sekitar 1,15 juta dan mahasiswa tahun terakhir S2/S3 sekitar 50 ribu. Maka dalam 1 tahun saja akan ada 1,2 juta artikel yang harus dipublikasi atau 1 juta kalau 20% mahasiswa tsb mundur lulusnya (panik mikirin nulis jurnal). Sementara itu, sejak dulu kala sampai sekarang diperkirakan ada 50 juta artikel (Arif Jinha) yang pernah dipublikasi. Dengan demikian, hanya dibutuhkan kurang dari 50 tahun bagi Indonesia untuk menyamai rekor publikasi seluruh dunia :)Status tersebut bisa digunakan untuk menanggapi 'perintah' Departemen Pendidikan dan Kebudayaan khususnya Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) yang mewajibkan setiap mahasiswa S1, S2 dan S3 yang akan lulus untuk menerbitkan artikel ilmiah yang dipublikasikan di jurnal ilmiah. Kebijakan tersebut juga didukung oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, padahal banyak pihak yang menentang dan mengkritik kebijakan tersebut sebagai 'masalah'. Bahkan seorang Frans Magnis-Suseno pun harus menyampaikan kritik dan kecamannya terhadap kebijakan tersebut.
Prof. Magnis-Suseno sudah menguraikan apa saja permasalahan sederhana yang muncul dari kebijakan tersebut dan status teman yang tertera sebelumnya semakin memperkuat kekhawatiran yang disampaikan oleh Prof. Magnis-Suseno. Namun, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tetap bersikukuh 'memaksakan' kebijakan tersebut. Apa lacur? Jelas sekali bahwa Mendikbud tidak akan menarik keputusannya. Malu rasanya bagi seorang pejabat untuk menelan ludahnya sendiri, betapa pun banyak 'harga' yang harus dibayar (masalahnya bukan beliau yang membayar 'harga' tersebut!).
Sekarang saya memilih untuk membayangkan apa yang terjadi 25-50 tahun ke depan, mengacu pada pernyataan status di atas. Siapakah kira-kira yang akan membaca lebih dari 1,2 juta artikel setahun di Indonesia atau di seluruh dunia? Jika ada 52 minggu dalam setahun, berarti terdapat tidak kurang dari 19.230 artikel per minggu (1juta artikel dibagi 52 minggu) yang perlu dibaca di Indonesia. Mohon dicatat, saya tulis 'perlu' bukan 'harus' karena saya ragu seorang profesor sekalipun sanggup membaca 1.000 jurnal ilmiah per minggunya. Lalu, mau dikemanakan 1,2 juta artikel per tahun tersebut? Berhenti sebagai tumpukan file di server publikasi jurnal ilmiah online? Atau, menumpuk di gudang penerbitan sambil menunggu pembeli (bukan pembaca ya) jurnal tersebut?
Atau bisakah kita daur ulang kertas-kertas untuk menerbitkan artikel-artikel ilmiah tersebut menjadi kertas toilet? Itu bisa jadi potensi ekspor yang besar dari Indonesia...
*miris
No comments:
Post a Comment