Malam kelam tenggelam
Hujan tak perlu datang
Menggenangi riuh riang
Air nan berkejaran
Angin yang mengiringi
Sudah menyanyi lagu sendiri
Bukan sekedar sedih pilu
Baru tersadar bahwa nelangsa biru
Telah jadi syahdu
Embun hanyalah setetes pagi yang mencoba menyusun kata. Namun kata selalu mencari makna. Gerombolan pikiran yang berduyun mencari ruang. Tanpa aturan, tanpa batasan. Ada yang memicu, ada yang menginspirasi. Cetak peristiwa masa lalu, baru tadi atau cita-cita ke depan belum pasti. Dan... embun pun menetes jatuh lenyap terserap bumi tatkala fajar kian hangat. Bila kenan kan, nantilah hingga esok hari sebelum jadi pagi. Semoga masih kan ada susunan kata baru...
Langkah menghadap jalan terbuka
Kian lebar, kian panjang
Mata bagai dibutakan, tapi masih melihat
Bagaimana hingga bisa sampai di sini?
Suara kan terpapar, mengisi ruang luas
Kian tinggi, kian lapang
Nada bagai ditelan, tapi masih menyanyi
Bagaimana hingga jadi seperti ini?
Tak tahu harus melangkah ke mana
Tak bisa harus menjerit ke siapa
Kesalahan terjadi
Tak bisa menghindar
Pun memudar, pun musnahlah
Tak bisa mengingat bagaimana
Tak bisa mengingat kenapa
Tak tahu mengapa berdiri di sini
Tak tahu mengapa berucap di sini
Bilakah hanya bisa terbujur begini?
Lagu hati seperti seruling bambu
Di tengah savana kering
Tanpa ternak, tanpa gembala
Ada tapi tiada...