Tuesday, November 29, 2011

korupsi terintegrasi

Ada apa dengan praktek korupsi di Indonesia? Saya pikir, jawabnya adalah 'integrasi'. Praktek korupsi di Indonesia saat ini tidak hanya berskala besar dan menjangkau berbagai aspek, namun juga telah terintegrasi dalam kegiatan-kegiatan penting di Indonesia terutama terkait dengan pelayanan masyarakat. Hasil survei integritas yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diberitakan oleh Tempo hari ini ikut menambah fakta empiris terintegrasinya praktek korupsi di Indonesia.

Berikut ini adalah kutipan dari berita tersebut:
Komisi Pemberantasan Korupsi menemukan maraknya praktek suap dalam pemberian layanan publik di seluruh daerah di Indonesia. Hampir separuh daerah atau sebesar 43 persen yang masih melakukan praktek suap.
...
Dari hasil survei ini, daerah yang memperoleh penilaian integritas dibawah nilai rata-rata di antaranya Kota Metro (3,15), Kota Depok (3,50), Serang (3,54), Kota Semarang (3,61), Manokwari (3,70), Ternate (4,07), Bengkulu (4,18), Palembang (4,25), Bogor (4,27) dan Lubuk Linggau (4,38)
Kemudian di instansi pemerintah pusat seperti Kementerian Agama (5,37), Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (5,44) dan Kementerian Koperasi Usaha Kecil dan Menengah (5,52). Sedangkan di instansi vertikal diantaranya Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (6,09), Badan Pertanahan Nasional (6,07) dan Kepolisian Negara (5,76). Kementerian Agama juga terdaftar di kategori ini dengan penilaian 5,41. 

Satu hal positif dari berita tersebut adalah praktek suap ternyata masih dilakukan oleh (hanya?) setengah dari total seluruh daerah di Indonesia. Kita bisa menginterpretasi pernyataan tersebut sebagai berikut: 1) ada lebih dari setengah dari seluruh daerah di Indonesia yang bersih dari praktek suap; 2) ada potensi besar bagi Indonesia dapat menghapus praktek suap di seluruh Indonesia secara tuntas. Dengan kata lain, kita masih bisa (dan harus) optimis bahwa Indonesia bisa bebas dari praktek korupsi yang diawali dengan bebas suap.

Di sisi lain, ada hal negatif yang cukup memprihatinkan yaitu terkait terintegrasinya praktek korupsi khususnya suap di Indonesia. Jika kita perhatikan dengan seksama, praktek korupsi begitu marak di institusi pemerintahan yang melakukan pelayanan dasar. Mulai dari pelayanan perijinan, penegakan hukum dan keamanan hingga pelayanan yang terkait dengan urusan rohani. Jika kita kritis melihat fenomena ini, pertanyaan sederhana yang harus diajukan adalah adakah pelayanan dasar di Indonesia yang masih bersih dari praktek korupsi?

Jika urusan ijin harus dengan suap, mungkin karena demi kecepatan waktu dan kemudahan. Jika urusan hukum dan penegakannya harus dengan suap, mungkin karena demi kekuasaan dan bebas dari jerat hukuman. Tapi yang tidak habis pikir, jika urusan rohani dan ke-Tuhan-an harus dengan suap apakah mungkin karena suap merupakan salah satu perintah-Nya?

Holy bribe!!
Enhanced by Zemanta