Thursday, October 30, 2008

Depok: ganti saja motto-nya?


Beberapa waktu lalu pernah kuposting spanduk yang dimuat oleh Pak Walikota Depok tentang perlunya membudayakan "makan dan minum dengan tangan kanan". Ternyata, pada saat menjelang hari raya Idul Fitri kemarin, spanduk tersebut lagi-lagi muncul di Depok bahkan dalam ukuran yang lebih besar lagi. Istrindaku sempat mengulasnya di sini. Saya sedikit banyak mulai enggan untuk mengabadikan foto spanduk yang super besar itu sehingga tidak ada dalam posting ini. (Catatan: spanduk tersebut sudah turun dan diganti dengan spanduk lain).

Sebenarnya masih penasaran saja, mengapa Pak Walikota Depok memilih motto semacam itu dan memuatnya dalam spanduk yang super besar. Tapi, sebenarnya juga aku mulai malas membahas segala hal yang ditampilkan oleh Pak Walikota karena semakin hari semakin tidak masuk akal. Seperti kebijakan yang terakhir terlihat di sepanjang jalan raya Margonda adalah pelebaran jalan yang ditambah dengan pelebaran pemisah jalan (separator). Bagiku itu cukup aneh. Jika memang melakukan pelebaran jalan agar daya tampung jalan meningkat, tetapi kenapa diikuti pelebaran pemisah jalan juga? Meskipun terlihat sedikit, tidakkah itu malah mengambil sebagian "daya tampung" jalan yang sedianya meningkat?

Yah, terlepas dari rasa penasaran tersebut, Istrindaku ternyata jauh lebih progresif lagi mengikuti pemikiran Pak Walikota khususnya tentang isu "makan dan minum dengan tangan kanan". Dan Istrindaku mengusulkan agar Pak Walikota mengganti motto-nya saja. Silahkan simak tulisannya di sini.

Dan aku, enggan hati untuk menganalisis dan memberi saran. Cukup mengamati saja apa lagi keanehan dan kegagalan yang sudah diciptakan oleh Pak Walikota:
  1. Margo City berhadapan dengan Depok Town Square - aneh dan sumber kemacetan
  2. Jembatan penyebrangan di depan Margo City dan Depok Town Square - belum selesai dan terlalu mungil sehingga hanya akan mengurangi kemacetan sedikit saja
  3. Angkot Way - gagal total!
  4. Pelebaran jalan dan pelebaran separator - aneh dan merusak lingkungan dengan penumbangan pohon-pohon di jalur hijau bahkan ditambah banjir di beberapa titik di sepanjang jalan raya Margonda
  5. Jalan raya Margonda - tetap macet dan akan semakin macet serta semakin tidak tertib
  6. Baliho dan Spanduk Pak Walikota - semakin banyak dan semakin tidak jelas apa maksud dan tujuannya. Yang jelas, wajah Pak Walikota jadi semakin dikenal bukan kebijakannya yang berhasil
  7. dan masih banyak lagi...

Sudah ah...

* Sumber foto

Wednesday, October 29, 2008

kalau nanti turun, siapkah untuk naik lagi?

Kata Presiden SBY harga BBM akan turun. Berita baik kan?

Tapi, jika nanti harga BBM sudah turun, sudah siapkah kita jika harga BBM harus naik lagi karena fluktuasi harga?

Sekarang pilih mana, harga BBM mengikuti fluktuasi harga yang ada - dengan konsekuensi kita harus berstrategi dalam hal konsumsi BBM dalam mengantisipasi tingkat harga; atau, tetap menikmati subsidi BBM dan ketar-ketir jika harga BBM akan naik - dengan konsekuensi kita akan "menikmati" ketidakpastian dan kenaikan harga barang-barang lainnya jauh sebelum akhirnya harga BBM disesuaikan, seperti sudah selama ini kita alami?

Kalau aku disuruh memilih, biarlah harga berfluktuasi. Setidaknya, aku tidak musti ikut menanggung ketidakpastian situasi ekonomi akibat tarik ulur politik presiden-DPR soal harga minyak. Sudah cukup perekonomian Indonesia dibuat "linglung" oleh politik, dan biarlah ia bergerak secara alamiah tanpa praduga dan spekulasi...

Tuesday, October 28, 2008

Quo vadis "soempah pemoeda"

Sengaja kutulis dengan ejaan lama karena menurutku peristiwa bersejarah tersebut perlu kita definisikan ulang serta diejawantahkan dengan pendekatan baru. Peristiwa "Soempah Pemoeda" perlu mendapatkan nafas baru terutama dari aspek pendefinisian "pemuda" serta apa yang seharusnya diamalkan oleh kohor generasi muda Indonesia pasca kolonialisasi. Ada dua aspek yang patut kita lihat dari kohor generasi muda Indonesia saat ini:

Karakteristik Demografis Pemuda Indonesia
Yang pertama harus kita lihat dari kohor pemuda Indonesia saat ini adalah dari segi kuantitas. Jumlah penduduk muda Indonesia saat ini dibanding kelompok penduduk lain (menurut umur) adalah terbesar. Situasi ini membuat pemikiran serta penghayatan hidup pemuda Indonesia saat ini jauh berbeda dengan pemuda di era kemerdekaan. Pemuda Indonesia saat ini akan lebih sibuk bersaing mempertahankan hidupnya, ditengah persaingan pasar tenaga kerja. Pemuda Indonesia sekarang mungkin akan lebih sibuk "nongkrong" alias berleha-leha karena hidup yang semakin terfasilitasi dengan berbagai kemudahan.

Mutu Modal Manusia Pemuda Indonesia
Yang kedua bisa kita lihat dari kohor pemuda Indonesia saat ini adalah dari segi kualitas. Dengan jumlah penduduk muda yang lebih besar dan ditambah dengan tingkat pendidikan yang dimiliki oleh penduduk muda yang semakin tinggi maka dapat dikatakan sesungguhnya kualitas pemuda Indonesia di era saat ini telah semakin meningkat. Jika dulu pada saat "soempah pemoeda" dicetuskan, pemuda dari kalangan terpelajar termasuk golongan elit karena belum banyak jumlahnya. Namun, saat ini golongan elit ini mulai menjadi golongan menengah yang cenderung mengarah menjadi kelompok masyarakat "biasa".

Kedua aspek tersebut menunjukkan situasi yang sepertinya sangat berbeda dengan situasi ketika "soempah pemoeda" dicetuskan. Banyak pendapat mengatakan bahwa diperlukan "sumpah" baru dari kohor pemuda era ini. Bisa jadi betul. Namun, bisa jadi tidak diperlukan karena "sumpah" baru tidak relevan dengan kebutuhan dan aksi yang mampu dilakukan oleh pemuda Indonesia saat ini. Artinya, harus ada terobosan baru dan ruang baru bagi pemuda dalam mengejawantahkan peran sosial dan nasionalnya. Oleh sebab itu, fakta yang tak bisa dipungkiri adalah pemuda Indonesia harus diberi peran lebih dalam berbagai sektor kehidupan dan kenegaraan. Kalau tidak, kohor tersebut tidak akan mampu menemukan terobosan dan ruang baru tersebut karena mereka sibuk "bersaing" antar sesama mereka dan dengan generasi sebelumnya yang masih asyik masyuk dengan "sejarah" kebangsaan mereka dahulu.

Kesimpulannya, "soempah pemoeda" masih layak dikutip sebagai bukti peran pemuda Indonesia pada masanya. Namun, pemuda Indonesia berikutnya harus mencari "sumpah" atau "tekad"-nya sendiri yang tak mungkin sama dengan pemuda Indonesia dahulu. Dan jangan paksa mereka menjadi seperti pendahulu tersebut, karena pemuda Indonesia kini telah hidup dan harus bertahan dalam tantangan yang sudah jauh berbeda dengan era terdahulu.

Selamat hari "soempah pemoeda" Indonesia...

Monday, October 27, 2008

Newspaper Reading: Indonesian women is a cow?

Wait! I am not saying that literally. It's just symbolic and analogy for Pornography Law (RUU Pornografi) that will be passed very soon in - what so called religious country - of Indonesia. The analogy was presented in the column By The Way in The Jakarta Post with titled Bill Will Drown Women Just Like the Cow.

My favorite line is:
If only they had passed the bill -- which defines pornography as acts that can incite sexual desire; the cow would still be alive by now. There will be no sexy cows prancing about naked in the barn. They would all be covered, to protect them from being raped by zoophiles that would not be able to resist the decadent bum.
I could not agree more with the column and wishing that the RUU Pornografi will be passed very soon and I am looking forward to see Indonesia women being not "free" at all or being drown by the majority if they look beautiful and make male-man sexually attracted. I am also looking forward to see fashion police and special jail or court that will sentenced women for their look and God-gifted body. Do not forget to imagine that the police and judge will be all male-man species.

Saturday, October 18, 2008

selamat jalan Suzanna...

Berita duka ini cukup penting untukku posting kali ini.

Aku bukan penggemar berat beliau. Namun, aku tumbuh besar ditengah masa jayanya. Suzanna Martha Frederika Van Osch Nathalia atau lebih dikenal dengan Suzanna, merupakan salah satu aktris kawakan yang terkenal lewat genre film horor Indonesia. Tidak dapat dipungkiri bahwa terlepas dari kualitas akting atau ukuran-ukuran serius apa pun dalam dunia perfilman Indonesia, Suzanna telah memberikan kontribusi penting bagi genre film horor Indonesia. Dan sepengamatanku, hingga detik ini belum ada satu aktris pun yang mampu memberikan kesan mendalam dalam film horor Indonesia seperti halnya Suzanna yang tak ayal identik dengan peran 'mengerikan' atau 'tawa seram' yang pada jaman bisa membuat bulu kuduk merinding.

Selamat jalan Suzanna...
Silahkan juga baca Obituari dari The Jakarta Post

Friday, October 17, 2008

Direktif presiden?

Jika Anda melihat harian The Jakarta Post Kamis, 16 Oktober 2008 maka Anda akan menemukan salah satu foto di bagian 'headline' sedang menampilkan Presiden SBY sedang melakukan presentasi di depan kepala-kepala daerah. Ada yang menggelitikku dalam slide yang sedang beliau sajikan. Di situ tertulis, "Direktif Presiden"

Adakah diantara Anda yang mengetahui, apakah kata "direktif" sudah menjadi kata serapan asing ke dalam bahasa Indonesia??

Istrindaku berkata, "Mungkin si pembuat presentasi Presiden SBY tersebut baru saja nonton film Wall-E?". Bagi Anda yang belum menonton film tersebut, dalam salah satu adegannya, ada dialog yang menggunakan kata "Directive" untuk menjelaskan tugas yang harus dilakukan oleh robot yang berperan dalam film tersebut.

Ah, susah untukku menjelaskannya. Bagiku, kata tersebut terlalu "aneh" (jika tidak bisa dibilang "asing") dalam kosakata bahasa Indonesia. Kenapa Presiden SBY tidak menggunakan kata "instruksi" atau "perintah" saja sekalian? Bukankah kedua kata tersebut ada dalam daftar kosakata bahasa Indonesia?

Mulai dari Met Lebaran...

Pertama, aku ingin menyampaikan Selamat Hari Raya Idul Fitri bagi saudara-saudariku serta teman-teman sekalian yang merayakannya. Semoga segala pikiran dan perbuatan yang semakin baik lagi akan kian kuat hadirnya dalam kehidupan kita di masa depan.

Banyak hal yang terjadi yang menyebabkan posting ini baru bisa di publikasikan. Mulai dari kesibukan selama periode libur lebaran hingga kesibukan yang sudah menunggu pasca libur lebaran. Aku akan coba menyampaikan risalahnya sebagai berikut:

Libur Lebaran dan Mudik
Libur Lebaran tahun ini aku tidak berpartisipasi sebagai pemudik. Biasanya, seperti yang sudah biasa aku dan istrinda lakukan di tahun-tahun sebelumnya, kami mudik ke tanah kelahiran istrindaku di Madiun. Namun, tahun ini kami memutuskan tidak melakukannya karena berbagai alasan. Jadi, kami hanya bisa menikmati pengalaman mudik lewat televisi.

Meski demikian, kami cukup menikmati suasana lengang di Jakarta. Terutama istrindaku, tahun ini merupakan kali pertama ia merasakan suasana libur Lebaran di Jakarta dan tampaknya hal tersebut sangat membahagiakan bagi dia ketika kami berjalan-jalan atau berkunjung ke keluarga-keluarga kami di Jakarta dan sekitarnya; Jakarta terasa begitu nyaman dan indah karena kurangnya kemacetan, rendahnya polusi, dan terasa jauh lebih tertibnya para pengguna jalan raya. Andaikan Jakarta bisa seperti saat libur Lebaran setiap harinya... minimal tertibnya saja, tidak perlu macetnya berkurang drastis... Mimpi kali yeee...

Airborne Disease
Memasuki Lebaran hari ke-2, datanglah saat-saat yang tidak membahagiakan. Selama dua hari berturut-turut, aku mengalami demam yang cukup tinggi diikuti oleh beberapa gejala nyeri dan pembengkakan di beberapa bagian tubuh. Di akhir pekan, akhirnya aku menuruti saran istrinda untuk memeriksakan diri ke dokter. Setelah tes darah dan urin ternyata didapati aku mengalami infeksi bakteri yang cukup serius sehingga harus menelan sejumlah obat.

Namun, persoalannya tidak berhenti hingga disitu. Ternyata gejala penyakit yang kualami seperti melakukan gerilya dalam perlawanannya. Setelah demamku teratasi dan nyeri di salah satu bagian tubuhku berkurang, timbul gejala lain yang semuanya berujung pada infeksi di mulut dan tenggorokan. Dokter ke sekian yang kukunjungi menyebut penyakit yang kualami sebagai "airborne disease", karena besar kemungkinan aku terinfeksi bakteri ini lewat udara saat aku sedang dalam kondisi fisik yang relatif lemah. Yah, apa pun penyebabnya, hingga posting ini terbit aku masih menyimpan gejala batuk-batuk dan gatal di tenggorokan setelah sebelumnya terjadi sariawan di hampir seluruh bagian mulut. Kesimpulan yang kudapat dari pengalaman ini adalah jangan sekali-sekali meremehkan kondisi tubuh kita sendiri. Jagalah sebisa mungkin.

TOEFL dan GRE
Pasca liburan dan setelah hari kerja telah tiba, ada dua peristiwa yang penting yang harus aku lewati dengan kondisi yang belum sempurna. Peristiwa tersebut yaitu TOEFL test dan GRE test. Kedua tes tersebut harus aku jalani sebagai prasyarat untuk memenuhi kesempatan emas di masa depan. Belumlah patut kuuraikan detilnya di sini, karena belum pasti. Tapi, yang pasti TOEFL dan GRE test yang baru saja kujalani hasilnya tidaklah memuaskan. Terutama GRE yang baru pertama kali kulakukan cukup membuatku panik dan panik. Yah, biar bagaimana pun, sudah aku hadapi dan aku sekarang sedang mempersiapkan diri untuk mengambil test ulang agar hasilnya bisa lebih baik lagi. So help me God!

Ok, sementara itu dulu risalah beberapa minggu lalu. Sebenarnya ada beberapa hal yang juga ingin kukomentari tapi sudah banyak yang membahas. Mulai dari Paul Krugman yang memperoleh Hadiah Nobel dibidang Ekonomi, krisis ekonomi global, hingga fenomena musim hujan yang mulai datang namun sudahkah Jakarta siap menghadapi ritual banjir? Mudah-mudahan, aku bisa segera menulis lagi.